Eliza tidak bisa fokus. Matanya memang memandangi buku cetak biologi berukuran besar itu. Tangan kanannya memegang stabilo warna biru, dan tangan kirinya memegang tutup stabilo. Tapi pikirannya seolah tidak benar-benar disitu. Pandangannya menubruk gitar yang ia taruh disamping meja belajar. Ethan yang membelikannya dulu untuk hadiah ulang tahun.
"Gue tau lo suka gitar walaupun lo gak bisa mainnya, nanti gue ajarin deh kalau lo masuk eksul musik tahun depan."
Eliza memang sudah berlatih untuk ujian eksulnya besok, sendirian, tanpa Ethan.
Ethan berubah.
Ia tidak tahu itu hanya perasaannya saja atau benar. Yang jelas, Ethan lebih banyak diam di kelas dibanding mengobrol dengannya atau Nata. Sesekali ia memang masih mengobrol dengannya, tapi itu pun paling hanya bertanya 'sekarang lagi bahas halaman berapa ya?'. Selebihnya Ethan lebih memilih diam atau membuka youtube ataupun browsing di sela-sela pergantian jam pelajaran dibanding mengobrol dengannya.
Jangan lupa juga kejadian sore dimana Ethan meninggalkan Eliza di sekolah. Sahabatnya itu tidak pernah menyinggung kemana ia pergi, walaupun Eliza sudah tau ia pasti pergi bersama Irena. Memikirkan nama itu saja sudah bisa membuat Eliza cemberut.
Keenan. : hi, lagi ngapain?
Senyum tipis muncul begitu dilihatnya ada notifikasi masuk.
Elizabeth K : belajar buat ulangan bio besok
Eliza kembali menutup layar percakapannya dengan Keenan. Memang sejak kemarin hubungan mereka membaik. Oh, tentang Nata yang selalu menyuruh Eliza menjaga jarak dengan Keenan, untuk sekarang, rasanya Nata gak perlu untuk tau kalau Eliza berteman kembali dengan Keenan.
Jempol kanan Eliza sekarang sibuk menggulingkan layar aplikasi berwarna hijau itu dan berhenti saat melihat nama Ethan.
Ah. Kemana Ethan yang dulu berisik ngespam? Pesan terakhir Eliza hanya dibaca, itu juga sudah 2 hari yang lalu.
Eliza bingung. Sepertinya Ethan marah dengannya. Tapi Eliza gak tau alasannya apa. Lagipula seharusnya yang berhak untuk marah kan Eliza, kenapa malah jadi Ethan?
Eliza menutup matanya sejenak, menunduk, berharap detik berikutnya dapat kembali fokus.
---
Matanya berat, tetapi masih cukup awas untuk melihat jam dinding diatas meja belajar miliknya.
Jam 5 pagi!
Pagi ini kesadarannya tidak butuh waktu lama untuk segera berkumpul.
Ia panik dengan 15 halaman yang masih belum selesai ia baca dan hafalkan, padahal ulangan akan diadakan pada jam pertama.
Matanya bergerak menelusuri tiap paragraf dengan cepat, jangan harap ia akan membaca kata per kata kalau sudah kepepet seperti ini.
Salahkan Eliza yang selalu belajar di kasur, padahal di kamarnya ada meja belajar.
"Eliza, ayo mandi, terus berangkat sekolah."
Suara Mama sudah memanggil Eliza untuk segera bersiap-siap, orang tuanya memang biasa mengantarnya sekolah sekalian berangkat kerja.
"Bentar ma!"
---
Sesampainya di kelas, Eliza menempati bangku miliknya dan langsung membuka buku cetak biologi yang sengaja tidak ia masukkan ke dalam tas.
15 menit lagi bel masuk, tapi Eliza masih jauh dari kata selesai. Masih 8 halaman lagi!
Kalau udah begini, Eliza cuma berharap ada orang baik yang mau ngajarin dia secara cepat apa aja hal-hal penting yang harus dia ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Friends?
Teen FictionEliza suka Keenan. Namun Eliza tahu diri untuk menyingkir. Keenan itu punya Irena, itu dulu. Sekarang, ada Nata dan Ethan. Bagi Eliza, kehadiran kedua sahabatnya udah lebih dari cukup untuknya. Namun, saat semua sudah tentram, Irena kembali muncul d...