Tiga Puluh Delapan : Tak Terikat

226 20 1
                                    

"Pasti. Jam 2 kan pesawat lo?"

Eliza mengangguk lemah, kenapa waktu berjalan terlalu cepat?

"Hey, jangan sedih gitu," Ethan tersenyum tipis, Eliza bisa melihat raut kesedihan yang disembunyikan. "Nikmatin apa yang lo punya hari ini, oke?"

Eliza tersenyum getir. Ethan benar. Mungkin saja besok ia kehilangan semuanya, dan ia tidak mau harus ikut kehilangan kebahagian yang ia rayakan malam ini.

"Lo duduk sama siapa?" Tanya Ethan saat mereka sudah tiba di ballroom yang sekarang dipenuhi antusiasme karena sang pembawa acara sedang mengumumkan pemenang tiap kategori.

Eliza menaikkan bahunya, ia tidak tahu.

"Eh, foto yuk! Mumpung photobooth nya lagi sepi!" Ethan menarik Eliza ke sudut ruangan dimana photobooth dan fotografer berada.

"Aduh, sweet banget gak sih, sepatunya dibawain gitu." Bisik fotografer pada petugas yang duduk di depan printer foto.

Wajah Eliza jadi bersemu merah apalagi Ethan malah memeluk pinggangnya saat fotografer itu meminta mereka berpose.

Kurang dari satu menit hasil foto mereka jadi. Ethan meminta foto tersebut dicetak dua, satu untuknya dan satu lagi untuk Eliza.

"Jadi kalian gak ngajakin gue nih buat foto?" Protes Nata yang udah ada di belakang mereka.

"Gue pokoknya mau foto juga!" Nata menarik mereka berdua, "Pak, fotoin lagi dong!"

Nata antusias menunggu hasil cetakan foto mereka, sedangkan Eliza mengenakan sepatunya kembali.

Kadang Eliza kagum, sahabatnya itu bisa tersenyum lepas menutupi kesedihan. Baru beberapa jam yang lalu ia lihat Nata hampir menangis karena putus. Eliza yakin, pasti orang lain tidak melihat kesedihan Nata. Tapi Eliza bisa, ia terlalu mengenal Nata.

"Liz, makan yuk! Abis ini acaranya makan, baru ada talent show dari eksul tari sama musik." Ajak Nata pada Eliza. "Loh, gue baru nyadar, kok difoto, tinggi lo sama kayak gue, terus kok bisa sekarang malah lebih tinggi?"

---

Setelah kenyang mengisi perut dengan makan malam, mereka melanjutkan acara utama yakni kolaborasi penampilan eksul tari dan eksul musik.

Bangku-bangku yang tadi berjejer rapi sudah disingkirkan oleh petugas hotel saat mereka menyantap makan malam. Alhasil, ruangan ballroom menjadi semakin lega. Eliza dan Nata ikut berdiri dalam lingkaran besar bersama anak seangkatan mereka.

Para penari yang berasal dari eksul kelas 10 dan 11 memulai aksi tarian mereka di tengah lingkaran manusia yang menonton dengan antusias. Tarian mereka diiringi oleh lagu remix yang diputar oleh tim musik membuat suasana malam semakin hidup sebelum musik tiba-tiba berhenti.

Pencahayaan seantero ruangan meredup. Tim eksul musik mulai memainkan instrumen dengan tempo pelan bernuansa manis. Lampu sorot mengarah pada para penari yang berpasang-pasangan menari, persis seperti pesta dansa kerajaan di negeri dongeng membuat seluruh senior bertepuk tangan kagum.

"Wow." Bisik Nata pada Eliza. "Ini Irena yang ngerancang koreografinya?"

"Kayaknya sih, kan gila aja kalau bu Casly lagi hamil gede gitu yang ngelatih mereka. Auto lahiran tuh anaknya entar."

Nata tertawa pelan, "Musiknya juga keren, pantes Ethan latihan mulu."

Tidak berapa lama kemudian, pembawa acara mulai bersuara, "Bagi kalian yang mau bergabung untuk berdansa, dipersilahkan. Tapi tolong ya, berpasangan juga kalau gak mau keliatan jomblo ngenes, slow dance sendirian."

Are We Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang