Eliza berjalan menuju kelas yang berada di ujung koridor dengan bingung. Tampaknya setiap orang yang ia lewati menatapnya antipati. Tak sedikit juga yang berdesas-desus seperti bergosip sambil melihat Eliza sinis. Eliza tidak mengerti, sebenarnya, orang-orang ini kenapa? Dari kakak kelas, teman seangkatan, sampai adik kelasnya melihatnya jiji dan tidak suka.
Eliza risih, tapi ia juga tidak mengerti apa yang terjadi, alhasil ia hanya menunduk tidak peduli sambil terus melangkahkan kaki menuju kelas sampai Venata meneriakinya.
"Elizaaa! Liz!" Nata berlari tergopoh-gopoh, bahkan dari nafasnya yang masih tersengal, Eliza yakin bahwa Nata tahu alasan kenapa orang-orang di sekolahnya menatapnya sinis pagi ini.
"Lo harus liat sendiri!" Nata menarik tangan Eliza dan mengajaknya berlari, kalau saja keseimbangan Eliza buruk, sudah dapat dipastikan kalau ia akan jatuh tadi. "Misi lo pada, awas semuanya!" Usir Nata pada anak-anak di depan papan pengumuman.
Pengumuman yang terpampang jelas pada papan itu membuat mata Eliza terbelalak. Maksudnya, siapa yang memfoto dirinya? Siapa yang menjebaknya?
"Gak nyangka ya, diem-diem, wanita ular emang." Desis salah seorang siswi kakak kelas kalau dilihat dari warna name tag nya.
Lutut Eliza mendadak seolah kehilangan kekuatan untuk menumpu beban tubuh Eliza. Tanpa aba-aba, Eliza terkulai lemas, "Liz! Lo kenapa ya ampun" dengan sigap Nata langsung memapahnya. Pikiran Eliza berputar pada kejadian kemarin sore.
Semuanya terasa penat, Eliza mencoba mengambil oksigen sebanyak mungkin, tapi paru-parunya seperti kehabisan emulsi, dan pandangannya pun menghitam.
---
"Liz! Lo kenapa?" Ethan menjentikkan jari untuk yang ketiga kalinya didepan Eliza membuat Eliza seolah kembali ke alam sadar. "Eh, iya, kenapa? Gue kenapa?"
"Lo bengong, tatapan lo kosong pas gue cerita tadi siang gue ketemu Irena, lo gapapa?" Tanya Ethan sambil menoleh ke Eliza sebelum kembali fokus pada jalanan yang di depan. "Lo tahu, lo bisa cerita ke gue, apapun Liz"
"Gue.. gak bisa cerita ke lo" sahut Eliza pelan. Ethan menarik nafas panjang, bahkan dari ekspresinya saja, Eliza tahu kalau Ethan kecewa.
"Kenapa?" Eliza hanya melempar pandangannya ke luar jendela mobil sedan Ethan.
"Lo gak percaya ya sama gue?" Perkataan Ethan itu membuat Eliza jadi salah tingkah sendiri, "Enggak, bukan gitu, gue cuma takut pandangan lo ke gue berubah,"
Ethan hanya melemparkan pandangan penuh arti pada Eliza yang sebenarnya Eliza gak ngerti, apa maksud pandangan itu.
Sisa perjalanan pulang mereka hanya dipenuhi oleh suara musik dari radio di senja sore hari.
"Langitnya bagus" ujar Eliza menatap langit melalui jendela kirinya, "Tunggu, ini kan bukan arah jalan ke rumah gue,"
Eliza yakin, kalau ini bukan jalan yang biasa ia lalui untuk pulang ke rumah, "Lo mau bawa gue kemana?"
Ethan hanya tersenyum, "Iya, gue mau nyulik lo."
Eliza cemberut, ia tahu Ethan tidak benar-benar bermaksud menculiknya, apalagi besok itu hari Jumat, besok ia akan ambil nilai eksul musik, eksul yang berjalan hanya setengah semester karena mereka murid kelas 12.
"Gue gak bercanda, gue beneran nyulik lo, tadi pak Dani bilang ke gue kalau besok eksul musik gak ada, dia ada urusan keluar kota, diundur sampai minggu depan, atau bisa-bisa minggu depannya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Friends?
Genç KurguEliza suka Keenan. Namun Eliza tahu diri untuk menyingkir. Keenan itu punya Irena, itu dulu. Sekarang, ada Nata dan Ethan. Bagi Eliza, kehadiran kedua sahabatnya udah lebih dari cukup untuknya. Namun, saat semua sudah tentram, Irena kembali muncul d...