Eliza kembali ke kelas saat bel tanda istirahat berakhir sudah hampir berbunyi. Ia tidak mau lama menghabiskan waktu di kelas yang mayoritas anaknya sedang membaca buku. Tentu saja mereka belajar. Walaupun ini hari pertama sekolah, hari ini ada simulasi try out kimia.
Jangankan memikirkan soal rumus-rumus kimia. Kepala Eliza rasanya penuh oleh hal tidak penting. Eliza memasukkan ponselnya dalam tas, kemudian keluar kelas denfan membawa sebuah pulpen. Ia mengikuti langkah teman-temannya yang lain menuju ruang komputer di sebrang perpustakaan.
Eliza menoleh ke belakang. Ia tidak menemukan Ethan di antara kurumunan anak sekelas mereka.
Buat apa cariin dia.
Eliza baru akan kembali menoleh ke depan saat ia menyadari Ethan berjalan di sampingnya. Sejajar dengannya, tapi tidak meliriknya sedikit pun.
"Hari ini gue ulang tahun, kalau lo inget."
Eliza sedikit terkejab, lalu menoleh ke kiri dan kanannya. Hanya ada Ethan di sebelah kananya, sisanya ada beberapa siswa berjalan di depan mereka.
"Gue ngomong sama lo kok."
Kali ini Ethan menatapnya, sehingga Eliza benar yakin bahwa Ethan sedang berbicara dengannya.
Eliza jadi diam. Ia tidak tahu harus merespon apa.
"Gue gak tahu kenapa kita jadi asing gini, bahkan lo gak terlihat berminat ucapin selamat ulang tahun ke gue." Ethan tidak mengucapkan apapun lagi sampai ia memilih mempercepat langkahnya meninggalkan Eliza.
---
Hasil stimulasi try out kimia sudah keluar!
Lengkap sudah hari ini menjadi hari ketidakberuntungannya. Harus banget apa hasil ujian yang baru selesai sepuluh menit lalu sekarang sudah terpampang di papan pengumuman sekolah? Sekolah mencetak hasil meliputi nama lengkap, nomer induk, dan juga nilai yang sudah diurutkan per kelas.
Rasanya Eliza ingin pulang. Ia kehabisan fokusnya pada dua puluh menit pertama mengerjakan ujian try out tadi saat ia sedang mengingat rumus kimia, dan malah tidak sengaja melihat Ethan yang sedang menatapnya lurus.
Setelahnya, Ethan langsung memutuskan kontak dan kembali fokus pada layar komputernya. Eliza malah merasa bersalah karena bersikap acuh di hari ulang tahun Ethan. Ia tidak tahu, kenapa pikiran bahwa Ethan hanya mendekatinya agar ia menjauh dari Keenan --sehingga Irena dapat mendekati Keenan-- terus mengusiknya.
Eliza berjalan pelan menuju papan pengumuman itu setelah bel pulang sekolah berbunyi. Ia tidak mau berdesak-desakkan dengan teman seangkatan yang jumlahnya sangat banyak itu hanya untuk melihat betapa hancurnya nilainya.
57,5.
Nilai segitu cukup untuk membawanya menduduki peringkat kedua terakhir di kelas A. Oh, ralat. Namanya terpampang kedua terakhir hanya karena satu orang lain yang bernilai sama dengannya memiliki nama berabjad dibawahnya.
Eliza menghela nafas, ia tidak kaget sama sekali. Ia tahu ia tidak bodoh, ia hanya kehilangan fokus tadi.
Eliza mengeluarkan ponselnya dan berniat menelpon Nata, ia sudah bilang dengan Nata kalau ia ingin menumpang pulang. Lagipula arah rumah mereka searah dan tidak jauh jaraknya.
Niatnya itu menjadi wacana saat Ethan muncul tiba-tiba di hadapannya. Eliza tidak sadar kehadiran Ethan sama sekali.
"Kenapa bisa anjlok segitunya nilai lo."
KARENA ELO, BIKIN GUE GAK FOKUS!
Eliza memilih diam, ia tidak mau salah bicara. Walau sebenarnya ingin sekali ia meneriaki Ethan. Ia berjalan melewati Ethan begitu saja, persis seperti yang Ethan lakukan padanya tadi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Friends?
Novela JuvenilEliza suka Keenan. Namun Eliza tahu diri untuk menyingkir. Keenan itu punya Irena, itu dulu. Sekarang, ada Nata dan Ethan. Bagi Eliza, kehadiran kedua sahabatnya udah lebih dari cukup untuknya. Namun, saat semua sudah tentram, Irena kembali muncul d...