Ethan merebahkan tubuh pada kasur kamar. Ia senang saat tiba-tiba saja diberi kejutan oleh orang sebanyak tadi. Tapi sebagian dari dirinya merontakan kekecewaan atas sikap acuh Eliza.
Pandangan Ethan menubruk figura kaca yang ia taruh di atas meja belajarnya. Foto itu merekam potret dua figur, yang satu bergaun panjang biru navy dengan jari telunjuk dan tengah teracung, yang satu lagi menggunakan kemeja lengan panjang berwarna hitam. Ia sengaja mencetak fotonya dengan Eliza yang diambil saat Eliza ulang tahun ke tujuh belas.
Ah. Bila ia bisa memutar balikkan waktu, Ethan mau hidup dalam momen dimana ia bisa sedekat dulu dengan Eliza. Bukan seperti saat ini, dimana Eliza bersikap dingin dengannya, dan bahkan tidak sudi mengucapkan selamat ulang tahun padanya.
Apa Eliza takut kalau deket-deket sama gue, gue bisa celaka kayak Keenan?
Ethan menggeleng pada dirinya sendiri. Tidak. Itu tidak masuk akal sama sekali. Ethan menarik gitar cokelat miliknya yang ia taruh di sebelah ranjang dan memetikkan senar gitar. Tidak ada hukum yang melarang galau di hari ulang tahun kan?
"Cause I will fall for you no matter what they say,
I still love you, I still love you."Krekk
"You'll never be alone now look me in the eyes,
I still love you, I still love you
Till forever.""Suara anak mama bagus, udah kayak musisi handal."
"MA!" Teriak Ethan kaget. Sejak kapan mamanya masuk ke dalam kamarnya? Ethan tidak sadar karena terlalu larut dalam pemikirannya sendiri.
Karen hanya tertawa jahil lalu mengambil tempat di sebelah anak tunggalnya itu. "Nyanyi ke siapa?"
"Ke bingkai foto?" Ia melirik figura dimana Ethan merangkul Eliza tersebut.
Ethan menggeleng lalu menaruh gitarnya di samping ranjang. "Enggak. Ngapain nyanyi ke bingkai foto ma, aneh-aneh aja."
"Kamu sama Eliza temen, apa pacaran?"
Ethan bisa merasakan lidahnya kelu.
"Kamu suka ya sama Eliza?"
"Aku mau mandi, abis ini kita jadi kan dinner ma?" Ethan sengaja mengalihkan pembicaraan.
Karen menggeleng melihat kelakuan Ethan yang menghindar dari pertanyaannya. "Ethan, kamu mandi, terus pakai baju yang rapi, jangan pakai kaos. Mama udah reserve meja buat kita berempat."
Ethan yang semula sedang memilih kaos putih dan celana jeans hitam untuk dikenakan langsung menoleh pada mamanya. "Berempat?"
"Iya, berempat. Sama Eliza juga."
Karen tertawa geli lalu menepuk bagian kasur di sebelahnya duduk, "Makanya kamu sini dulu, mama mau ngomong."
Ethan akhirnya kembali duduk di sebelah Karen, walau dia tau, paling mamanya hanya bercanda dan tidak benar-benar serius.
"Mama serius. Muka kamu kenapa kayak bilang mama bohong sih?"
"Mana mungkin Eliza ikut kita dinner, bahkan dia gak ngucapin aku ulang tahun."
Sial. Ethan keceplosan.
"Kamu berantem sama Eliza?"
Ethan tidak punya pilihan lain selain mengangguk.
"Terus udah baikan belom?"
Ethan menggeleng, persis seperti anak kecil yang ditanyai oleh orang tuanya.
"Mama gak tau masalah kalian apa, tapi kalau ada masalah, harus cepet diselesaiin, gak tega mama ngelihat kamu hidup kayak gak bernyawa gini tau gak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Friends?
Ficção AdolescenteEliza suka Keenan. Namun Eliza tahu diri untuk menyingkir. Keenan itu punya Irena, itu dulu. Sekarang, ada Nata dan Ethan. Bagi Eliza, kehadiran kedua sahabatnya udah lebih dari cukup untuknya. Namun, saat semua sudah tentram, Irena kembali muncul d...