Dua Puluh Sembilan : Pergi

242 20 0
                                    

Ethan terbangun tanpa alarm. Jam baru menunjukkan pukul enam pagi, tapi secara otomatis ia terbangun karena terbiasa. Seminggu terakhir ini ia selalu bangun jam enam pagi lalu cepat-cepat bersiap menuju rumah sakit, menunggu Eliza bangun hingga akhirnya dua hari lalu perempuan itu tersadar dari tidur dalamnya.

Ethan mengganti posisi tidurnya, berharap agar ia dapat kembali ke alam mimpi. Hari ini ia tidak akan datang menemani Eliza walaupun sebenarnya ia ingin datang. Namun ia lebih baik mengurungkan niatnya. Masih terpatri jelas dalam benaknya percakapan dengan Eliza kemarin siang.

Ah. Ethan tidak mau terus memikirkan hal itu, tapi nyatanya otaknya tidak bisa diajak kerjasama. Dari kemarin siang percakapan mereka terus terngiang.

Entahlah, Ethan merasa Eliza seperti mempermainkannya. Padahal, Ethan hampir selalu ada untuk Eliza dan bahkan rela waktu liburan berharganya dihabiskan hanya untuk menunggui Eliza di rumah sakit.

Ethan mengubah posisinya sekali lagi, berbalik ke arah lainnya.

"Gue bilang pergi."

Pikirannya terlalu menganggu hingga ia tidak bisa kembali tidur, kata-kata Eliza kemarin terlalu menyakitkan untuk diingat. Ethan tidak membenci Eliza, hanya saja ia perlu waktu untuk sendiri sekarang. Lagipula, Eliza juga tidak menghargai pengorbanannya selama ini dan menginginkannya untuk pergi jauh-jauh.

---

"Jangan suka sama gue, lupain gue."

Ethan menatap Eliza tidak percaya bercampur bingung, ia hanya tertawa renyah tidak mengerti. "Apaan sih Liz, gak lucu deh."

"Jauhin. Gue." Ucap Eliza kata demi kata dengan jelas, kali ini ia memalingkan wajahnya dari Ethan yang masih mendorongnya keluar dari kamar Keenan.

DEG

Ethan tetap mendorong Eliza kembali ke kamar rawat yang berjarak tak jauh dari kamar rawat Keenan. Matanya terarah pada punggung tangannya sendiri, diatasnya, tangan Eliza masih menelungkup hangat. Pikirannya mencoba mencerna kata-kata Eliza, tapi otaknya terlalu lemot. Ia tidak mengerti, semuanya terlalu teka-teki yang tidak bisa ia pecahkan karena ketidakjelasan petunjuk.

"Gue gak ngerti lo ngomong apaan." Ethan akhirnya bersuara setelah hening yang cukup lama hingga mereka kembali memasuki ruang rawat Eliza.

"Jangan suka sama gue, lupain gue."

"Karena?"

"Karena lo cuma bikin gue berasa serba salah dengan keadaan, dan gue," Ethan memberhentikan kursi roda Eliza tepat di sebelah ranjang Eliza, kemudian bergerak mengitari Eliza hingga ia dapat menatap perempuan itu lekat-lekat, bersiap mendengar kata-katanya.

"Dan lo?"

"Gue gak suka sama lo."

Alis Ethan bertaut bingung.

"Oke. Terus?"

"Gak ada terus. Titik." Eliza bangkit berdiri kemudian tangan kirinya mengambil kantung infus miliknya, ia berniat memindahkannya ke atas tiang infus di sebelah kasurnya.

Ethan tercenggang. Ia sampai tidak berekasi apapun selain menatap Eliza yang memindahkan kantung infus dan berpindah duduk di atas kasur.

Are We Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang