Matahari telah sempurna menunjukkan rupanya dan memancarkan sinarnya ke segala arah, membuat langit menjadi terang-benderang. Ia menyenderkan punggungnya dan sedikit melonggarkan dasi yang perlahan-lahan mencekik lehernya. Ia baru saja menyelesaikan dokumen yang harus diberikan ke Direktur An Company, salah satu perusahaan di Perancis yang bekerja sama dengan perusahaan miliknya. Bahkan, ia mengorbankan jam tidurnya tadi malam hanya untuk menyelesaikannya.
Ia melirik ponselnya yang tergeletak tak bernyawa di samping komputernya. Ia sedikit kecewa karena Gita tidak membalas pesannya sedari tiga hari yang lalu. Ketika Erigo menelepon, hanya disambut suara operator yang mengatakan bahwa Gita tidak mengangkat panggilannya. Erigo hanya ingin mendengar suara Gita, walau gadis itu mengutuk sekalipun. Gita benar-benar sangat sibuk. Kesibukannya bukanlah apa-apa dibanding pekerjaan Gita. Setiap hari, selalu ada kasus baru yang harus dipecahkan. Ia tahu itu. Namun, apakah salah bila ia hanya mengkhawatirkan kekasihnya? Tidak apa-apa, kan mengganggunya sebentar saja? Erigo hanya takut ada sesuatu yang terjadi dengan Gita. Pekerjaan itu berbahaya.
Seseorang masuk, membuatnya memalingkan pandangannya dari ponselnya. Milo, sekretarisnya, segera menghampirinya. Pria kaku berjas hitam itu membungkuk, menunjukkan rasa hormat sebelum berbicara.
"Tiga puluh menit lagi aka nada pertemuan dengan Presdir Ars. Company, sir."
Erigo menghela napas dengan berat. "Meeting, ya.. uhm..."
Mendengar nada lesu itu membuat Milo menangkap ada sesuatu yang tidak beres. Ia mengamati tingkah Erigo yang menatap ponsel-nya tanpa berniat berpaling. Milo memanggut-manggut. Ia menangkap sesuatu yang tidak beres itu.
"Apakah saya harus memata-matainya, Sir?"
"Jangan pernah melakukannya, Milo." seru Erigo.
"Kenapa?"
"Sebelum kamu mengetahui apa yang sedang ia lakukan, dia sudah pasti menemukanmu dan memelintir lehermu!"
Milo tetap memasang wajah tenang. Ia sama sekali tidak merasa seram dengan apa yang dikatakan Erigo barusan. Dibandingkan dengan pengalaman Milo, kasus memelintir leher bukanlah masalah untuk Milo. Melihat hal itu, membuat Erigo memasang wajah tidak percaya.
"Kamu tetap merasa Gita bukan lawanmu, kan? Benar, kan?" ucap Erigo, heboh. Sekretarisnya itu memang tidak memiliki ekspresi sama sekali. Dia seperti tidak takut pada apapun.
"Laki-laki tidak bisa memukul perempuan, Sir."
"Astaga, Milo! Aku mengkhawatirkanmu!"
"Sebaiknya anda mengkhawatirkan diri sendiri, Sir. Waktu telah terbuang sepuluh menit."
Erigo bangkit dari kursinya, lalu terkekeh tidak percaya. "Tidak ada yang bisa menandingi kekakuanmu itu, Milo. Baiklah."
Bahkan, setelah Erigo berkata seperti itu, wajah Milo sama saja. Tidak ada ekspresi. Terlihat tenang. Seperti itupula ketika Erigo pertama kali bertemu dengan Milo. Tepat dua tahun ia berada di bangku perkuliahan, Pak Cesar merekomendasikan Milo ke Erigo sebagai sekretarisnya karena Erigo ingin membangun sebuah perusahaan. Awal bertemu, Milo memberikan kesan sedikit buruk ke Erigo karena gaya bicaranya yang selalu tenang dan tanpa masalah. Erigo hanya merasa, bagaimana bisa pria ini berlagak seperti tidak punya masalah sementara dirinya memiliki banyak masalah. Tidak jarang, awal merintis, Erigo sering membentak Milo walau itu adalah kesalahannya sendiri. Milo sudah seperti pasak yang selalu ada untuk menerima kemarahan Erigo. Milo, pria itu bahkan tidak menangis, meringis, atau berteriak kesakitan. Ia hanya diam, diam, dan diam. Wajahnya tetap tenang walau lebam dimana-mana. Hingga suatu hari, Erigo mengetahui beberapa fakta tentang masa lalu Milo. Masa lalu pria itu sungguh menyedihkan. Ia dikurung oleh Ayahnya di ruang bawah tanah, dari ia berumur 5 tahun hingga berumur 12 tahun ketika polisi menemukannya. Ia dirawat di panti asuhan hingga ia lulus sekolah menengah pertama. Setelah itu, ia tinggal dimana saja. Di halte, jalanan, kolong jembatan, hingga toserba 24 jam. Milo hanya tamat SMP, tetapi kualitas otaknya seperti lulusan S2. Milo itu cerdas dan jenius. Ia bisa menghafal satu bab buku hanya sekali baca. Ketika Erigo memberinya buku tentang akutansi, ia dapat menguasainya dalam waktu 3 hari. Erigo pernah bertanya tentang hal itu. Milo hanya menjawab, dulu, Ayahnya sering memberinya buku tentang apapun. Aktivitasnya di kurungan hanyalah membaca buku. Ketika ia keluar dari panti asuhan, ia menghabiskan waktu di perpustakaan untuk membaca. Bukan hanya itu saja. Ibu Milo adalah seorang Professor yang sangat genius. Genetik ibunya menurun ke Milo. Namun, sayangnya, Ibu Milo meninggal setahun sebelum Milo dikurung Ayahnya. Alasan Ayahnya mengurung Milo karena masalah psikis Ayah Milo karena kematian Ibu Milo. Berada di kurungan membuat Milo sulit membuat ekspresi. Intinya, psikis Milo pun ikut terganggu. Sejak tahu semua itu, Erigo memperlakukan Milo dengan baik. Erigo baru menyadari, memiliki wajah tenang bukan berarti ia tidak memiliki masalah sama sekali. Mungkin saja ia memiliki lebih banyak masalah hidup darimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EnG's-02: Stairway [COMPLETE]
Teen Fiction[SEQUEL OF ELEVATOR] Erigo dan Gita, dua orang yang dulunya tidak pernah mau akur. Tapi itu 'dulu', sebelum ada jembatan yang menghubungi hati mereka masing-masing. Ya, sebelum ada cinta. Mereka dipertemukan di Paris, setelah delapan tahun...