Gita meletakkan handphonenya di atas meja, lalu menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. Perlahan, ia mengurut kepalanya yang sedikit pusing. Sebelum Erigo menelepon, kepalanya sungguh pusing karena selama dua jam ia kena ceramahi Detektif Roo.
Setiba di kantor tadi, Gita baru saja duduk di kursinya, tiba-tiba seseorang berkata kalau Gita dipanggil Detektif Roo di ruangannya. Dengan segera, Gita pergi ke sana. Begitu masuk, wajah Detektif Roo sangat tajam dan masam. Saat itupula, Gita merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan yang besar
"Mr. George bahkan bisa lepas dari penjagaan polisi!" seru Detektif Roo, menggelegar.
Gita tetap berada di posisi siapnya, tanpa gentar sedikitpun. Sebagai polisi, ia tidak boleh gemetar hanya karena teguran dari atasan. Lagipula, ini salahnya karena lalai dalam menjalankan tugasnya. Seharusnya, tadi malam adalah tugas jaga malam Gita dan Danish. Di kantor polisi, tertahan Mr. George, pencuri yang ditangkap kemarin pagi. Gita baru tahu Mr. George kabur dari kantor polisi karena kelalaiannya. Wajar saja Detektif Roo bisa semurka ini karena Mr. George itu sudah melakukan banyak kasus mencuri, tetapi tidak pernah tertangkap polisi. Butuh setahun bagi polisi untuk menangkap sosok Mr. George.
Kemudian, Detektif Roo menjelaskan tentang hukum di Paris mengenai kepolisian dan mengatakan apa saja kesalahan yang dilakukan Gita. Gita mendengarkan semuanya dengan posisi siap, tanpa duduk dan berleha-leha. Ia tahu, Detektif Roo berbuat seperti itu karena ia memberikan rasa simpati ke Gita sebagai anak asuhnya. Walau Detektif Roo tidak akan meringankan hukuman Gita nantinya.
Setelah Detektif Roo memutuskan hukumannya, yaitu memberi Gita skors selama tiga hari, ia mempersilahkan Gita keluar. Surat perintah skors akan keluar nanti sore, jadi Gita bisa bekerja terlebih dahulu. Hal itu membuat Gita kembali ke ruangannya dengan jalan gontai. Tidak lama ia duduk, Erigo meneleponnya. Ternyata, mendengar suara Erigo mampu membuat Gita sedikit membaik.
"Minum dulu, Detektif." ujar Shireen sembari menawarkan segelas kopi hangat.
Gita menerimanya. "Makasih, Shir."
Gita meneguk kopinya, lalu bertanya. "Danish mana?"
"Di aula. Disuruh bersihin aula tiga hari ke depan, gara-gara tadi malam."
Mendengar hal itu, membuat Gita semakin merasa bersalah terhadap Danish. "Jahat banget, ya aku? Kenapa aku harus ketiduran?"
Shireen memegang bahu Gita dengan lembut, menenangkan. "Secara fisik, mungkin anda kuat. Tapi psikis, anda nggak tau. Seenggaknya, tidur tadi malam bisa baikin psikis anda yang kelelahan karena jarang tidur. Jadi, di isyukurin aja, Detektif. Semua pasti ada hikmahnya."
Gita memanggut dan menjadi sedikit tenang karena ucapan Shireen. Seseorang semacam Shireen ini harus ada di kehidupan kita karena dia bisa menjadi penyemangat di saat kita down, penengah di saat konflik, dan menenangkan di saat kita bingung. Shireen merupakan orang yang selalu optimis, membuat Gita bersyukur bisa berteman dengannya.
"Oh iya, btw, sebelum pergantian shift tadi malam, ada yang nyariin anda." ucap Shireen tiba-tiba.
"Siapa?"
"Saya merasa familiar dengan wajahnya," ujar Shireen sembari berpikir keras, "Saya rasa, saya pernah melihatnya di sini. Pria tinggi, sekitar 185 cm dengan wajah sedikit bingung. Tetapi, saya tidak sempat menanyakan namanya karena begitu tahu anda tidak ada, dia pergi begitu saja."
Mendengar itu, Gita segera bangkit dari kursinya, mengambil jaket dan handphonenya, lalu pergi sembari berusaha menghubungi seseorang. Gita berusaha mencapai rumah itu sesegera mungkin.
Kalau Kev sudah mendatanginya seperti itu, berarti ada sesuatu yang harus ia katakan kepada Gita.
****
Erigo bersenandung di sepanjang perjalanan. Jalanan hari ini sedikit macet karena saat ini adalah jam makan siang, dimana sebagian besar pegawai memenuhi jalanan untuk makan siang di suatu tempat. Tetapi, hal itu tidak membuat Erigo menggerutu seperti biasa. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal, bahwa ia akan segera bertemu dengan Gita.
Butuh waktu 45 menit untuk sampai di kantor Gita. Erigo membawa totebag yang berisi makanan untuk Gita. Begitu hendak masuk, ia dicegat oleh seorang polisi yang mungkin sedang berjaga.
"Ada perlu apa, Pak?" tanyanya ramah, walau terdengar tajam dan tegas.
Erigo lupa bahwa tempat ini adalah kantor polisi yang memerlukan penjagaan yang ketat. "Saya ingin bertemu Detektif Novera dan saya sudah mengabarinya."
"Tunggu sebentar ya, Pak. Saya ingin mengonfirmasi ke Detektif Novera."
Erigo mengangguk, lalu duduk di kursi tunggu yang telah disediakan. Sembari menunggu Pak Polisi yang berkutat dengan telepon rumah, sibuk menghubungi Gita, Erigo melirik wadah-wadah yang berisi masakannya, kemudian tersenyum. Entah kenapa, ia merasa bangga bisa memasak untuk Gita, walau rasanya tidak benar-benar enak. Tetapi, tenang saja, masih berada di tahap bisa dimakan, kok!
"Maaf, Pak. Sepertinya, Detektif Novera sedang tidak berada di kantor." ucap Pak Polisi.
Mendengar hal itu, membuat sebagian diri Erigo merasa kecewa. Setelah mengucapkan terima kasih, Erigo berjalan lesu ke arah mobilnya. Ah, harusnya Erigo tadi bertanya apakah hari ini Gita ada aktivitas di luar kantor. Tetapi, kan, niat Erigo untuk memberikan kejutan kepada Gita. Masa bilang-bilang, sih?
"Apakah anda Mr. Pratama? Pacarnya Detektif Novera?"
Seseorang yang baru saja keluar dari kantor polisi, tiba-tiba menghampirinya. Erigo tidak mengenalnya, tetapi wanita itu mengenalnya.
"Ah, maaf, saya belum memperkenalkan diri," ujarnya, lalu mengulurkan tangan, "Saya Shireen, anggota team-nya Detektif Novera."
Ternyata anggota team-nya Gita. Pantas saja Erigo tidak mengenalnya. Yang Erigo tahu, di team Gita ada Danish, yang sering diceritain oleh wanita itu.
Erigo menjabat uluran tangannya. "Erigo Pratama. Pacar Gita."
Shireen tersenyum, terasa hangat mendengarnya. "Apakah anda ke sini untuk menemui Detektif Novera?"
Erigo mengangguk, lalu memperlihatkan totebag di tangan kirinya. "Saya memasak sedikit untuknya karena dia belum makan dari tadi pagi."
"Sayang sekali. Sejam yang lalu, Detektif Novera pergi menemui seseorang yang mencarinya tadi malam." jawab Shireen.
"Siapa?"
"Maaf, Pak, saya juga kurang tau. Tapi, kelihatannya mereka akrab karena setelah saya memberitahu Detektif kalau ada yang mencarinya, ia segera pergi, terburu-buru."
Entah kenapa, jawaban dari Shireen membuat perasaan Erigo sedikit tidak enak. "Apakah menyangkut penyelidikkan?"
Shireen menggeleng. "Saya rasa, urusan pribadi, Pak. Tiga hari ke depan, sisa penyelidikkan akan dilimpahkan kepada saya dan rekan team lainnya karena Detektif Novera tidak bisa ikut. Detektif Roo memberinya skors tiga hari karena kelalaiannya dalam bekerja tadi malam."
"Di skors?" ulang Erigo, mulai khawatir.
"Sebaiknya, Mr. Pratama menghibur Detektif Novera karena sepertinya ia terpukul dan merasa bersalah karena Danish pun terkena akibatnya."
"Kalau begitu, saya harus menemui Gita. Terima kasih, Shireen. Lain kali, saya akan mentraktirmu makan siang bersama Gita."
"Jangan sungkan, Pak. Saya permisi."
Begitu Shireen pergi, Erigo segera memasuki mobilnya, mengencangkan seatbeltnya, dan menginjak pedal gas sembari menghubungi Gita. Namun, tidak kunjung diangkat.
Tiba-tiba saja perkataan Sam kembali menyeruak di benak Erigo bahwa tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Semuanya bisa berubah. Termasuk pilihan hati.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
EnG's-02: Stairway [COMPLETE]
Genç Kurgu[SEQUEL OF ELEVATOR] Erigo dan Gita, dua orang yang dulunya tidak pernah mau akur. Tapi itu 'dulu', sebelum ada jembatan yang menghubungi hati mereka masing-masing. Ya, sebelum ada cinta. Mereka dipertemukan di Paris, setelah delapan tahun...