Bab 15 Surat Pertamaku

9.4K 407 6
                                    

Hari ini suasana hatiku sangat mudah berubah, padahal tadi pagi aku merasa sangat bersemangat tapi sore ini merasa uring-uringan tak jelas. Semua itu disebabkan oleh seseorang yang telah menjajah otak dan hatiku.

Sepulang dari briefing, aku langsung menuju kamar setelah menyempatkan diri mengangkat jemuran. Ku letakkan semua baju-bajuku di atas ranjang Ana dengan kasar. Setelah melepas tas dan jilbab, aku langsung rebahan di sana.

"Gimana briefingnya?" tanya Ana yang terlihat baru selesai mandi sore.

"Membosankan," jawabku malas.

Ana terkekeh, lalu menggogaku, "Karena Gus Azmi gak ikut?"

Seketika aku bangun dan menatapnya penasaran. "Kok lo tahu?"

"Tadi pas mau berangkat sekolah, aku lihat Gus Azmi sekeluarga naik mobil."

"Emang mau kemana?"

Ana mengangkat bahunya, "Mana aku tahu."

Kembali ku rebahkan tubuhku sambil menghela nafas lelah.

"Kamu suka sama Gus Azmi?" tanya Ana sambil membantu melipat bajuku.

"Semua santri di sini juga suka sama Gus Azmi."

"Kita hanya mengagumi, bukan suka dalam arti pria dan wanita. Tapi kalau perasaanmu sepertinya bukan sekedar mengagumi."

Aku kembali terduduk. "Sok tahu." tanganku ikut melipat baju yang telah menjadi rutinitasku di sini. Bahkan aku telah mampu melipat dengan benar, tanpa merasa berat hati.

Ana tersenyum. "Perubahan sikapmu terlalu mencolok, Fat."

"Masak iya? " Aku menatapnya butuh penjelasan dan dia mengangguk cepat.

"Sebenarnya gue masih gak ngerti dengan perasaan gue sendiri, gue hanya merasa ingin selalu melihatnya tapi juga merasa gugup saat di dekatnya," terangku. Aku merasa memang hanya gadis ini lah yang bisa dijadikan tempat mencurahkan isi hati.

"Mencintai memang tidak salah tapi bagi kami pacaran lah yang haram."

"Lalu bagaimana cara kalian untuk melakukan pendekatan?" tanyaku penasaran.

"Taaruf. Kita bisa melakukan pengenalan tanpa pacaran," jawab Ana dengan senyum manis.

"Gimana bisa pengenalan kalau pertemuan kita di sini aja dibatasi," bantahku dengan mencebikkan bibir.

"Tujuan kita di sini memang untuk belajar, bukan untuk mencari jodoh."

"Siapa yang nyari jodoh?" Tiba-tiba Ami datang, diikuti oleh ketiga adik kelas.

"Tuh ayahnya Ana mau cari jodoh lagi," jawabku asal.

Ana melemparkan baju-baju ke arahku sambil berseru, "Enak aja kalau ngomong."

Aku menjerit sambil tertawa lebar saat dia mulai menggelitik perutku. "Eh ... baju gue ... berantakan lagi."

"Hahaha...."

==*==

Malam ini seperti biasa, aku harus mengikuti pembinaan olimpiade di ruang Biologi. Rasanya semangatku datang lagi saat berharap Gus Azmi nanti kembali membimbingku.

Aku berjalan sendirian melewati masjid dan tak disengaja bertemu dengan Ali yang baru turun. Ku hampiri pemuda itu untuk sekedar bertegur sapa.

"Assalamualaikum Ali."

Pemuda itu tersenyum manis seperti biasa. "Waalaikumsalam ... nah gitu dong, tiap ketemu diawali dengan salam."

Ta'aruf dalam SunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang