Hari minggu ini aku mulai mengikuti ekskul desain yang akan dibimbing langsung oleh Bu Nyai. Materi dimulai pada jam sembilan pagi di ruangan kelas X IPA, dengan jumlah peserta hanya sekitar lima belas orang termasuk aku.
Kali ini Bu Nyai didampingi oleh Neng Wirdah, seorang wanita muda yang begitu cantik nan Anggun. Dia tidak terlalu tinggi, tapi terlihat manis dengan tubuh mungilnya. Wajah khas timur tengah dengan mata bulat dan hidung mancung yang mungil, membuatnya terlihat sangat enak dipandang.
Aku menggeleng pelan, mencoba memfokuskan perhatianku pada Bu Nyai yang berdiri di depan.
"Sekarang kita bahas tugas minggu lalu." Bu Nyai mengedarkan tatapannya ke penjuru kelas. "Siapa yang bersedia maju ke depan."
Tentu saja aku tetap diam, menunggu para santri lain yang lebih dulu mengikuti kelas ini. Aku tidak ingin dianggap menyebalkan karena bersikap sok pintar, tapi nyatanya setelah beberapa menit berlalu masih tak ada yang berniat untuk maju.
"Fatimah, mungkin ingin mencoba?" Bu Nyai menatapku dengan senyum ramah.
Aku mengangguk sambil membawa buku sketsaku, lalu berjalan ke depan. Tentu saja aku memiliki banyak gambar di buku tersebut, karena itu memang hobiku.
Bu Nyai mengamati gambarku yang telah berada di tangan beliau, terukir senyum yang membuatku lega. Tiba-tiba dia menatapku sambil tersenyum menggoda. "Apa gambar ini yang kemarin dilihat Azmi?"
Seketika aku merasakan gelenyar hangat di wajahku, sambil mengangguk aku menjawab, "Iya Bu Nyai."
"Pantas saja dia langsung memberitahu saya bahwa rancanganmu sangat indah," terang Bu Nyai dengan senyum yang menyejukkan.
Tapi entah kenapa Neng Wirdah yang duduk di kursi depan langsung menatapku saat nama Gus Azmi disebut. Dia seperti menilai diriku walaupun masih dengan ekspresi ramah.
Aku mulai menjelaskan gambar yang aku buat. Sebuah gaun pengantin bergaya islami dengan bahan brukat yang dilengkapi oleh coat panjang menjuntai, dengan payet-payet membentuk bunga yang indah. Gaun ini terkesan elegan dan mampu menyamarkan lekuk tubuh.
Terdengar suara tepuk tangan setelah aku menyelesaikan presentasiku. Jujur aku merasa lega sekaligus bangga karena Bu Nyai menyukai hasil karya ku, ditambah dengan pendapat Gus Azmi yang kata beliau juga memujiku.
Satu jam berlalu dan kelas sudah selesai, kami keluar bergantian tapi Bu Nyai menghentikanku.
"Sepertinya kita harus berkolaborasi," ucap Bu Nyai saat kami berdiri di ambang pintu.
Aku melongo tak percaya.
"Saya suka dengan gaya desainmu, Fatimah," tambah beliau.
Aku mengerjap, masih belum percaya dengan pendengaranku, sampai sebuah usapan lembut mendarat di lenganku.
"Kapan-kapan kamu mau kan ikut ke butik saya?"
Aku mengangguk cepat dengan wajah berbinar. "Pasti Bu Nyai, pasti saya mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ta'aruf dalam Sunyi
Teen FictionApa yang kalian fikirkan pertama kali saat mendengar nama Fatimah? Gadis alim? berkerudung? pintar agama? Huft... itulah yang selalu orang pikirkan saat berkenalan denganku, tapi percayalah aku tak sesempurna itu. Aku hanya gadis SMA biasa yang jug...