"Fat ... Fat ...."
Aku menggeram mendengar sayup-sayup suara yang memangilku.
"Fat ... ayo bangun ...." Kali ini seseorang menarik-narik tanganku pelan.
Aku menggeliat, membuka mataku perlahan. Sepertinya otakku belum bekerja maksimal karena sekarang aku merasa berada di tempat asing. "Gue dimana?" Aku terduduk dan seketika kepalaku berdenyut nyeri.
"Hei kamu lupa ya?"
Aku mengikuti arah suara, ternyata Ana telah berdiri di bawah ranjangku dan akhirnya aku mengingat dimana aku sekarang.
"Uda ... ayo bangun, sekarang waktunya sholat malam."
"Emang harus ya? gue masih ngantuk banget. Lo tahu sendiri kan semalem gue tidur jam berapa." Beberapa kali kuregangkan punggungku yang terasa begitu sakit karna hanya tidur beralaskan kasur tipis.
Gadis itu tersenyum manis seperti biasanya, "sholat Tahajjud memang sunnah tapi diwajibkan untuk kita disini, guna melatih kedisiplinan juga," jawabnya yang selalu terdengar bijaksana.
Kulirik jam yang terpajang di dinding, 03.05. Dan seperti yang aku baca di lembar peraturan, bahwa setelah ini tidak akan ada lagi jam tidur sampai di malam berikutnya, oh my God.
Ana terus menarik tanganku, mengabaikan segala macam protes yang ku suarakan, karna dia bilang semua santri sudah berangkat di masjid besar. Semua kegiatan sholat memang dilaksanakan di masjid besar yang berada diantara pondok putri dan pondok putra, pak kyai langsung yang menjadi imamnya.
"Tuh kan kita telat," gerutunya saat telah berada di teras masjid.
Sekarang kita berada di barisan paling belakang. Tak disangka penghuni pondok ini sangat banyak, bisa dilihat dari peserta sholat yang sampai di teras-teras masjid padahal ukuran masjid begitu besar.
Aku mengikuti saja gerakan orang di depanku, walaupun di rumah aku jarang sholat tapi bukan berarti aku tidak tahu gerakan dan bacaan sholat. Hanya saja sekarang aku sudah ketinggalan dan tidak tahu telah rakaat keberapa.
Mungkin setan masih saja menempel di tubuhku walaupun aku telah berwudhu, karna sekarang kantuk kembali menyerangku. Beberapa kali aku menguap dalam sholat, sampai pada sujud terakhir aku tak bisa menahannya, rasanya jiwaku meninggalkan ragaku sejenak, aku tertidur.
"Fatimah ... bangun ...."
Kali ini aku tergagap karna goncangan di tubuhku, aku terduduk, mengelap sesuatu yang merembes di sudut bibir karna tadi aku tidur dengan posisi sujud.
"Sholatnya uda selesai," bisik Ana di telingaku.
"Sorry, gue ketiduran," jawabku tak kalah pelan.
"Iya aku tahu, sekarang waktunya untuk mengaji sambil menunggu adzan subuh," kata Ana.
"Harus disini?"
"Gak harus sih, kita bisa ngaji di kamar tapi yang jarak kamarnya lumayan jauh, akan lebih memilih ngaji di masjid, biar gak bolak balik."
"Kita balik kamar aja ya, kamar kita kan deket," pintaku dan ternyata Ana mengiyakan.
Dalam perjalanan menuju ke kamar, aku memikirkan hal yang agak aneh bagiku. Kenapa setiap santri disini begitu patuh dan melakukan seluruh kegiatan yang diwajibkan walaupun tidak ada satu guru pun yang mengawasi mereka, padahal bisa saja mereka bekerjasama dengan para anggota kamar untuk tidak sholat malam misalnya, aku kira tidak akan ketahuan mengingat jumlah penghuni pondok yang begitu banyak. Sepertinya nanti aku bertanya kepada Ana.
==*==
Matahari perlahan telah menunjukkan dirinya, seperti diriku yang telah bersiap dengan seragam sekolah baru. Gamis panjang berwarna abu-abu bermotif garis merah muda di beberapa bagian yang tampak kebesaran di tubuhku, dengan kerudung yang juga tak kalah besarnya, semua tampak aneh untukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ta'aruf dalam Sunyi
أدب المراهقينApa yang kalian fikirkan pertama kali saat mendengar nama Fatimah? Gadis alim? berkerudung? pintar agama? Huft... itulah yang selalu orang pikirkan saat berkenalan denganku, tapi percayalah aku tak sesempurna itu. Aku hanya gadis SMA biasa yang jug...