Hai selamat datang untuk pembaca yang baru nemuin aku di wattpad...
Jangan lupa di follow dulu akun ku ini, biar gak ketinggalan info ya...
Tambahkan juga cerita ini ke reading list kalian ya...
Selamat menikmati...
==*==
"Astaqfirullahalazim ... sampeyan berdua berzina!"
Kami digelandang menuju ruang pengajar, tanpa bantahan juga tanpa bisa menolak. Kami terlalu bingung serta masih terkejut dengan apa yang terjadi.
Semua berjalan begitu cepat, pikiranku terlalu kalut sampai bisa menyadari sudah banyak orang yang mengerubungi kami. Entah sejak kapan Pak Slamet memanggil para Ustad dan Ustazah untuk datang ke sini, yang jelas aku melihat Ustazah Umi juga berada di hadapan kami.
"Astaqfirullahalazim Fatimah ... apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ustazah Umi sambil mendekat.
"Saya ... saya ... gak ngelakuin apa-apa Ustazah," jawabku terbata, apalagi sekarang mataku melihat Bu Nyai yang memasuki ruangan bersama dengan Neng Wirdah.
Ada sekitar lima pengajar termasuk Ustazah Umi yang berada di ruangan tersebut, ditambah Bu Nyai dan Neng Wirdah. Aku dan Ali duduk berdampingan di kursi depan seperti seorang terdakwah, dan mereka semua duduk berjejer di hadapan kami.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Bu Nyai mulai membuka suara, tatapanya meneliti kami bergantian.
Pak Slamet mulai menceritakan runtutan kejadian, mulai saat dia berkeliling untuk mengamankan lingkungan sampai saat melihat kami berdua di ladang. Tapi semua cerita itu tak ada yang memasuki otakku karena sekarang seluruh perhatianku tersita oleh sosok pemuda yang sangat tak kuharapkan kehadirannya saat ini.
Alih-alih ikut duduk, Gus Azmi memilih untuk berdiri tepat di sebelah Bu Nyai. Dadaku terasa nyeri saat melihat tatapannya yang tak ramah, seperti ada kekecewaan dan amarah.
Bu Nyai berdehem setelah Pak Slamet selesai bercerita, beliau menatap kami seraya bertanya. "Kenapa kalian bisa berada di sana malam-malam seperti ini?" Ekspresi beliau tetap tenang, berbeda dengan semua wajah yang ada di ruangan ini.
"Saya mendapat surat atas nama Fatimah yang meminta saya untuk datang." Akhirnya Ali mulai membuka suara setelah daritadi hanya terdiam.
"Tapi itu bukan dari saya," selaku dengan nada tinggi, membuat semua orang mengerutkan kening.
Ali menengokku sekejap lalu kembali bersuara, "Memang bukan Fatimah langsung yang memberikannya. Saya menemukan surat ini terselip di buku paket Matematika yang kemarin dikumpulkan pada Gus Azmi." Ali menunjukkan sebuah kertas yang baru saja dia keluarkan dari saku kemejanya.
Sebenarnya aku tak peduli apa yang akan mereka semua pikirkan tentangku, hanya pemikiran Gus Azmi lah yang sangat ku takutkan. Melihat bagaimana mata itu menatapku tajam, membuat hatiku sakit. Tatapan teduh yang biasa aku lihat, kini tak ada lagi.
Mataku terasa panas, rasanya kelenjar air mataku mulai terkoneksi dengan perasaanku yang bergetar hebat. Ku gigit bibirku untuk menahan isakan yang siap keluar.
Bu Nyai membaca surat yang diberikan oleh Ali, lalu tatapannya beralih ke Gus Azmi. "Azmi, apa kamu melihat surat ini saat mengoreksi...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ta'aruf dalam Sunyi
Fiksi RemajaApa yang kalian fikirkan pertama kali saat mendengar nama Fatimah? Gadis alim? berkerudung? pintar agama? Huft... itulah yang selalu orang pikirkan saat berkenalan denganku, tapi percayalah aku tak sesempurna itu. Aku hanya gadis SMA biasa yang jug...