Hari-hari berikutnya, Gita tidak berhenti mengingatkan Nawalia tentang perlombaan itu. Meski awalnya ragu, Nawalia akhirnya memutuskan untuk benar-benar ikut. Ia menghabiskan waktu sore di asrama bersama Gita untuk berlatih.
Gita menyodorkan gitar
"Coba nyanyi lagu ini, Al. Aku yakin ini cocok banget sama suara kamu." Nawalia menerima gitar dengan ragu
"Lagu ini? Serius, Git? Ini lumayan susah, lho."
"Kalau nggak susah, bukan tantangan namanya. Ayo, aku yakin kamu bisa. Aku bakal jadi pendengar pertama kamu."
Nawalia menghela napas, memetik gitar perlahan, dan mulai bernyanyi. Suaranya memenuhi ruangan asrama dengan lembut dan stabil. Gita mendengarkan dengan penuh kekaguman, sesekali tersenyum dan memberikan tepuk tangan kecil di tengah lagu.
"Gila, Al! Suara kamu tuh kayak penyanyi profesional. Aku beneran nggak ngerti kenapa kamu nggak pede." Nawalia tertawa kecil
"Aduh, jangan dilebih-lebihkan. Aku masih deg-degan banget kalau nanti harus nyanyi di depan orang banyak."
"Itu wajar, kok. Yang penting kamu latihan terus. Ingat, ini soal menantang diri sendiri. Kamu pasti bakal bikin semua orang bangga."
Hari perlombaan pun tiba. Aula sekolah dipenuhi siswa-siswi dari berbagai jurusan yang datang untuk mendukung teman-teman mereka. Nawalia berdiri di belakang panggung, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdebar.
Ketika tiba giliran Nawalia, suasana aula mendadak hening. Ia melangkah ke panggung dengan ragu, tapi ketika memegang mikrofon, ia menarik napas dalam-dalam dan mulai bernyanyi. Suaranya merdu dan penuh emosi, membuat semua penonton terpana. Setelah selesai, tepuk tangan meriah menggema di seluruh ruangan. Nawalia tersenyum lega, merasa berhasil melewati ketakutannya.
Setelah pengumuman juara, suasana di aula perlahan mulai sepi. Nawalia masih mencoba menenangkan dirinya sambil memegang piala juara 1. Saat itu, Dani, salah satu teman sekelasnya, mendekatinya dengan membawa ice cream.
"Selamat, Al. Aku bawakan ini buat kamu. Ice cream-nya enak, lho, buat ngerayain kemenanganmu." Nawalia tersenyum kecil
"Oh, terima kasih, tapi aku lagi ngga pengen ice cream"
"Ah, jangan begitu. Kamu kan harus menghargai usaha orang. Lagian, aku yang susah-susah beliin. Ayo, coba satu suap aja."
Awalnya, Nawalia ragu, tapi ia merasa tidak enak untuk menolak lebih lama. Akhirnya, ia mencoba suapan pertama. Rasanya manis dan menyegarkan, jadi ia melanjutkan ke suapan kedua. Namun, tak lama setelah itu, tubuhnya mulai terasa aneh. Wajahnya memucat, dan napasnya menjadi lebih berat.
"Aku... kenapa badanku... jadi lemas?"
Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Nawalia terjatuh ke lantai. Gita, yang baru saja kembali dari toilet, panik melihat sahabatnya pingsan. Gita berlari menghampiri Nawalia, wajahnya penuh kecemasan.
Gita berteriak
"Al! Bangun! Kamu kenapa?"
Dani, yang terlihat bingung dan sedikit gugup, menjawab cepat.
"Aku cuma kasih dia es krim, sumpah. Nggak ada apa-apa di situ!" Gita memandang Dani tajam
"Kamu yakin? Jangan main-main, Dani! Ini serius!"
Salah satu guru, Pak Aryo, langsung mengambil tindakan.
"Semua mundur! Jangan panik. Ada yang bisa bantu antar Nawalia ke klinik?"
Di klinik sekolah, perawat segera memeriksa Nawalia. Setelah beberapa saat, perawat keluar dengan raut wajah serius.
"Dia mengalami reaksi alergi. Apa ada yang tahu apa yang dia makan sebelum ini?" Ucap perawat
Gita langsung menoleh ke Dani, yang tampak semakin gelisah.
"Dani, kamu kasih dia es krim rasa apa?"
Dani: "cokelat... tapi ada selai strawberinya"
Gita menyentakkan tangannya ke udara
"Astaga, Dani! Al itu alergi strawberi! Kamu harusnya tahu ini dari dulu!"
"Sudah, jangan ribut dulu. Yang penting sekarang, pastikan dia mendapatkan perawatan." Ucap pak Aryo dengan suara tegas
Setelah diberikan obat oleh perawat, Nawalia akhirnya mulai sadar. Matanya perlahan terbuka, dan ia terlihat lemah.
"Al, kamu nggak apa-apa? Astaga, kamu bikin aku panik!" Ucap Gita dengan suara penuh kekhawatiran
"Aku... kenapa?" Ucap Nawalia suara lemah
"Dani kasih kamu es krim yang ada strawberinya. Kamu alergi, Al" Nawalia menghela napas lemah
"Oh, itu sebabnya... Aku nggak nyadar."
Setalah Nawalia merasa sudah baik baik saja, ia langsung pergi ke asrama diantar oleh Gita dan Dani.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fly To Eternity
Non-Fictioncinta, kehilangan, dan pengorbanan, meskipun hidup penuh dengan ujian dan penderitaan, jiwa seorang pahlawan tetap terbang menuju keabadian.