NAWALIA ADIBRATA ALVARO
adalah seorang gadis berusia 18 tahun yang sedang menempuh pendidikan di SMK Penerbangan, sebuah lingkungan yang menuntut kedisiplinan dan semangat tinggi. Ia lahir dan tumbuh di keluarga militer yang sangat dihormati. Ayahnya, Letjen Rian Adibrata Alvaro, adalah perwira tinggi Kopassus TNI AD yang terkenal dengan ketegasan dan kepemimpinannya. Ibunya, Letkol Aprilia Diantara, merupakan perwira TNI AU yang penuh dedikasi. Kakaknya, Letda Raditya Alvaro, adalah seorang perwira muda di TNI AL, sementara kakeknya adalah seorang Laksamana TNI AL yang memiliki pengaruh besar dalam keluarga.
Pagi itu, matahari belum sepenuhnya terbit ketika Nawalia terbangun oleh dering alarm di kamarnya. Tinggal di asrama sekolah membuat rutinitas paginya berbeda dari kebanyakan remaja. Ia segera merapikan tempat tidurnya, mengenakan seragam olahraga, dan memastikan semua perlengkapannya siap.
Udara pagi terasa dingin ketika ia keluar dari gedung asrama menuju lapangan. Teman-temannya sudah berkumpul, sebagian besar masih terlihat mengantuk. Namun, Nawalia tampak segar, mencerminkan disiplin yang sudah tertanam sejak kecil di lingkungan keluarganya.
Samapta pagi itu dimulai dengan pemanasan ringan, diikuti oleh serangkaian latihan fisik—lari keliling lapangan, push-up, dan sit-up. Nawalia melakukannya dengan penuh semangat, meskipun keringat mulai membasahi wajahnya.
"Ayo, semangat!" seru salah satu pelatih, memberikan motivasi kepada para siswa.
Setelah samapta selesai, Nawalia kembali ke asrama untuk mandi dan bersiap menuju kelas. Sambil mengikat rambutnya, ia memandang cermin.
"Hari ini harus lebih baik dari kemarin," gumamnya pada diri sendiri, sebelum akhirnya melangkah keluar dengan penuh percaya diri menuju ruang kelas.
Setelah selesai kelas pagi, Nawalia sedang merapikan bukunya di meja ketika Gita Syakira, teman dekatnya, menghampiri dengan senyum lebar. Gita adalah teman yang ceria, sering membawa suasana hangat meski di tengah jadwal padat mereka.
"Nawalia, aku mau minta tolong," ujar Gita sambil duduk di samping Nawalia.
"Apa lagi, Git?" tanya Nawalia sambil tersenyum kecil, tahu bahwa Gita selalu punya permintaan mendadak.
"Aku mau ke komplek militer, tantenya aku tinggal di sana. Kamu temani aku, ya. Kan kamu juga udah biasa ke sana," bujuk Gita, matanya penuh harap.
Nawalia awalnya menggeleng pelan.
"Aduh, Git, aku masih ada tugas yang harus dikerjain. Lagi pula, aku nggak enak kalau harus ninggalin asrama terlalu lama."
"Tolonglah, Al! Aku nggak tahu jalan ke sana. Sekalian kita mampir beli jajanan, aku yang traktir," Gita mencoba membujuk lebih keras.
Akhirnya, Nawalia menyerah.
"Oke deh, aku temani. Tapi nggak lama-lama, ya," ucapnya, tersenyum tipis.
Belum sempat mereka keluar kelas, Irgi, teman satu angkatan yang dikenal suka meminjam catatan, datang menghampiri.
"Eh, Al, aku boleh pinjam catatan tugas kemarin? Aku lupa ngerjain, nih," katanya sambil menggaruk kepala.
Nawalia menghela napas panjang.
"Ih, Gi, kamu kapan sih mau berubah? Nih, aku kasih lihat, tapi cuma sebentar ya. Lain kali kerjain tugasnya"
"Iya, janji! Makasih, Al!" Irgi menjawab cepat sambil menyalin catatan Nawalia dengan tergesa-gesa.
Setelah urusan Irgi selesai, Nawalia dan Gita akhirnya pergi menuju komplek militer, memulai perjalanan kecil mereka dengan obrolan ringan dan canda tawa.
Saat perjalanan menuju kompleks militer, Gita tak henti-hentinya bercerita tentang tantenya yang tinggal di sana.
"tanteku itu sering cerita kalau di komplek militer banyak banget yang disiplin banget sampai urusan sekecil apapun," kata Gita sambil memainkan ujung rambutnya. Nawalia tersenyum kecil.
"Ya iyalah, Git. Kan itu kompleks militer, aturan di sana beda sama di luar. Kalau nggak disiplin, bakal langsung ditegur."
"Terus, kamu di rumah juga gitu nggak, Naw? Maksudku, sama ayah sama ibumu yang tentara itu," tanya Gita penasaran.
Nawalia mengangguk kecil.
"Dari kecil udah biasa, Git. Jam tidur, jam makan, semuanya terjadwal. Kalau nggak, bisa kena teguran. Awalnya berat, tapi lama-lama ya udah jadi kebiasaan." Gita menatap Nawalia penuh kekaguman.
"Pantes kamu selalu kelihatan tegas. Kadang aku iri sih, kamu kayak selalu tahu apa yang harus kamu lakuin."
Nawalia hanya tersenyum tipis tanpa menanggapi lebih jauh. Mereka berdua terus berjalan hingga akhirnya sampai di gerbang kompleks militer. Petugas penjaga mengenali Nawalia dan memberi salam hormat.
"Selamat sore, Al" sapa salah satu petugas.
"Sore Pak" jawab Nawalia dengan sopan sambil melangkah masuk bersama Gita.
Setelah beberapa menit mencari, mereka akhirnya sampai di rumah tantenya Gita. Tante Gita menyambut mereka dengan ramah, menyajikan teh hangat dan kudapan kecil.
"Ini pasti Nawalia yang sering diceritain Gita. Kamu ini cantik dan sopan sekali, ya," puji tantenya sambil menatap Nawalia.
"Terima kasih, Tante," jawab Nawalia sambil tersenyum.
Setelah berbincang-bincang sebentar, Gita menyelesaikan urusannya, dan mereka pamit. Dalam perjalanan pulang, Gita tiba-tiba menatap Nawalia dengan penuh rasa ingin tahu.
"Al, aku penasaran. Pernah nggak sih kamu merasa pengen hidup kayak anak biasa, nggak harus di bawah bayang-bayang keluarga militer?" Nawalia terdiam sejenak sebelum menjawab,
"Pernah, Git. Kadang aku pengen bebas, nggak harus selalu disiplin atau sempurna. Tapi di sisi lain, aku tahu ini adalah bagian dari hidupku. Aku nggak bisa lari dari itu."
Gita mengangguk, memahami sedikit beban yang Nawalia rasakan. Mereka terus berjalan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fly To Eternity
Non-Fictioncinta, kehilangan, dan pengorbanan, meskipun hidup penuh dengan ujian dan penderitaan, jiwa seorang pahlawan tetap terbang menuju keabadian.