12

2K 91 0
                                    

Sore itu, Nawalia memutuskan untuk lari sore di sekitar lapangan asrama. Angin sepoi-sepoi menemaninya, dan ia merasa sedikit lebih segar setelah seharian mengerjakan berbagai tugas sekolah. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat seseorang yang tak asing berdiri di dekat lintasan—Letda Rangga Kaivan Athar.

Rangga, yang kebetulan sedang berada di kompleks itu untuk urusan dinas, mengenali Nawalia. Dengan senyum kecil di wajahnya, ia melangkah mendekat.

"Lari sore? Disiplin juga, ya."

Nawalia hanya menoleh sekilas dan kembali fokus pada lintasannya.

"Bukan urusanmu"

Rangga terkekeh pelan mendengar nada ketus Nawalia. Bukannya mundur, ia justru semakin penasaran dengan gadis ini.

"Aku cuma basa-basi, kok. Lagipula, lari sore ini bagus buat kamu kalau mau ikut PSDP. Katanya begitu, kan?"

Langkah Nawalia terhenti. Ia menatap Rangga dengan alis yang terangkat.

"Kamu tahu dari mana soal itu?"

"Aku punya banyak cara buat tahu. Lagipula, ayah kamu itu bukan orang sembarangan, kan?"

Nawalia mendengus pelan, merasa sedikit terganggu dengan bagaimana Rangga selalu muncul di tempat yang tak terduga.

"Kalau cuma mau ngomongin soal itu, mending lanjut aja. Aku nggak ada waktu buat obrolan nggak penting."

Rangga menahan tawanya. Sikap ketus Nawalia justru membuatnya semakin tertarik.

"Kamu selalu gini, ya?"

Nawalia memutar bola matanya.

"Kalau nggak ada urusan lagi, aku mau lanjut lari."

"Oke oke. Tapi, aku nggak akan menyerah buat mengenal kamu lebih baik. Sampai jumpa lagi."

Dengan itu, Rangga melangkah pergi, meninggalkan Nawalia yang mencoba mengabaikan detak jantungnya yang sedikit lebih cepat dari biasanya. Meski ia berusaha keras untuk tetap tenang, ada sesuatu tentang Rangga yang selalu membuatnya terusik, baik secara positif maupun negatif.

Nawalia menghela napas, lalu kembali berlari, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi oleh pria yang tak sengaja menjadi bagian kecil dari harinya.

Keesokan harinya, saat Nawalia sedang bersantai di ruang tamu, Aprilia tiba-tiba masuk sambil membawa beberapa dokumen.

"Al, nanti malam Ayah ingin bicara sesuatu di ruang kerjanya. Jangan lupa."

"Ngomongin apa lagi, Bu? Tentang PSDP?"

"Mungkin. Tapi kamu tahu Ayah, kan? Kalau dia bilang ingin bicara, pasti penting."

Nawalia hanya mengangguk, meski hatinya sedikit was-was. Setelah makan malam, ia menuju ruang kerja ayahnya, Rian Alvaro. Saat mengetuk pintu dan masuk, ia langsung terkejut. Di sana, berdiri Letda Rangga Kaivan Athar dengan seragam rapi, berdiri di samping ayahnya.

"Al, duduk dulu."

Nawalia melirik Rangga dengan tatapan penuh tanya sebelum akhirnya duduk.

"Ini kenapa dia ada di sini?"

Rian tersenyum kecil, sementara Rangga hanya berdiri dengan postur tegap khas militer.

"Dia ini ajudan baru Ayah. Mulai minggu ini, dia akan sering ada di sekitar kita."

Mata Nawalia melebar.

"Apa? Ajudan Ayah? Kenapa harus dia?"

"Karena dia salah satu yang terbaik di angkatannya. Rangga baru saja dipindahkan ke sini, dan Ayah percaya dia bisa membantu tugas-tugas Ayah. Lagipula, ini keputusan dinas. Kamu nggak perlu terlalu khawatir."

Rangga akhirnya berbicara dengan nada tenang.

"Tenang saja, Nona. Saya hanya di sini untuk tugas. Bukan untuk mengganggu."

Nada sopan itu justru membuat Nawalia makin kesal.

"Tugas? Ngapain juga Ayah perlu ajudan segala? Bukannya Ayah biasanya bisa sendiri?"

"Al, cukup. Kamu fokus saja pada persiapan PSDP-mu."

Nawalia terdiam, merasa semua ini terlalu mendadak. Ia melirik Rangga yang tetap berdiri dengan sikap tenang, seolah tak terganggu oleh protesnya.

Setelah beberapa saat, Rian menutup pembicaraan.

"Baik, kalau tidak ada yang perlu dibahas lagi, kalian bisa keluar. Ayah masih banyak pekerjaan."

Nawalia bangkit dari kursinya, menatap Rangga sebentar, lalu keluar dari ruangan. Rangga mengikutinya dari belakang.

Ketika mereka sudah di luar, Nawalia berhenti dan menoleh ke Rangga.

"Jadi sekarang kamu bakal ada di sekitar rumah ini terus, ya?"

"Sepertinya begitu, Nona."

"Jangan panggil aku Nona."

"Baik, Nawalia."

Ia mengucapkannya dengan nada santai, seolah sengaja membuatnya kesal. Nawalia mendengus pelan, lalu berjalan pergi. Di balik ketusnya, ada perasaan tak nyaman yang ia sendiri tak bisa jelaskan. Kehadiran Rangga di rumahnya hanya akan membuat hari-harinya makin rumit.

Fly To EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang