24. Tawaran

635 134 35
                                    

Chanyeol merasa beruntung karena mobil yang dibawa Taeyeon mempermudah mereka untuk melalui medan berbatu. Meskipun dia dan kedua rekannya itu tidak yakin jika jalan ini menjadi satu-satunya petunjuk untuk menemukan Seungwan. Tapi paling tidak, dia sudah berusaha. Dan biar Tuhan yang menunjukkan hasil dari usahanya.

Sooyoung yang duduk di belakang bersedekap. Melihat satu demi satu ruas jalan yang tertutup pohon yang lebat. Sementara, jalan masuknya juga tertutup tembok keras. Perlu waktu untuk benar-benar menemukan jalan masuk ke tempat ini. Dia ingin tahu, apa yang bisa orang lakukan di dalam hutan lindung tersebut. Mencoba mencari cela jika nanti mereka terpaksa harus berlari di sana.

Sudah tiga jam mereka berada di jalan tak berujung itu. Baik Chanyeol, Sooyoung dan Taeyeon mulai panik. Karena bukan cuma bahan makan yang tidak mereka miliki. Melainkan juga bahan bakar kendaraan mereka yang sudah bergeser ke volume terendah. Sementara hari semakin gelap. Tidak ada penerangan. Kecuali dari lampu sorot kendaraan yang mereka gunakan.

"Tae, apa kamu menyimpan bahan bakar cadangan? Kurasa, kita masih belum bisa mendapatkan petunjuk dalam beberaka puluh kilo lagi. Sementara kita tidak bisa kembali," kata Chanyeol.

Taeyeon memang sering kali menyimpan bensin cadangan di bagasi. Jadi dia meminta Chanyeol untuk menghentikan laju mobil. Dia akan melihat apakah bahan bakar yang biasanya diisi ulang oleh Yerim itu masih tersisa. Sebab, seingatnya beberapa waktu lalu dia menggunakannya setengah jerigen.

Taeyeon mungkin harus bersyukur karena Yerim lebih peka daripada yang dia pikirkan. Karena sekarang dia melihat dua jerigen penuh bensin yang cukup untum membawa mereka berjalan lebih jauh. Setelah itu dia menutup pintu bagasi. Bersandar di atasnya. Menengadahkan kepalanya ke arah langit yang abu-abu.

Hening. Sangat jauh dari hingar bingar kota-kota besar di Korea. Dia tidak menyangka jika negara republik korea itu masih punya hutan selebat ini. Jika saja ini bukan misi yang sedang dia lakukan. Mungkin dia sangat menikmati perjalanan ini. Jauh dari polusi. Hening. Dan tabpa jeritan anggota NIS lainnya.

Sooyoung yang mulai bosan juga akhirnya keluar mobil dan ikut bersandar di belakang mobil. Dia ikut menengadah. Merasakan keheningan itu. Sudah sejak lama sekali dia tidak merasa setenang ini. Selalu banyak suara suruhan yang membuatnya harus tutup telinga. Terutama jika Jungsoo, kepala Divisinya mulai mengomel.

"Kak, menurutmu. Jika hutan ini diketahui publik. Apakah kita tetap bisa merasakan keheningan ini? Bukankah ini menenangkan? Karena hening, tenang. Situasi yang dibutuhkan banyak orang," kata Sooyoung yang kini mengalihkan tatapannya kepada Taeyeon.

Taeyeon tersenyum saja. Kemudian dia mengendikkan bahunya. Dia tidak punya jawaban. Atau dia tidak yakin. "Aku berharap jika tidak ada orang lain tahu tentang ini. Karena mungkin, hutan ini adalah satu-satunya hutan yang masih ada di Korea. Semoga saja," kata Taeyeon.

Lalu mereka kembali terjebak hening. Begitu juga Chanyeol yang kini sibuk menyesap asap tembakau dari cerutunya. Mengepul-ngepulkan asap di udara. Sambil menatap lurus jalanan beralas tanah dan daun kering jatuh. Gelap. Terasa buntu. Seperti mengarahkannya kepada ketidakpastian. Tapi dia berdoa. Lebih tulus. Lebih serius. Agar Seungwan segera ditemukan.

×××

Kalau bukan Mark. Siapa ayah dari anak yang dikandung Seungwan? Rasa penasaran yang besar membuat Dorine terpaksa merawat perempuan itu lebih lama. Dan sudah lima jam gadis itu tidak menunjukkan akan segera siuman.

Mungkin, Dorine akan tidur dulu sebelum bertanya siapa Seungwan. Siapa ayah dari anaknya. Dan ada hubungan apa antara dirinya dan Mark. Namun, mencegah gadis itu pergi, Dorine mengeluarkan borgol dan mengunci tangannya ke rangka ranjang.

Sementara Seungwan yang sejak 15 menit lalu itu sudah sadar enggan membuka matanya. Dia ingin tidur lebih lama. Meskipun tidak mengantuk. Agar dia tidak perlu merasakan apapun ketika waktu eksekusinya tiba. Tidak merasa sakit. Tidak merasa tertekan.

Seungwan tahu ketika tangannya dikunci borgol. Dia juga tahu kalau Dorine keluar dari kamar dan membiarkannya sendirian. Saat itulah dia memeluk dirinya sendiri dengan tangan yang masih bebas. Meraba permukaan tubuhnya yang ngilu dan sakit. Jemarinya berhenti di atas perutnya yang masih rata. Dan saat itu tangis keluar lagi dari matanya. Isakan kecil.

Seungwan menahan agar isakannya tidak menarik perhatian. Menggigit bagian dalam mulutnya. Membiarkannya terluka. Asal tidak ada yang tahu kalau dia menangis. Menyesali nasibnya. Menunggu bala bantuan. Memohon kepada tuhan agar memanjangkan usianya.

Tapi Dorine yang terganggu dengan isakan itu segera bangun. Percuma juga dia tidak bisa tidur dengan suara berisik. Jadi dia kembali membuka pintu kamar tempat Seungwan seharusnya istirahat. Menarik kursi sehingga menimbulkan suara derit yang keras. Duduk di samping ranjang Seungwan. Menatap perempuan pucat itu.

"Aku akan menyiapkan bubur. Tapi kamu harus jawab beberapa pertanyaanku," kata Dorine. Dia merogoh sakunya. Mengeluarkan kunci borgol yang dia simpan. "Aku hanya harus berjaga-jaga agar kamu tidak berkeliaran disini," katanya sambil membukan borgol itu. Membebaskan lengan Seungwan.

Seungwan mengusap air matanya yang terjatuh. Dia bergeser menghindari Dorine. Menambah jarak yang memisahakn mereka. Meskipun hanya beberapa milimeter. Seungwan ingin merlindungi dirinya sendiri. Memberikan gestur tidak menerima komunikasi dalam bentuk apapun.

"Kalau kamu peduli dengan anakmu. Kurasa kamu harus setuju dan menjawab semua pertanyaanku. Karena kamu masih butuh makan. Karena dia," Dorine menunjukkan telunjuknya ke arah perut Seungwan. "Butuh nutrisi," lanjut Dorine.

Seunwan tertunduk. Benar. Sejak kemarin dia tidak makan sama sekali. Dia ketakutan sepanjang waktu. Tidak mengingat apapun. Termasuk kebutuhan nutrisi anaknya. Jadi tawaran Dorine sangat menggiurkan. Pikiran itu berlomba-lomba masuk ke dalam kepalanya. Seban dia ragu sebab tidak ada jaminan jika Dorine menyerah untuk melakukan percobaan pembunuhan.

"A-aku.. bagaimana aku bisa percaya padamu?" Kata Seungwan terbata. Wajahnya tertunduk. Benar. Dia bahkan takut untuk memakan makanan yang dibuat Dorine. Bisa jadi makanan tersebut mengandung sianida. Yang bisa membuatnya mati dalam satu tegukan. Satu sendok. Atau bahkan saat dia hanya menghirup aromanya saja.

"Aku tidak pernah menggunakan racun untuk membunuh seseorang. Bukankan martil, pisau lipat dan gergaji mesin lebih terdengar seksi dibanding dengan sianida?" Dorine menyeringai, kemudian dia mengeluarkan pisau cukur dari sakunya yang lain. "Di sini, aku adalah tuan rumah. Aku tahu apapun yang harus aku lakukan. Keputusannya ada ditanganmu," ujar Dorine.

Seungwan bergidik. Dia lagi-lagi menitikkan airmatanya. Ya Tuhan. Dosa apa yang sudah dia lalukan di kehidupannya yang lain sehingga dia harus menerima semua kesengsaraan ini. Dia cuma guru di sebuah taman kanak-kanak. Yang jatuh cinta pada laki-laki biasa bernama Hoojung. Kebetulan lainnya adalah, Hoojung bukanlah Hoojung. Dia adalah Chanyeol. Seseorang yang bekerja pada negara. Yang bilang akan melindunginya. Tapi sampai saat ini dia tidak merasakan tanda kehadiran lelaki itu.

"Apa aku bisa dibebaskan jika aku menjawab pertanyaanmu?" Tanya Seungwan polos.

Dorine tersenyum tajam. "Tergantung jawabanmu cantik," kata dia pelan. Namun cukup membuat Seungwan bergidik.

×××

Maap ya kemarin ga up. Soalnya libur. Jadi akunya mager seharian.

Ohya mau tanya dong. Kalau naskahnya sepanjang ini pas ga sih? Jangan bilang kurang pokoknya wkwkwk. Ini 1100 kata sih. Aku biasa nulis segitu panjangnya. Hahaha.

Eh iya.
Ada yg liat proyek chat SSWxPCY di Never Ending? Hahahah sumpah ih akunya lucuk baru nemu aplikasinya.

Aku bakal lanjutin nanti malem yhaaa. Kebetulan aku Senin libur. Senin loh. Senin. Bukan Minggu.

Dont forget to leave your jejak. Wkwk.

Chrysanthème ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang