11.Jangan Menangis

8.7K 365 4
                                    

"Sudah, jangan nangis. Saya benci melihat perempuan menangis," ucap Miftah membujuk Allya.

"Allya takut bang, nanti kalo Fajar kesini gimana? Atau Fajar gangguin hidup Allya gimana?" isak Allya.

"Kan ada saya, ngapain takut?"

Miftah memeluk erat tubuh Allya, lalu ia cium kening istrinya untuk menenangkannya.

"Jangan takut, saya yang akan menjaga kamu," bisik Miftah.

Allya menenggelamkan kepalanya dipelukan Miftah. Eh?

Flashback on

"Nomor tidak dikenal?" gumam Allya.

Allya pun mengangkat telphon tersebut.

"Assalamu'alaikum, dengan siapa dimana?"

[Lucu, sikap lo tetap ngga berubah.]

Allya membelalakkan matanya. Fajar? Ngapain dia nelphon Allya. Ada apa?

"Ngapain kamu nelphon saya?"

[Ngga papa, gue cuma rindu sama lo.]

Rindu, rindu. Pala lu peang!

"Saya minta ke kamu, jangan ganggu hidup saya, saya sudah punya suami dan kamu juga sudah memiliki pasangankan?"

[Gue baru putus sama Ami. Seharusnya lo ceraiin suami lo juga baru kita balikan, hahaha.]

"Ngga waras!"

Allya langsung mematikan handphonenya, ia menggigit bibir bawahnya.

"Cerita ngga ya sama abang, cerita ngga, cerita ngga, ah ngga usah deh!" ucap Allya.

"Assalamu'alaikum," ucap Miftah memasuki kamar Allya. "Eh? Kamu kenapa? Kaya takut gitu?"

"Apesnya nasib gue!" gumam Allya.

Miftah langsung memeluk Allya. Allya ingin berontak tetapi tubuh Miftah terlalu kuat untuk dijauhkan.

"Ada apa, hm? Kalo ada masalah berbagi, jangan disimpan sendiri. Saya ini suami kamu juga harus tau masalah kamu sebagai istri saya," ucap Miftah memegang kedua pipi Allya.

Assalamu'alaikum Ustadz! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang