Sudah lewat beberapa hari dari kejadian ketika Miki menculik Lenna waktu itu, namun Lenna masih juga senyam-senyum terus setiap mengingatnya. Jadi, ternyata Miki membawa Lenna ke suatu danau. Di sana, mereka kejar-kejaran dan akhirnya Miki kepeleset dan jatuh ke dalam danau. Miki teriak-teriak bilang dia nggak bisa berenang, dan tentu Lenna tak percaya. Akhirnya, Miki berkata kalau kaki dan perutnya keram. Lenna pun—dengan segenap keberanian—melompat masuk ke danau itu juga.
Dan ternyata, Miki hanya bercanda. Lenna tahu ia seharusnya kesal, tapi entah kenapa dia malahan senang.
Dan hari ini adalah hari Senin. Hari ini spesial. Para cewek memakai baju serba warna soft atau pink, sementara cowoknya pakai jas semua. Jadi begini; saat hari Senin pada tiap tahunnya (hanya sekali setahun) akan ada hari seperti valentine day, tapi bedanya adalah akan banyak acara konser dan kios-kios jual makanan di lapangan. Jadilah setiap hari-kayak-valentine ini nggak akan ada upacara bendera. Semacam pensi—mirip—tapi bukan pensi, karena di sini ada acara memberikan cokelat ke gebetan dan segala macam itu.
Sebagian anak lega dan senang karena tak perlu berdiri dua jam di lapangan karena amanat dari Kepala Sekolah yang emang cerewet itu, namun Lenna sedikit kasihan dengan Kepala Sekolahnya—pasti Kepala Sekolahnya itu sudah menyiapkan materi bicara panjang sekali, tapi tak ada yang mendengarkan. Kalau sudah begitu, Lenna pindah berdiri di paling depan—biasanya dia di belakang karena lumayan tinggi—untuk menghargai Kepala Sekolah.
Lupakan soal itu, sekarang Lenna lagi duduk di pinggir lapangan bersama Launa. Lenna memakai baju berwarna peach, sementara Launa berwarna tosca. Mereka berdua tak membawa secuil cokelat pun, karena memang tak berniat memberikan ke siapa-siapa. Ah, mereka berdua juga males beli. Toh, cowok-cowok pasti bisa beli cokelat ke supermarket sendiri, dong?
Launa tiba-tiba menguap. "Gila deh, gue tidur tengah malem karena nonton bola."
Lenna menatap Launa sambil nyengir. "Suka banget sih lo, sama bola."
Launa mendelik. "Oh ya, gimana lo sama Miki?"
"Hah?" Lenna menautkan alisnya. "Nggak ada apa-apaan kok, emang kenapa?"
"Nggak papa sih, cuma nanya doang. Maksud gue, kalian nggak balikan?"
Lenna mengedikkan bahu. "Nggak, tuh."
Baru saja Launa ingin membuka mulut, seseorang duduk di sebelah Lenna. Launa buru-buru mengunci mulutnya lagi dan pura-pura sibuk dengan ponselnya. Siapa lagi kalau bukan Michael Nerdilo Putra?
"Ngapain sih, ganggu orang ngobrol aja," ucap Lenna sebal sambil mendorong Miki sadis. Namun, cowok itu tak bergeser satu sentimeter-pun dari tempatnya duduk. Lenna makin gondok. "Katanya lo sama band lo mau tampil? Udah sana! Hush!"
Miki melirik Launa yang cekikikan tanpa suara. "Jahat banget sih, Len. Aku 'kan cuma mau duduk bareng kamu doang, galak banget."
"Emang! Makanya gausah duduk di sini!" Lenna mendengus. "Tau nggak sih, gue sempet pilek gara-gara lo pura-pura tenggelem kemarin?!"
Baru saja Miki mau menyahut, Launa sudah membuka suara duluan. "KALIAN BERENANG BARENG?"
Pipi Lenna memanas. "N-Nggak! Siapa bilang?!"
Miki tertawa, lalu mengacak-acak rambut Lenna yang sudah tertata rapi. "Ikut ke backstage yuk? Launa juga kalo mau ikut, boleh."
Launa berdeham, lalu berdiri. "Gausah, gue mau ke koperasi bentar, beli karton buat kelas gue. Semoga hubungan kalian tambah—"
"Launa!" jerit Lenna sebal sambil cemberut. Launa hanya tertawa lalu ngacir lari ke koperasi dengan high heels hitamnya. Gila ya, itu anak kebiasaan pake high heels kali, ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NERDIOLA ✔
Teen FictionPROSES PENERBITAN. Alenna Nerdila Putri bener-bener cewek terpopuler disekolah. Tapi tidak, dia bukan terkenal karena dia anak cheers atau sebagainya. Dia terkenal karena dia nerd, ditambah lagi nama tengahnya yang juga sedikit mirip 'nerd'. Michael...