PLAN R

69.6K 4K 177
                                    

"Mau nggak, jadi pacar gue?"

Satu kalimat, lima kata, dua puluh huruf, satu koma dan satu tanda tanya. Anggap Lenna terlalu lebay dan malah terfokus pada hal yang aneh di waktu-waktu seperti ini, namun Lenna benar-benar bingung harus menjawab apa. Miki memang terlihat serius, namun Lenna kembali teringat pada notabene dan status Miki semenjak cewek itu mengenal -- atau paling tidak, mengetahui -- Miki.

Brandalan. Player. Nggak pedulian. Plin-plan. Begitulah kata orang-orang yang sering Lenna dengar. Lenna sendiri tak begitu yakin kalau Miki benar-benar serius walau gelagat Miki padanya cukup meyakinkan. Lenna masih dilema. Dia harus menjawab apa?

Lenna tersentak ketika Miki meremas tangan Lenna tiba-tiba. Cewek itu menoleh untuk menatap Miki yang tengah menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Penuh harap dan ... takut, mungkin? Jujur saja, Lenna bukan orang yang mudah dikelabui atau mudah terperangkap atau apapun, namun Lenna merasa hatinya diremas ketika Miki menatapnya dengan tatapan seperti itu.

Rasanya, menggerakkan bibirnya untuk mengatakan 'ya' saja sudah sesulit memanjat menara Eiffel.

"Lenna?" panggil Miki dengan suara agak serak. Lenna menelan ludah mendengarnya. "Kalo lo nggak suka sama gue, nggak papa kok. Yang penting lo udah tau perasaan gue dan kapanpun lo yakin sama perasaan lo, gue siap dan gue bakal ngertiin perasaan lo juga."

Lenna mengangguk lesu. "Maaf banget, Mik."

"Gapapa."

Setelah itu, Miki menarik tangannya dari tangan Lenna dan keheningan pun terciptakan di antara mereka berdua. Kalau mereka sedang berada di taman atau kebun atau hutan, pasti jangkrik sudah berpesta dengan suaranya yang membuat Lenna suka jengkel sendiri. Lenna pun mencuri pandang ke arah Miki yang tengah memperhatikan pemandangan diluar jendela. Masih hujan, lebih deras dari sebelumnya.

Dan Lenna sempat mengumpat-umpat heboh sendiri karena hujan tersebut persis seperti keadaan hatinya seharian ini. Sedih dan ragu. Dan kecewa, mungkin? Kecewa kenapa? Kecewa karena ternyata Miki tidak terlalu keuhkeuh. Maksud Lenna, ia ingin Miki memintanya lagi untuk jadi pacarnya dan mungkin Lenna akan berpura-pura cuek, lalu Miki mencoba lagi dan barulah Lenna menerima cowok itu. Tapi apa boleh buat, toh nasi sudah menjadi bubur.

Sambil menghela napas samar, Lenna menatap Miki yang masih juga memperhatikan pemandangan diluar jendela. "Miki."

Dengan cepat, Miki menoleh. Wajah cowok itu terlihat biasa-biasa saja, tapi Lenna tahu kalau perasaan Miki tak jauh beda dengan perasaannya sendiri. "Kenapa?"

Lenna terdiam sejenak. Haruskah ia jujur dengan perasannya? Yah, hatinya berkata iya sementara otaknya berkata yang sebaliknya. Lagi-lagi, soal jual mahal. Otak Lenna itu pedagang rentenir atau apa, sih? Setelah menghela napas lagi, Lenna pun menggeleng cepat. "Nggak, nggak papa."

Miki hanya tersenyum tipis lalu kembali mengalihkan pandangan ke jendela. Lenna ingin Miki yang ceria kembali lagi. Ia ingin ngobrol santai dengan Miki seperti kemarin-kemarin. Ternyata, novel fiksi yang Lenna baca baru-baru ini benar sembilan puluh persen. Perasaan bisa mengubah semuanya. Apalagi, kalau perasaan itu adalah perasaan suka. Kalau mereka berdua saling suka, mungkin tak apa. Tapi, kalau tokoh ceweknya menolak tokoh cowok? Biasanya sih, si cowok sok-sok tegar padahal ... yah, perasaan hatinya beda banget. Oh, tapi lebih parah kalau kasusnya adalah kedua teman ini saling suka, jadian dan akhirnya putus. Biasanya pertemanan mereka merenggang dan lama-lama jadi stranger lagi.

Itu sih, katanya buku fiksi Lenna. Lenna nggak tau kisah nyata orang-orang. Kalau benar, berarti Lenna dan Miki udah kayak tokoh di cerita fiksi mereka sendiri.

"Miki," akhirnya Lenna memanggil Miki lagi. "Tadi Tante Maureen bikinin sup. Makan dulu, ya?"

Miki menoleh ke arah Lenna dan menggeleng sambil menatap manik mata cewek itu, membuat Lenna sedikit nervous dan harus menelan ludahnya berkali-kali. "Nggak usah. Nanti aja kalo udah laper."

NERDIOLA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang