22

9 3 2
                                    

Abas telah sampai dan aku belum selesai menemukan nya. Tadi terdengar suara salam nya dan juga obrolannya dengan pembantu Dimas.

Aha! Akhirnya ketemu juga aku pun segera keluar dari kamar Dimas.

"Lama banget sih... ayo buruan!" Keluh Abas. Ia pun segera bangkit dari duduknya.

Aku juga berlari kecil mengikuti Abas. Kami langsung berangkat menuju puskesmas bersama Ayah Abas dan juga pembantu Dimas menggunakan mobil pick up ayah Abas.

Kami sampai disana segera memindahkan Dimas ke mobil. Terpaksa Dimas ditaruh dengan posisi duduk. Secepat yang kami bisa kami pergi menuju kota.

Saat kami sampai disana, rumah sakit kota dua suster perempuan dan satu suster laki laki segera memindahkan Dimas ke ranjang pasien dan membawanya ke ruang perawatan.

Pintu terbuka. Dokter yang ada di dalamnya segera bangkit dan memeriksa Dimas.

"Ya ampun! Cepat ambilkan penawar racun nya!" Seru dokter. Salah satu perawat pun segera mengambil suntikan yang mungkin isinya adalah penawar racun bisa ular.

Aku terus mengintip dari celah celah penutup jendela. Suasana terasa tegang. Dua warga yang mengantar kami ke puskesmas pergi. Mereka bilang akan mengirimkan surat pada orang tua Dimas sekalian pulang.

Dokter masih menangani Dimas dan aku terus mengintip nya. Tiba tiba aku mendengar perkataan seorang suster yang sepertinya mengobrol sen ayah Abas dan pembantu Dimas.

"Pak, bu, maaf ini biaya administrasi nya, tolong segera diurus,"

Ya Allah, kami baru saja tiba, dan langsung ditagih biaya administrasi.

Ayah Abas dan pembantu Dimas saling pandang. Sepertinya mereka bingung.

Aku berjalan menghampiri mereka. Ku lihat dari ekor mataku sepertinya Muti menengok kearah ku dan kemudian kembali lagi memperhatikan penanganan Dimas lewat celah celah penutup jendela.

"Berapa biayanya sus?"

Suster itu tampak sedikit bingung namun akhirnya menjawab juga.

"Em... tujuh ratus ribu dek,"

Aku segera mengambil uang di saku ku. Belum sempurna uang itu keluar dari saku ku ayah Abas lebih dahulu bertanya dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu dan menawarkan separuh nya ia yang bayar, namun aku menolak nya aku juga mengatakan bahwa uang ini adalah uang yang kami dapatkan bersama dengan cara berjualan buah apel dan bunga.

Suster itu menatap ke arah ayah Abas dan pembantu Dimas. Meminta jawaban. Belum sempat jawaban itu didapatkan nya, pintu kamar perawatan Dimas terbuka mengalihkan perhatian kami. Dengan segera aku dan pembantu Dimas mendekat.

"Gimana keadaan teman saya dok?" Tanya Abas.

"Hm... ada kabar baik dan kabar buruk nya," jawab dokter itu.

"Segera katakan kedua kabar itu dok!" Desak ku.

"Kabar baiknya, racun itu dapat dihentikan dan belum menyerang organ vital..." sejenak kami bernafas lega namun tidak ketika mendengar kabar selanjutnya. "... tapi, racun itu, membuat Dia akan kesulitan berjalan,"

"Apa itu selama nya dok? Apa boleh kami menjenguknya?" Tanya Amel khawatir.

"Itu mungkin bisa berminggu minggu atau berbulan bulan, dan untuk menjenguknya bisa sekarang tapi... jangan semua ya,"

"Terima kasih dok,"

Dokter itu pun mengangguk dan pamit pergi.

"Kalian aja yang masuk duluan," ucap ayah Abas. "Nggak papa kan bu?"

Pembantu Dimas mengangguk. Kami pun segera masuk.
______________

"Apa dia sedang tidur?" Tanya Amel sedikit kecewa.

Aku juga sedikit kecewa. Sejak sepuluh menit yang lalu tepatnya saat dari kami masuk, Dimas sedang tertidur lelap.

"Sebaik nya kita keluar saja dulu" ucap ku.

"Oke..."
___________

Yuhu gaesss.... hmm oke deh langsung aja, Votment ya!

Makasih...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang