Akhirnya kami sampai di kebun. Kami duduk dulu di bawah pohon beringin untuk menbagi tugas. Kami sengaja memilih di situ supaya Abas tidak terus terusan memikirkan buah apel segar.
Tugas telah ditentukan aku mendisain, Dimas memberi pupuk, Abas menyiram tanaman, Amel dan Muti memanen apel.
"Eh eh, kenapa Amel dan Muti tidak ikut mendisain saja? Biar aku yang panen apel nya," usul Abas. Tentu saja kami menolaknya. Bisa Bisa bila kami tidak menolak nya batal lah puasa Abas harga ini.
Kami mulai berpencar menjalankan tugas masing masing. Semuanya berjalan lancar, namun situasi itu tak bertahan lama.
"ARGHHH!!!"
Aku terkejut mendengar Triakan itu. Triakan muncul ketika aku tengah asyik mendisain. Ku lihat teman temanku pun panik, tapi tidak ada Dimas. Apakah Triakan itu darinya.
"Tolong!!!"
Aku tersadar dari lamunan ku. Ya itu suara Dimas. Aku segera bangkit dan dengan cepat menghampirinya begitu juga yang lain. Kami dilanda cemas.
Dimas sudah terbaring saat kami menemukan nya. Kesadaran belum hilang. Aku melihat Dimas dari atas kepala sampai ujung kaki. Aha! Aku menemukan penyebab nya.
"U ular! Penyebab nya adalah ular!" Seru ku saat melihat dua titik luka di kaki Dimas.
"Udah cepet sana kalian cari bantuan! Biar aku dan Bintang yang menjaga Dimas, cepat lah!" Titah Abas kepada Amel dan Muti. Mereka mengangguk dan segera lari meninggalkan kami.
Tak lama mereka datang bersama beberapa warga. Warga segera membawa Dimas ke puskesmas terdekat.
___________Detik detik menegangkan kami masih menunggu kabar tentang Dimas.
Clek
Pintu terbuka menampilkan sesosok dokter. Sontak, dengan serempak kami berdiri menghampiri sang dokter.
"Sebaik nya kalian harus membawa Dimas ke rumah sakit kota agar bisa ditangani lebih lanjut," saran dokter itu.
Dua orang warga laki laki yang mengantar kami saling pandang. Mereka bukan siapa siapa Dimas tidak bisa melakukan tindakan sembarangan.
Aku berbalik menatap kedua warga tersebut dengan tatapan memohon berharap mereka menolong kami. Orang tua kami belum ada yang tahu. Kami terlalu panik sampai tidak memberi kabar.
Salah satu warga diantara mereka mengangguk. Ya, pilihan yang bagus.
"Apakah Dimas telah sadar?" Tanya Amel. Sempat ditengah jalan Dimas kehilangan kesadaran nya.
Dokter itu menggeleng. Bahkan untuk membuat Dimas sadar pun dokter itu tak bisa, apakah separah itu? Atau dokter nya kurang profesional?
"Abas, cepat lah panggil ayah mu kemari, kita bisa lebih cepat sampai ke kota--"
"Aku ikut! Ayo Abas cepat!!" Seru ku memotong ucapan pak Ahmad sambil menarik tangan Abas dan pergi meninggalkan puskesmas. Aku tahu menyela itu tidak sopan tapi yang sekarang berbeda.
Rumah Abas telah terlihat dari sini begitu juga rumah Dimas. Tepat di depan rumah Dimas aku berhenti. Abas yang melihat ku berhenti ikut ikutan berhenti.
"Mau apa kau?" Tanyanya heran.
"Ada sesuatu di rumah Dimas yang mungkin berguna" jawabku cepat.
"Kalau begitu cepat lah!" Aku mengangguk. Abas melanjutkan lari nya.
"Assalamualaikum!!" Ucap Ku sambil mengetuk pintu tak sabaran.
"Waalaikumusalam, sebentar!"
Aku terus mengetuk pintu walau sudah mendengar jawaban dari dalam. "Cepat bii!!!"
"Iya" akhirnya pintu terbuka. Aku pun berhenti mengetuk.
"Ada apa sih sampai buru buru begini?" Tanya nya heran.
"Bi dimas digigit ular bi!!" Jawabku.
"Apa?!"
"Sudah lah bi, aku izin sebentar ke kamar Dimas, nanti bila Abas kemari, suruh lah tunggu sebentar" ucap ku.
Aku pun segera ke kamar Dimas. Katakan kah tidak sopan namun ini darurat. Camkan itu. DARURAT!
___________Hi gaess jeng jeng jeng Dimas digigit ular gaess masih pingsan pula.... hiks... kasian...
Udah ah, udah ditunggu sama Dimas dipart berikutnya bye bye
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi
Teen FictionMimpi tentang mimpi mereka. tentang mimpi untuk sahabat mereka. tentang perjuangan menggapai mimpi. tentang Alam yang membantu mereka. sebuah kisah tentang 'mereka'