Pagi itu, suasana di rumah keluarga Alvaro terasa lebih hening dari biasanya. Nawalia duduk di ruang tamu dengan ponselnya di tangan, menunggu dengan penuh kecemasan. Hari ini adalah hari pengumuman apakah ia lolos ke seleksi pusat PSDP TNI atau tidak. Meskipun ia telah berusaha menenangkan diri, detak jantungnya tidak bisa berhenti berpacu.
Di seberang ruangan, Aprilia, ibunya, memperhatikan putrinya dengan penuh perhatian.
"Tenang saja, Nak. Apa pun hasilnya, kamu sudah melakukan yang terbaik," ujar Aprilia lembut, mencoba meredakan kegelisahan Nawalia.
Namun, Nawalia hanya mengangguk tanpa menjawab. Pikirannya terus terfokus pada pengumuman yang akan segera keluar. Beberapa menit kemudian, ponselnya berbunyi—sebuah notifikasi dari website resmi seleksi PSDP TNI. Dengan tangan sedikit gemetar, Nawalia membuka pengumuman itu.
Mata Nawalia terpaku pada layar ponselnya, membaca nama-nama yang tertera di daftar peserta yang lolos. Lalu, ia menemukan namanya
Nawalia Adibrata Alvaro
Sejenak, ia terdiam, mencoba memastikan bahwa ia tidak salah membaca.
"Aku... aku lolos!" serunya akhirnya, suaranya terdengar tidak percaya.
"Aku masuk seleksi pusat, Bu!"
Aprilia tersenyum lebar, rasa bangga dan lega langsung memenuhi hatinya. Ia segera mendekati Nawalia dan memeluknya erat.
"Ibu bangga sekali, Nak. Kamu memang hebat!"
Berita itu pun segera menyebar ke seluruh keluarga. Rian, ayah Nawalia, yang sedang berada di markas, segera menelepon begitu mendengar kabar tersebut.
"Selamat, Nak. Ayah tahu kamu pasti bisa" pesannya dengan nada tegas namun penuh kebanggaan.
Sore harinya, Rangga mendengar kabar itu dari salah satu teman Rian di markas. Tanpa membuang waktu, ia datang ke rumah keluarga Alvaro dengan membawa sekotak cokelat dan bunga mawar putih sebagai ucapan selamat. Begitu tiba, ia melihat Nawalia duduk di teras depan, tampak lebih santai daripada biasanya.
"Selamat, Al" ujar Rangga dengan senyuman hangat, menyerahkan cokelat dan bunga itu.
"Aku dengar kamu lolos seleksi pusat"
Nawalia, meskipun biasanya ketus, kali ini menerima pemberian itu dengan sedikit senyuman.
"Terima kasih" Rangga mengangguk, menghormati semangat juang Nawalia.
"Aku tahu. Tapi langkah besar ini patut dirayakan. Kamu sudah melewati tahap awal dengan baik. Kalau kamu butuh sesuatu, aku selalu ada."
Nawalia tidak langsung menjawab. Ia menatap bunga yang diberikan Rangga, lalu berkata dengan suara pelan,
"Aku nggak suka dirayakan berlebihan. Tapi... terima kasih sudah peduli."
Rangga tersenyum kecil. Ia tahu bahwa itu adalah bentuk apresiasi dari Nawalia, meskipun caranya selalu terasa berbeda.
"Oke, nggak ada perayaan besar. Tapi kalau butuh tempat cerita atau sekadar pelarian dari tekanan, aku selalu ada"
Nawalia mengangguk, kali ini tanpa kata-kata. Dalam hatinya, ia merasa sedikit lebih tenang dengan adanya orang-orang yang mendukungnya, termasuk Rangga. Meskipun perjalanannya masih panjang, momen ini memberinya semangat baru untuk terus melangkah maju.
Hari-hari berikutnya, Nawalia mulai fokus mempersiapkan diri untuk seleksi pusat PSDP TNI. Jadwalnya semakin padat dengan latihan fisik, belajar materi tes akademik, hingga simulasi wawancara. Lingkungan keluarganya mendukung penuh, bahkan ibunya memastikan Nawalia selalu makan makanan bergizi agar tetap sehat.
Namun, semakin mendekati hari seleksi pusat, tekanan semakin besar. Suatu malam, Nawalia duduk di meja belajarnya sambil menatap daftar materi yang harus ia pelajari. Wajahnya terlihat lelah, dan pikirannya dipenuhi keraguan. Apa aku bisa melewati ini? pikirnya dalam hati.
Ketika semua orang sudah tidur, Nawalia masih terjaga. Tanpa ia sadari, ponselnya berbunyi. Ada pesan dari Rangga.
Masih belajar? Kalau otakmu capek Istirahatlah sebentar.
Nawalia membaca pesan itu, lalu menaruh ponselnya tanpa membalas. Namun, dalam hatinya, ia merasa sedikit tersentuh. Rangga selalu saja tahu kapan ia membutuhkan dukungan, meskipun ia tidak pernah memintanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fly To Eternity
Non-Fictioncinta, kehilangan, dan pengorbanan, meskipun hidup penuh dengan ujian dan penderitaan, jiwa seorang pahlawan tetap terbang menuju keabadian.