Part 12

2.1K 109 2
                                    

Sebelum baca, sedekah dulu yuk! Vote tulisan ini. Hatur nuhun 🙏

"Hei Bro! Ngapain ngelamun pagi-pagi?" tanya Harun tiba-tiba muncul dihadapanku.

Aku hanya meliriknya sekilas, dan kembali bergelut dengan pikiranku sendiri.

"Woi!" serunya lagi.

Aku berdecak dan menggaruk tengkung yang tidak gatal.

"Hah! Bingung gue. Ternyata Hanifa adik iparnya Arumi," ucapku meluncur begitu saja.

Harun terdiam, mungkin sedang mencerna ucapanku barusan.

"Oh! Jadi benar kamu suka dengan Hanifa!" serunya tiba-tiba.

Harun, teman sekaligus sahabat sejak kami duduk dibangku SMA. Aku hanya bisa terbuka kepadanya, dibanding yang lain. Jujur, sipat pemilih sudah mendarah daging. Termasuk pertemanan. Tentang Arumi? Tentu saja dia tahu. Dan sekarang, wajar saja jika dia tercengang mendengar pernyataanku barusan.

"Heh! Gue nanya, bener lu suka sama Hanifa?"

"Engga tahu," jawabku singkat.

"Ya Salam. Jangan bilang lu mau jadikan Hanifa pelarian," tutur Harun, mengusik hatiku.

Aku menengadah, memandang luas dan cerahnya langit dipagi hari. Andai hatiku seluas itu, mungkin tidak akan ada rasa ragu.

"Entahlah. Tapi, kalau dikatakan pelarian rasanya terlalu kejam. Aku hanya menuruti kata hati, itu saja."

Kami saling diam, berpikir mencari jawaban.

"Az!"

"Hm?"

"Kalau Hanifa tahu lu pernah suka sama Arumi, gimana?"

Deg.
Pertanyaan Harun membuatku sadar permasalahan terbesar dikemudian hari. Ah, harusnya aku berpikir jauh sebelum bertindak.

"Lu bener!" seruku tegas.

"Akhirnya, aku menemukan kelemahanmu," ujar seseorang dari arah belakang.

Mataku terbelalak mengetahui siapa yang menguping pembicaraan aku dan Harun.

"Siska," gumamku.

Wajah Harun pucat, mungkin dia merasa bersalah dan takut melihat situasi seperti ini.

"Jadi benar isu yang tersebar di Whatsapp grup BEM, kalau kamu menjalin hubungan dengan Mahasiswi baru bernama Hanifa itu?" tanya Siska penuh selidik.

Aku dan Harun diam, bingung harus mengatakan apa. Kalau salah bicara bisa berakibat fatal.

"Kenapa kalian diam? Oh, atau aku bilang saja kepada Hanifa, kalau Kakak Iparnya itu orang yang disukai kamu sebelumnya," tuturnya santai tapi bermakna mengancam.

Aku memandang Harun, dia menggeleng. Aku paham, situasi mulai tidak baik.

"Apa untungnya kamu lakukan itu, Siska?" tanyaku sarkartis.

Dia menyeringai, hatiku sudah tidak karuan. Mersakan firasat buruk akan terjadi antara aku dan Hanifa.

"Tentu ini peluang bagus, aku kasih kamu pilihan."

"Maksudnya?"

"Kamu harus jadi pacarku, Hanifa akan aman dari rahasiamu. Atau ...," kalimatnya menggantung.

"Atau apa?!" tanyaku kesal.

"Dia akan tahu semuanya. Bayangkan, bukan hanya Hanifa yang membencimu, tapi Pak Hanif juga akan menyalahkanmu karena telah menyakiti hati adiknya."

Menikah Muda #Wattys2019 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang