Part 25

1.9K 143 7
                                    

Sebelum baca, yuk sedekah! vote tulisan ini. Hatur nuhun 🙏

#Hanifa

Aku mengelus wajah yang mulai ditumbuhi bulu halus di bagian dagu. Ia lebih kurus dari terakhir bertemu dengannya. Lingkaran hitam tampak jelas di bawah mata, sorot mata sayu menandakan bahwa ia amat lelah. Aku berdosa, tapi ... juga tak kuasa harus tinggal satu atap dengan orang yang masih menyimpan masa lalu.

"Kita cari kebahagiaan masing-masing." Akhirnya ucapan itu lolos begitu saja.

Air mata sudah membanjiri pipi dengan dada yang terasa sesak. Sakit, rindu dan sesal seolah bumbu pelengkap, berkecamuk di hati.

Ia mematung, menatapku tanpa ekspresi. Entahlah, hanya ini jalan yang terbaik.

"Apa ini hukuman untukku, Nifa?" tanyanya seraya berdiri membelakangiku.

Aku terdiam, jawaban apa yang pantas kuberikan kepada orang yang telah memberi luka.

"Atau ... memang kamu mau kembali dengan mantanmu? Itu alasan kamu bersama Aris di club tadi?" Pertanyaannya berhasil menghunus dan merobek kembali luka yang mulai mengering.

"Semua tidak seperti yang Kakak pikirkan," jawabku parau dengan memegangi dada, terasa sesak kembali. Ia memutar badan, lalu berjongkong di depanku.

"Apa pantas seorang istri bersama laki-laki lain pergi ke club? Ditambah, kamu memakai pakaian muslimah ke tempat seperti itu, apa yang kamu pikirkan, Nifa?" Ia menatapku tajam, wajahnya memerah menahan amarah.

Pertanyaannya kali ini memojokkanku. Haruskah menjelaskan kalau Aris memaksa pergi ke sana dengan menyeret tangaku? Atau, aku juga harus bercerita selama seminggu ini menginap di rumah temannya Kak Hanif, Ardi Bintara. Lantas, bagaimana tanggapannya terhadapku?

"Kak, Nifa tidak serendah itu!" seruku mulai terisak. Ia diam, menatapku tanpa mengucapkan apapun.

"Maaf," gumamnya. Aku kasih terisak, harus bagaimana sekarang?

"Ke mana kamu selama seminggu? Aku hampir gila mencarimu." Ia berbicara tanpa memandangku.

Kekalutan menyelimuti hati, takut ia berpikiran buruk kepadaku. Namun, kalau tetap diam, akan menjadi bibit salah paham.

"Maaf, Kak." Hanya itu yang mampu kuucapkan. Kelu lidah ini jika harus menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Lagi pula, apakah ia akan mengerti dengan keadaanku saat itu? Ya, saat ia mengucapkan nama Kak Arumi. Di mana letak hatinya? Ironi bukan?

Terdengar helaan napas berat darinya. Ia menyisir rambut dengan tangannya.

"Katakan ke mana kamu selama seminggu? Tahukah kamu, aku sangat ... kehilanganmu," tuturnya masih dengan menatapku lekat.

Aku membalas tatapannya, sorot mata itu berbeda sejak terakhir kali melihatnya. Apakah hati Kak Azmi sudah berubah?

"A-aku menginap di rumah teman Kak Hanif," ujarku seraya menunduk.

Kak Azmi tidak bersuara. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Namun, aku harap situasi ini segera berakhir.

Tangan Kak Azmi terulur mengelus pipiku serta merta semburat merah muncul tiba-tiba.

"Aku tidak akan memaksamu bercerita, karena aku percaya padamu. Tapi, satu pertanyaan saja, selama kamu pergi tidak terjadi apa-apa kan?" Aku mengerti pertanyaan itu, ini pasti menyangkut keberadaanku dan Aris di club.

"Tidak, Kak." Tiba-tiba, ia memelukku, erat. Kurasakan tangannya mengelus punggungku.

"Maaf, tolong jangan tinggalkan aku. Hukum apa saja, asal jangan minta untuk bercerai."

Menikah Muda #Wattys2019 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang