Part 7

2.3K 128 18
                                    

Sebelum baca, sedekah dulu yuk! Vote tulisan ini. Hatur nuhun 🙏❤

Masa orientasi siswa telah berlalu. Kini saatnya memulai aktivitas belajar sebagaimana Mahasiswa umumnya. Mungkin bagi sebagian orang memulai awal baru dengan semangat penuh. Tapi tidak bagi Hanifa, dia harus bergelut dengan pikirannya tentang Azmi. Konsentrasinya terbagi. Saat manusia diuji dengan dua pilihan, maka kebijaksanaan akan terlihat dari keputusan yang diambil.

Hari ini, Hanifa berdoa semoga tidak ada halangan berarti untuknya mengawali hari di kampus ini. Biarkan hubungan dengan Azmi mengalir seperti air. Tidak ada yang tahu takdir, hanya doa sebagai harapan agar hidup sesuai keinginan.

"Ini," ujar Azmi menyodorkan selembar kertas. Hanifa bergeming, tidak mengerti maksud Azmi.

"Apa?"

"Proposal ta'aruf, anggap ini langkah awal kita untuk saling mengenal. Nanti buat biodata kamu ya," tutur Azmi tersenyum hangat. Saat menerima kertas itu, jantung Hanifa berpacu dengan cepat. Keringat dingin menghiasi tangan, seperti ada aliran listrik ditubuhnya. Perasaan yang tabu bagi Hanifa alami saat ini.

Dari jauh, Siska mengamati gerak-gerik Azmi dan Hanifa. Dia sudah curiga, ada yang salah dari pertemuan mereka saat Hanifa menjalani masa orientasi sebagai Mahasiswi baru. Azmi yang selalu jutek dan cuek ketika berhadapan dengan perempuan berbanding terbalik saat bersama Hanifa. Sisi tenang Siska terusik, iri dengki menyusup hatinya. Rencana buruk mulai berdatangan. Jika cinta sudah menutupi mata hati maka rasa kemanusiaan akan hilang tak berperi. Ambisi dan ego merajai gadis bertubuh sintal. Penolakan sudah merongrong harga diri, tidak ada yang tersisa kecuali tekad untuk memiliki. Siksa berjalan menyusuri koridor untuk mengahmpiri Azmi dan Hanifa.

"Hai, Azmi!" seru Siska merangkul tangan Azmi. Azmi terkesiap, dia mencoba melepaskan rangkulan Siska. Tapi, ranggkulannya begitu kuat.

"Kamu lagi apa? Lepas, Siska!" seru Azmi tegas. Siska bergeming, dalam pikirannya adalah membuat Hanifa mengerti dengan caranya. Dan itu berhasil, Hanifa menunduk menyembunyikan perasaan yang entah seperti apa.

"Lho, harusnya aku yang bertanya. Sedang apa kamu? Rapat BEM akan dimulai, ayo!" ajak Siska menarik tangan Azmi. Malas rasanya berdekatan dengan Siska, tapi mau bagaimana lagi? Tugasnya sebagai anggota BEM tidak bisa dicampurkan dengan masalah pribadi.

"Hanifa, jangan lupa apa yang aku katakan tadi ya," ujar Azmi lembut.

Siksa semakin gencar menarik tangan Azmi. Tak rela laki-laki dambaan bersikap lembut kepada perempuan lain.

"Ayo!" seru Siska menarik lebih kencang tangan Azmi, dan berhasil. Azmi berjalan terpogoh-pogoh mengikuti langkah Siska. Sebelum menjauh dari Hanifa, Azmi mengisyaratkan bahwa dia akan menghubungi sang gadis dengan menempelkan ibu jari di telinga dan kelingking di sudut bibirnya.

Hanifa membeku. Mencoba menterjemahkan adegan yang barusan tersuguh di depan mata. Ada yang teriris di dalam sana, semakin bertamah ragu kala tak ada penjelasan darinya.

"Aku harus bagaimana?" cicit Hanifa pada diri sendiri.

***

"Lepas!" seru Azmi setengah membentak. Siska langsung melepas rangkulannya. Sakit rasanya jika orang tercinta bersikap acuh tak acuh. Padahal Siska sudah melakukan segala cara untuk mendapatkan hatinya.

"Apa yang tadi kamu lakukan?"

"Tidak ada. Aku hanya mengingatkan untuk rapat BEM," jawab Siska beralasan.

"Dengan cara merangkulku?"

"Memangnya salah?"

Azmi membuang nafas, kasar. Percuma berdebat dengan Siska. Dia tidak pernah mau kalah. Tidak memperpanjang masalah adalah pilihan baik untuk Azmi.

Menikah Muda #Wattys2019 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang