Part 26

1.8K 149 11
                                    

Sebelum baca, Yuk sedekah! Vote tulisan ini. Hatur nuhun 🙏

Aku berjalan beriringan dengan tangan yang tidak lepas dari genggamannya. Wajah Kak Azmi lebih cerah dari sebelumnya. Sesekali aku merilik dari ekor mata, tidak pernah bosan untuk menatap wajah tampan itu.

"Kamu suka makanan apa?" tanyanya seraya menoleh. Aku gelagapan, takut aksiku dipergoki olehnya, ditambah pertanyaan yang dilontarkan membuatku keheranan.

"Hah?" tanyaku, meyakinkan lagi kalau perdengaranku tidak salah. Ia tersenyum seraya mengelus pipiku, serasa memanas wajah ini.

"Kamu suka makanan apa, hm? Mungpung masih di jalan, kita beli makanan kesukaanmu." Aku menunduk malu, tidak percaya ia mengatakan hal yang sangat kunanti sedari dulu. Janji yang tempo hari diucapkan mulai ditepati.

"Em, Nifa suka kebab," jawabku masih menunduk. Kak Azmi menangkap perubahan sikapku. Ia terkekeh seraya mengacak ujung jilbab abu-abu yang kukenakan.

"Baiklah, ayo kita beli kebab!" Ia menarikku, menyusuri jalan untuk menemukan pedagang kebab.

Aroma tubuhnya menguar diterpa angin malam. Tanpa kusadari bibir ini terus tersenyum mendapatkan perlakuan spesial seperti sekarang. Ah, ingin rasanya waktu berhenti, membiarkan kami terlena dalam romansa penuh rasa yang membuncah di dada.

Tidak lama kemudian, terlihat di ujung jalan pedagang kebab yang ramai pembeli, aroma khasnya menusuk hidung, mengundang rasa lapar yang mulai mendera. Malam minggu jalan-jalan ke pasar malam tidak buruk juga.

"Kita makan di sana saja, ya," tutur Kak Azmi masih menggenggam tanganku. Terlalu senang, hanya mampu mengangguk tanda jawaban. Hatiku sudah dipenuhi bunga-bunga dan kupu-kupu yang siap keluar dari dalam perut. Hei, aku sedang jatuh cinta.

Setelah memilih tempat duduk dan memesan, kami mengobrol ringan. Sesekali diselingi canda tawa, membuat hatiku menghangat. Mungkin Kak Azmi yang sekarang adalah sosok asli, tanpa kuduga wajah rupawan itu bertambah menawan saat tertawa lepas.

"Maaf," gumamnya tiba-tiba di tengah obrolan tak menentu. Aku terdiam mendengarnya.

Ia menatapku lekat, tangannya terulur menggenggam salah satu tanganku yang bebas di meja. Seperti tersengat aliran listrik yang membuat jantung berpacu lebih cepat, bersamaan dengan darah yang mendesir hingga ubun-ubun.

"Maaf sudah banyak menyakiti hatimu. Aku sadar, selama ini telah berbuat salah." Ia masih menatapku lekat, perutku seperti diaduk serta merta rasa hangat di pipi begitu terasa.

"Kita mulai dari awal, sesuai dengan janji awal penikahan. Aku akan belajar mencintaimu, sayang." Ribuan kupu-kupu beterbangan di sekitarku, ikut merasakan sesuatu yang membuncah di dada, hingga cairan bening tak kuasa lagi kutahan.

"Tolong beri aku kesempatan dan kepercayaanmu, ya," ujarnya seraya menghapus jejak air mata. Tak mampu berucap dan hanya anggukan kepala sebagai jawaban. Ya Allah, apa seindah ini jatuh cinta?

"Kak, Nifa juga minta maaf sudah pergi tanpa izin dari Kak Hanif." Aku mengakui kesalahan, bagaimanapun laki-laki di depanku ini adalah suami. Surgaku ada padanya.

Degup jantung kembali berdetak kencang mendapati sorot matanya berbeda dari sebelumnya, mungkinkah ia marah?

"Ini pesanannya," ucap pelayan tiba-tiba. Sorot mata Kak Azmi kembali normal, aku bernapas lega. Setidaknya untuk kali ini, selamat dari kemungkinan Kak Azmi marah.

Kami menyantap hidangan dalam diam, sesekali aku melirik ke arah Kak Azmi. Ia sepertinya marah, terlihat dari raut wajahnya yang dingin, tidak seperti tadi. Bodoh! Harusnya aku tidak berbicara masalah itu.

Menikah Muda #Wattys2019 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang