Part 27

1.8K 157 8
                                    

Sebelum baca, yuk sedekah! Vote tulisan ini dengan klik bintang di pojok kiri bawah. Hatur nuhun ❤

Aku mematung, mendapati Kak Ardi memelukku erat hingga sesak rasanya. Aku memukulnya pelan, isyarat memberi tahu akan keadaanku saat ini.

"Maaf," ujarnya seraya mengurai pelukan.

Aku mengatur nafas dan melihat Kak Hanif berdiri di samping Kak Ardi dengan tangan yang dilipat di depan dada. Tunggu! Kak Azmi ... aku menoleh ke samping. Dia menatapku tajam, rahangnya mengetat. Ya, sudah dipastikan suamiku marah.

Kembali kutatap tiga orang yang berdiri menjulang di depanku. Wajah dengan ekspresi yang berbeda-beda. Mata berbinar dengan raut sumbringah tergambar jelas di wajah Kak Ardi. Kak Hanif menampilkan raut wajah dingin dan Kak Arumi, sorot kekhawatiran terlihat jelas.

Situasi seperti apa ini? Bagaimana aku menjelaskan kepada Kak Hanif dan suamiku. Sedangkan, mereka tidak tahu kejadian yang sebenarnya selama seminggu yang lalu.

"Em, sebaiknya kita duduk dulu," ucap Kak Arumi, sukses memecah ketegangan.

Tidak ada yang menimpali ucapan Kak Arumi. Kami duduk di ruang tamu dalam keheningan.

"Em, Nifa. Bantuin Kakak ke bela ...."

"Biarkan dia di sini!" seru Kak Hanif menyela.

Mendengar suaranya yang berat, aku yakini Kak Hanif menahan amarah yang mulai muncul. Posisiku sangat sulit, bergerak saja rasanya kaku.

Kak Arumi melirikku sekilas lalu dia pergi ke arah dapur, meninggalkan aku dan ketiga laki-laki yang membuatku serba salah, canggung dan takut.

Cukup lama kami berdiam diri, tak ada yang mau memulai pembicaraan. Aku hanya bisa menunduk, tak tahu harus berbuat apa.

Terdengar helaan nafas berat dari Kak Hanif, sedetik kemudian dia berdehem.

"Jelaskan! Kenapa bisa kamu menginap di rumah Ardi dan tidak memberiku kabar?" tanya Kak Hanif sukses membuatku mengangkat kepala seraya menoleh ke arah Kak Azmi.

Kak Azmi menatapku, dingin. Rahangnya semakin mengeras, kualihkan pandangan pada tangannya yang mengepal. Dia pasti marah besar.

"Jawab Nifa!" sentak Kak Hanif sukses membuatku melonjak.

"Ni-nifa ... maaf, Kak." Aku menunduk lemah, tidak bisa memberikan pembelaan apapun.

"Jangan salahkan, Nifa, Kak. Saya yang salah," ujar Kak Azmi, sontak membuatku memandangnya.

Dia melirikku sekilas lalu kembali menatap Kak Hanif.

"Nifa pergi dari rumah karena saya. Kalau mau dihukum, hukum saja saya."

Tak percaya mendengar ucapan suamiku. Bukannya dia marah? Kenapa tiba-tiba berujar seperti itu? Hatiku merasakan firasat buruk.

"Tunggu! Kamu ... anak muda yang tempo hari hampir menabrakku, kan?" tanya Kak Ardi tiba-tiba.

Kebingungan melanda pikiranku. Situasi yang begitu rumit, dari mana Kak Ardi tahu suamiku dan dia mengatakan sesuatu yang memunculkan banyak pertanyaan di benak.

"Iya, Pak. Itu saya, Hanifa istri saya."

"Istri? Kamu sudah menikah, Nifa?"

Serasa dihimpit sesuatu, sesak. Semua mata tertuju padaku, seperti menguliti diri ini yang diam tak berkutik.

"Jelasakan semua ini, Nifa," ucap Kak Azmi dengan suara berat.

Aku menutup mata seraya menghempuskan nafas secara perlahan. Hatiku berkecamuk, tidak siap untuk membeberkan perihal ini. Namun, posisiku sudah terpojok. Tidak ada pilihan lain.

Menikah Muda #Wattys2019 [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang