Sebelum baca, yuk sedekah! Vote tulisan ini. Hatur nuhun 🙏
PoV Hanifa
Aku berjalan gontai keluar kamar, malas sekali. Ingin mengurung diri, tapi apalah daya tugas kampus memaksaku harus pergi. Akh, kenapa masalah menjadi rancu begini?
"Kenapa muka kamu kayak baju belum disetrika, kusut?" tanya Ibu dengan membawa nasi goreng, sarapan untukku.
Aku menggedikkan bahu. Malas sekali harus membahas dia di pagi hari. Aku simpan dulu masalah kemarin, saatnya mengisi perut.
"Oh, iya. Kata Hanif, kamu dilamar orang?"
"Ohok!!"
Segara kusambar gelas berisi air putih. Menenggak isinya hingga tak tersisa. Ibu bergegas menepuk-nepuk punggungku. Pertanyaan yang aku hindari meluncur juga.
"Kalau makan itu hati-hati, kamu perempuan. Anggunlah sedikit," ujar Ibu masih menepuk-nepuk punggungku.
Ah, rasanya hilang selera makanku. Dengan malas, kudorong piring berisi nasi goreng yang masih penuh.
"Lho, kenapa? Kamu tidak mau sarapan?" Perutku rasanya sudah kenyang dengan pertanyaan Ibu.
"Selera makan Nifa hilang, Bu," ucapku jujur. Ibu mengeryit, merasa heran. Lalu dia duduk di sampingku.
"Berarti yang dikatakan Hanif, benar?" tanya Ibu selidik. Aku mengangguk lemah, apa mau dikata? Semua memang benar adanya.
Tak terdengar suara Ibu. Mungkin sedang bergelut dengan pikirannya sendiri.
Tok ... toktok ....
Terdengar suara ketukan pintu, memecah keheningan. Ibu terperanjat kaget."Aduh! Siapa yang bertamu pagi-pagi sih?!" geturu Ibu. Masih terdengar ketukan pintu di luar sana. Bergegas Ibu membukakan pintu untuk tamu tak diundang. Aku menanggapi cuek, saat hendak beranjak dari tempat duduk, sosoknya membuatku terpaku. Untuk beberapa saat mata kami saling bertemu, lalu segera tersadar mendengar deheman Ibu.
"Ekhm! Ini tamunya lho. Ayo silahkan duduk," tutur Ibu. Tadi saja menggerutu, sekarang malah girang bukan main.
"Kamu ngapain diam? Buatkan minum untuk tamu kita!" seru Ibu menginterupsi. Ah, malas rasanya. Tapi, aku masih ingat tatakrama tentang adab memperlakukan tamu. Tanpa menunggu lama, teh hangat manis dan setoples camilan bertengger manis di meja ruang tamu.
"Bu, Nifa berangkat ya, " ujarku dengan tas selempang di tangan, sudah siap berangkat kuliah.
"Saya juga berangkat, Bu," tutur laki-laki yang bertamu. Aku mengela napas, malas sekali rasanya berangkat dengan dia. Kenapa juga berani menunjukkan batang hidungnya? Belum kapok juga.
"Oh, ya sudah. Cepat kalian berangkat, nanti telat lho." Ibu begitu antusias. Kalau saja tahu apa yang di perbuat laki-laki brengsek ini, Ibu pasti sudah memaki-maki. Tapi, aku sengaja tidak bercerita, membuatnya khawatir bukan pilihan tepat.
Aku mengangguk, tanda setuju. Lebih cepat keluar dari rumah, lebih cepat juga menjauh darinya.
"Apa dia yang dimaksud Kakakmu?" tanya Ibu setengah berbisik. Aku yang paham maksudnya pun menggeleng kuat. Enak saja! Tidak sudi aku berdanping dengan Aris, laki-laki yang tidak terima dengan statusnya sebagai mantan.
***
"Sudah, jangan ikuti terus. Sana pergi!" usirku. Aku menolak tawarannya, tapi dia bersikukuh untuk mengantar kuliah.
"Aku antar saja, biar cepat ya!" serunya tidak mau mengalah. Dalam benak aku mensyukuri karena telah mengakhiri hubungan kami. Tipe pemaksa, bukan seleraku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Muda #Wattys2019 [SUDAH TERBIT]
Storie d'amoreSeorang laki-laki yang bernama Azmi tiba-tiba melamar perempuan yang baru lulus SMA. Bagaimana kisah selanjutnya? Yuk, baca! Ini adalah Sekuel SCA. Plagiat! Jauh-jauh sanaa, husssshhtt ... hussstttthhhttt ... sana! 👿