Sejak kepergian Hana, Dafa selalu datang ke rumah Rain dan meminta Rain agar tinggal di rumahnya. Ucapannya begitu tulus sampai Rain menyadari kalau ayahnya Hana itu sudah berubah.
Tapi Rain selalu menolak ajakan itu. Dengan dalih ingin menjadi anak mandiri yang bisa bertahan hidup tanpa orang tua.
Tapi Dafa, tidak putus asa. Dia selalu datang ke rumah Rain. Untuk memberi Rain uang, makanan, baju, dan barang lainnya. Atau hanya sekedar mengobrol. Agar Rain nyaman dengannya. Rain menerima semua itu. Selain karena dia memang membutuhkan, dia juga menghargai Dafa yang ikhlas memberikan itu semua. Dafa juga melakukan itu karena dia kesepian di rumah.
"Saya akan selalu menerima kamu di rumah saya. Pintu rumah saya akan selalu terbuka untuk kamu. Datanglah ke saya bila ada sesuatu yang kamu inginkan. Kamu telah saya anggap sebagai anak saya," ucap Dafa suatu hari.
Rain mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban.
Hari ini, hari senin. Setiap hari senin, Rain selalu ingin cepat-cepat pulang. Karena baginya, senin adalah hari yang melelahkan. Selain itu, dia juga harus mengajar les privat nanti jam 4.
Tapi, saat ini sedang hujan. Tepat ketika bel pulang berbunyi, hujan datang. Langsung deras. Rain menghela nafas kecewa, dia tidak membawa jas hujan. Sepertinya jadwal tidurnya akan tertunda.
Rain melihat jam di pergelangan tangannya. Jam 3. Sudah satu jam dia menunggu hujan berhenti di depan kelas yang paling dekat dengan parkiran. Tapi bukannya berhenti, malah makin deras.
Tiba-tiba seorang siswi berdiri di sampingnya. Seseorang itu menoleh ke Rain dan tersenyum.
"Kak Rain, ya?"
Rain menoleh lalu mengangguk sambil tersenyum singkat.
"Mantan ketua OSIS gitu amat ya. Kayaknya pas MOS kemaren, kaga cuek gini," ucap siswi itu.
Rain mengernyitkan dahi, "Maksud lo apa?"
Siswi itu tertawa, "Eh eh, selow ka! Gue ngomong jujur kali"
Rain mengatur nafasnya, mencoba lebih tenang dan santai.
"Lagian ka, hujan itu bukan buat di ratapin. Tapi di nikmatin. Nama kakak aja yang Rain, tapi sama hujan nggak suka"
"Lo nyolot amat de. Lagian gue suka kok sama hujan. Tapi tumbenan dia datengnya di saat yang nggak tepat. Gue mao pulang, ngantuk, mao tidur"
Siswi itu mengangkat sebelah alisnya, "Suka-suka aja. Nggak suka, nggak suka aja. Jangan setengah-setengah gitu dong. Kalau suka, nikmatin kapanpun hujan dateng. Jangan kayak gitu. Labil amat lo kayak anak SMP. Nikmatin dong hujannya, kayak gini nih contohnya..."
Siswi itu melangkahkan kakinya, menghindari atap yang melindunginya dari hujan. Sekarang tubuhnya basah karena hujan.
Dia tersenyum menatap Rain lalu dia mengangkat tangannya, menadahkan hujan. Dia bersikap seolah-olah air itu bisa ditangkap oleh tangannya.
"Ada banyak hal yang bisa lo lakuin buat menghibur diri ka, kaya gini contohnya!" ucap siswi itu meninggikan volume suaranya agar Rain mendengarnya.Deg
Itu kalimat yang pernah Rain ucapkan pada Hana. Hana... Ahh.. Bahkan sampai saat ini, Rain masih terus mengingat gadis itu. Rain merasa sangat bersalah kepada Hana.
"Kenapa lo nggak bisa nikmatin semua ini? Takut sakit? Lemah amat lo ka!"
Rain tersadar dari lamunannya. Dia tersenyum menatap siswi yang sedang meremehkan seorang Rain.
"Nggak! Gue nggak lemah. Sembarangan aja lo ngomong!"
Ya, Rain tidak lemah. Hanya saja, dia akan flu jika setelah hujan-hujanan, dia tidak mandi. Selama habis hujan-hujanan dia mandi, dia tidak akan sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apa Itu Cinta? (Completed)
JugendliteraturCinta itu tumbuh di hati yang lapang karena dia tidak bertepi. Kehidupan yang sulit dan rumit ini, sering kali membuat manusia melupakan itu. Sehingga cinta selalu terkesan sempit dan rumit. Memang benar menghadapi kehidupan yang sebenarnya tidakla...