4) Keadaan genting

144 9 0
                                    

Rain memasuki sebuah club malam. Bukan, bukan dia ingin mabok. Tapi dia akan membawa pulang Syafana—sahabatnya dan Reyhan.

"Ana, pulang yuk!" ucapnya lembut kepada Syafana yang kesadarannya sudah hilang.

Syafana mengangguk dan memegang lengan Rain. Rain hanya diam dan menariknya keluar dari tempat terkutuk itu.

Di parkiran, Reyhan masih menunggu. Saat mereka sampai di parkiran, Reyhan langsung membawa Syafana masuk ke dalam mobil.

Baru saja Rain akan masuk ke dalam mobil ketika melihat Hana berjalan limbung keluar dari club itu.

"Rey, bentar ya!"

Reyhan mengangguk.

Rain menghampiri Hana dan menggenggam lengannya.

"Hei, lo mau ke mana?"

Hana menoleh dan menepis tangan Rain.

"Nama gue Hana!"

Rain mengangguk dan tersenyum lembut, "Hana, lo mau ke mana malem-malem gini?"

"Gue mao pulang!" ucap Hana ketus.

"Gue anterin ya? Ada Reyhan sama Syafana juga di mobilnya Reyhan"

"Nggak, gue nggak kenal sama lo semua!"

Rain memegang lengan Hana dan menuntunnya ke mobil.

"Lo kenal sama gue kok!"

Saat baru akan membuka pintu mobil, handphone Hana berdering. Hana mengurungkan niatnya masuk ke mobil Reyhan dan memilih mengangkat telpon itu. Rain berdiri di sampingnya, tapi Hana seakan melupakan kehadirannya.

Dia diam saja, tidak berbicara dengan orang di seberang sana padahal telpon sudah terhubung. Samar-samar Rain mendengar ucapan orang itu.

"Hana, kamu dimana? Ini ayah pulang lagi berantem sama ibu! Cepetan pulanglah! Gue males nih kalau lo udah begini. Lo pasti mabok kan? Alah dasar lo anaknya jalang! Nggak ada bedanya sama ibu lo!"

Hana tetap diam sampai telpon itu ditutup. Kesadarannya kembali setelah mendengar ucapan seseorang itu. Rain malah sangat terkejut, tapi dia buru-buru menetralkan keterkejutannya itu.

Hana berbalik dan berjalan meninggalkan Rain. Kali ini Rain mengejar dan menarik tangan kanan Hana yang memegang handphone.

Hana menghentikan langkahnya dan menoleh. Rain mengambil handphone Hana dan mengetikkan nomor telponnya.

"Save nomor gue. Kalau lo lagi butuh telpon aja nggak apa-apa. Gue jomblo kok, gue bisa nemenin lo kalau lo butuh. Simpen aja, walaupun lo nggak berniat nelpon gue!"

Lalu Rain pergi meninggalkan Hana yang termenung menatap handphonenya. Matanya berkaca-kaca.

"Gue nggak butuh nanti. Seandainya aja ada yang peka. Gue butuhnya sekarang!"

Tapi saat dia menoleh ke belakang, Rain tidak berbalik atau sekedar menoleh. Akhirnya dia berjalan pulang, sendirian.

"Emang nggak ada juga yang peduli," ucapnya pelan.

Sesampainya Hana di rumahnya.

Kegaduhan menyambutnya. Suara tangisan dan ringisan ibu terdengar dari pintu. Untunglah keluarga ini tidak pernah memiliki seorang pembantu, jika ada, pembantu itu akan terluka atau gila karena sering melihat semua ini.

Hana menghampiri ibunya yang sudah terduduk, lemas. Hana berjongkok dan mencoba meraih lengan sang ibu, tapi tangannya di tepis.

"Semua ini karena Hana! Bukan karena aku! Kalau kamu mau siksa, siksa aja Hana!"

Apa Itu Cinta? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang