Butir hujan mulai nampak di kaca jendela mobil, Hujan di waktu senja tinggal sedikit di batas kota. Shanum tampak termenung, menatap kosong jalanan yang mulai becek dan orang yang berlalu lalang mencari tempat berteduh. Membuat cowok di sampingnya mendesah, tetapi terdengar mengabur diterpa suara air yang jatuh dari langit. Sedari tadi Gama membiarkan hati dan logika berdebat sepanjang hari, hingga membuatnya lelah dan terpaksa mengalah.
Gama sadar tidak ada perasaan yang bisa dipaksakan. Ada baiknya sebuah perasaan disimpan lalu dilupakan daripada mengikatnya terlalu kencang lantas putus dan hilang.
"Sorry, gue udah lancang tadi," Gama akhirnya bersuara ditengah suara hujan. Tangannya terulur menggenggam tangan di ujung sana. Terasa dingin. "Lo maafin gue kan?"
Sementara Shanum hanya terdiam dengan tatapan kosong ke luar jendela. Benaknya bertanya-tanya hingga detik ini, apa memang cewek dan cowok tidak bisa bersahabat dekat sampai mereka berusia lanjut--bahkan sampai mati saja? Apa Tuhan sengaja menciptakan rasa cinta yang pelik ini dan menempatkannya diantara mereka supaya terasa nikmat sekaligus nyeri? Shanum masih menunggu kalimat-kalimat Gama yang ia tidak tahu harus dibalas dengan jawaban apa. Lidahnya kelu seketika.
"Gue tau rasa gue ke lo salah. Tapi beri kesempatan buat gue berjuang kalaupun akhirnya ikatan kita akan tetep jadi sahabat," Gama menepikan mobilnya lantas memusatkan seluruh atensinya pada Shanum. Menggesek-gesek tangan yang dingin itu dan meniupkan nafasnya untuk memberi kehangatan. Ingin sekali ia genggam tangan gadis itu selamanya tapi terkadang tidak ada yang abadi dari sebuah raga.
"Kata orang pacar bisa jadi mantan, suka bisa jadi benci tapi yang namanya sahabat akan tetep di hati, Sye," Ujar Gama menatap lekat sahabatnya.
Diam dan memgamatinya dari dekat merupakan sebuah anugerah bagi Gama yang seharusnya dia syukuri tanpa menuntut lebih.
Gama mulai mencoba berdamai dengan debar yang sering tiba-tiba muncul tanpa diundang. Dia tidak ingin rasanya malah membuat Shanum menjauh darinya, memaksanya mencoba menempatkan diri sebagai sahabat terbaik bagi Shanum sudah cukup membuatnya bahagia. Namun sungguh ada rasa yang tak biasa. Semakin ditahan semakin besar. Debar-debar itu harus segera menemukan jawaban. Yang dia tau bisa menggembirakan atau malah mengecewakan.
"Gam," Suara Shanum bergetar. Masih belum berpaling ke arah Gama.
"Please jangan jutekin gue karena perasaan gue. Hidup gue berasa hambar, Sye." Nada memohon Gama berhasil membuat Shanum menoleh.
Matanya mulai memerah, "Gue ...," belum selesai Shanum bersuara Gama sudah mengintrupsi.
"Ssttt, gue minta pastiin perasaan lo baru lo boleh tolak gue setelah yakin." Sergah Gama.
"Gam, apa jawaban gue nantinya bakal berpengaruh?" Tanya Shanum ragu, matanya begitu sendu.
Gama mengernyitkan dahi, "Maksud lo apa?"
"Kalo gue bilang iya apa lo bakal tetep disisi gue dan kalau gue bilang enggak apa lo bakal ninggalin gue?" Jelas Shanum tidak bisa menahan air matanya. Ada rasa sesak menikam jantungnya. Membayangkan ikatan persahabatan mereka harus kalah dari desakan perasan. Dia hanya ingin persahabatan mereka utuh seperti dulu. Sebelum rasa menyalahi segalanya.
Bukan berakhir dengan rasa yang akhirnya malah tidak bisa menjaga. Sebab cinta bisa menjadi benci dan mengakibatkan perpisahan yang menyakitkan. Shanum masih enggan kehilangan Gama, membiarkan cowok itu pergi rasanya ada ketidakikhlasan disudut hati. Dirinya belum siap menerima pengabaian dari cowok itu. Shanum masih belum siap menanggung kehilangan sendirian pada bahu yang sering menguatkannya.
Tangan kekar Gama bergerak mengacak rambut lalu turun untuk menghapus air mata Shanum, "Gue nggak bakal pergi kalo bukan elo yang nyuruh!"
"Janji?" Shanum menjulurkan jari kelingkingnya, kekehan ringan lolos dari bibir Gama. Disambut oleh jari kelingking cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TMS [4] - SENJA
Teen FictionSERIES KEEMPAT DARI NOVEL THE MONSTER SERIES -- UPDATE SETIAP SATU MINGGU SEKALI Senja yang nyata dihadapan mata diabaikan. Namun, yang diangkasa malah diperhatikan. Anugerah yang Tuhan berikan memang seperti candu yang ingin dihentikan, tapi malah...