Selama sepekan sejak artikel itu diperbincangkan. Pihak sekolah mengambil tindakan dengan cara memberikan skorsing dan pembinaan, mereka juga memutuskan menghapus artikel tersebut dan memberikan klarifikasi. Beberapa guru senang melihat kelas XII IS-1 tampak kondusif seperti sekarang. Kelas yang lengang tanpa bayolan khas para murid-muridnya. Awan juga hanya terdiam, Senja tidak ada untuk memberi keributan. Dulu Shanum berpikir akan nyaman tanpa kehadiran Senja yang sangat menyebalkan. Nyatanya, ada yang hilang. Hidupnya menjadi kesepian.
Gadis itu menatap kembali bangku yang kosong selama berhari-hari disampingnya itu. Kira kira bagaimana kabar cowok itu, apa dia baik-baik saja? Dia sudah sempat mengirim beberapa pesan nyatanya tak mendapat balasan. Senja seakan menghilang dari langitnya. Shanum rasa dirinya yang tidak baik-baik saja saat ini. Ada gelisah yang rutin bertamu juga sekelumit rindu, mengajak jari-jemarinya menggoreskan beberapa garis yang menjadi guratan sketsa.
Seni tidak memberikan kita batasan untuk berekspresi. Melukis selayaknya menulis buku harian lewat garis juga tinta. Melukis tidak bicara dengan kata hanya cukup dipandang dan diselami maknanya. Intinya apa yang dirasa oleh perupa akan tetuang cantik, meskipun itu luka, meski itu rindu atau penyesalan.
Saat kelas usai, gadis itu memilih menghabiskan waktu istirahat di ruang ekskul lukis, Lakuna--daripada ikut merayakan ketenangan akan ketidakhadiran cowok itu. Tangannya bergerak lincah melampiaskan rasa, memberi garis juga warna pada kanvas itu. Setengah wajah sudah terlihat. Dia baru tersadar telah mengabadikan siapa. Apakah rindu sehebat ini? Sampai otak, hati dan tangan seirama sekali.
Kok gue gambar Senja. Lo udah gila kali Syee kepikiran dia mulu. Rindu? Gak lah nggak mungkin gue rindu.
Tapi apa bener ini rindu? Ah, gila kali gue udah rindu sama Senja.
Shanum sadar ada warna mega yang menghilang dan memberikan ruang rindu tersendiri untuknya. Sebenarnya dia tidak membenci senja. Dia hanya enggan dengan kehadirannya, yang meretas masa lalu dan pergi terburu-buru, dimana kehilangan terasa utuh. Masa lalu yang selalu ingin dia putar untuk menyelamatkan kepingnya. Ada rindu yang masih tertinggal, sering bertamu, menginginkan sebuah temu.
Pagi telah pergi
Mentari tak bersinar lagi
Entah sampai kapan
'Ku mengingat tentang dirimu'Ku hanya diam
Menggenggam menahan
Segala kerinduan...Memanggil namamu
Di setiap malam
Ingin engkau datang
Dan hadir di mimpiku
Rindu....Tentang Rindu--Virzha
Lagu tentang rindu mengalun menemaninya. Ternyata lagu itu berasal dari ponselnya, ponselnya bergetar, menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Ternyata pesan dari Gama, cowok dingin yang selama tiga tahun ini menjadi sahabatnya.
Gama Nalandra
Sye, nanti pulsek g jemput. Gak ada penolakan. G perlu ngomong.Untuk apa Gama menjemput dirinya? Setelah memborbardirnya dengan segala permintaan maaf kemarin. Cukup untuk membuat Shanum sedikit malas menanggapinya. Gama dan segala rahasianya. Dia ibarat buku yang masih tersampul rapi --tanpa celah--kita cuma tau isi luarnya tanpa pernah membacanya. Sulit ditebak. Dia bagai aliran air yang mengalir terlalu tenang dan datar, hingga kadang terasa hambar. Berbeda dengan Senja dengan segala tingkah konyolnya yang sering memberi tawa. Gama dan Senja menghadirkan rasa yang berbeda, pesona yang tak bisa dia tolak sekarang. Senja yang hangat dan Gama yang dingin. Dia temukan nyaman juga tawa; dia terlena, tak ingin beranjak dari keduanya.
Gama Nalandra, lo dingin yang bikin gue nyaman. Sayangnya, gue rindu jenaka yang buat gue tertawa.--Shanum membatin.
Diambilnya beberapa colour spray untuk melukis dengan kuas dan alat besi kemudian kembali ke kelas, melanjutkan pembelajaran mapel sejarah. Sebab tak lama lagi ujian kematian sudah menunggu di depan mata; segala tetek bengek UAS dan UN yang dijadwalkan minggu depan mengajak otaknya berperang melawan sol-soal HOTS dan Akbar menuntutnya untuk mendapatkan nilai sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
TMS [4] - SENJA
Novela JuvenilSERIES KEEMPAT DARI NOVEL THE MONSTER SERIES -- UPDATE SETIAP SATU MINGGU SEKALI Senja yang nyata dihadapan mata diabaikan. Namun, yang diangkasa malah diperhatikan. Anugerah yang Tuhan berikan memang seperti candu yang ingin dihentikan, tapi malah...