Prolog

2.6K 240 134
                                    

Kepala Seokmin mendongak. Perlahan rintik hujan berjatuhan menabrak wajah. Mata terpejam menyesapi air dan angin dingin. Rintik membasahi wajahnya kecuali mata, berkat kacamata yang dipakai. Setelahnya, ia melirik kiri dan kanan. Jalanan sunyi, halte masih jauh, tidak ada pohon di sekitar Seokmin berdiri. Tempat berteduh satu-satunya adalah pertokoan yang berjajar rapi di pinggir jalan. Terdengar helaan napas dari mulutnya. Melanjutkan langkah kaki dengan gontai.

Sejak perkuliahan yang Seokmin ikuti berakhir, angin memang berembus dengan kencang. Seokmin prediksi akan turun hujan sesaat setelah ia menaiki bus. Ternyata dugaan itu meleset jauh. Baru beberapa saat setelah keluar dari gerbang Universitas Hanin, tetes hujan mulai membasahinya seperti ini.

Sebuah notifikasi masuk. Menghalau rintik hujan dengan tangan kiri, Seokmin coba memeriksa isi pesan yang baru saja ia dapat. Dari sahabat seperjuangannya, Wen Junhui. Mengabarkan kalau tugas dari Mingyu telah selesai dikerjakan. Seokmin tak perlu datang untuk membantu.

Seokmin menghentikan langkahnya sejenak. Membalas pesan. "Baiklah, aku langsung pulang. Malam ini aku tidak bisa datang ke kamarmu. Sangat lelah. Besok pagi harus menyerahkan tugas milik Soonyoung."

Tidak lama setelahnya, Jun mengirimkan pesan lagi. Menyetujui keinginan Seokmin. Ia sendiri pun merasa sangat lelah. Meski berbincang ringan dengan sahabat merupakan obat terampuh, nampaknya untuk sekarang tidaklah tepat. Keduanya butuh tidur cepat agar tidak terlambat bangun besok pagi.

Seokmin mendongak lagi. Hujan semakin deras. Disimpannya ponsel ke dalam saku celana, lalu berlari laju. Berteduh di depan salah satu kafe yang masih buka. Seokmin melirik sekilas. Pengunjung tengah ramai di dalam sana. Pemuda berhidung mancung itu mengecek isi dompetnya. Hanya terdapat beberapa lembar uang. Ia tersenyum miris. Mengurungkan niat masuk ke dalam. Masih syukur ada tempat untuk berteduh.

"Maaf, Tuan... Silakan masuk ke dalam," tegur salah seorang pelayan kafe. Wanita, dengan apron berwarna biru muda. Nama kafe terukir jelas. Didominasi oleh warna putih dan kuning. Wish.

Seokmin memasang kembali kacamatanya, setelah berusaha ia keringkan dengan mengandalkan ujung kemeja yang dipakai. Seokmin menyengir lebar. Tidak enak hati. "Maaf... Aku hanya menumpang berteduh di sini."

"Kami sudah menyiapkan meja khusus untuk Tuan, silakan masuk," ujar pelayan itu lagi.

Seokmin tentu bingung. Kedua alis tebalnya hampir bertabrakan, saking bingungnya. Seokmin melirik ke dalam, ke arah meja yang pelayan itu tunjuk. Meja untuk dua orang, bertema Doraemon. Terdapat secangkir kopi dengan asap yang menyembul, juga sepotong kue tiramisu. Terdapat boneka Shizuka sebagai properti kafe. Surga di tengah hujan deras.

Tapi, untuk apa pihak kafe menyiapkan semua ini?

Pelayan kafe itu kembali menegur. Membujuk agar Seokmin masuk ke dalam. Menikmati hidangan. Seokmin mengangguk, mengikuti dari belakang. Ia disambut oleh banyak pasang mata. Membuat Seokmin takut. Dipeluknya tas ransel setengah basah di depan dada, untuk mengurai rasa gugup. Ia tak suka menjadi pusat perhatian seperti ini.

"Silakan duduk, Tuan," pelayan kafe itu mempersilakan. Menarik kursi agar Seokmin dapat duduk dengan nyaman. "Jika Tuan butuh hal lainnya, silakan panggil kami. Permisi."

Seokmin mengangguk ragu. Sejenak memperhatikan makanan dan minuman di atas meja. Nampak sangat enak dan menggugah selera. Pasti harganya tidak murah. Terdapat daftar menu di sana. Dan, dugaan Seokmin salah. Kopi dan kue itu memiliki harga yang standar. Namun, tetap saja bagi Seokmin mahal, jika dibandingkan dengan kondisi dapurnya yang didominasi oleh ramyeon instan.

Diperhatikannya lagi orang-orang sekitar. Tidak hanya anak muda, orangtua serta beberapa anak kecil turut memadati kafe. Memiliki suasana yang amat nyaman. Patut dijadikan sebagai tempat pelepas penat. Jika ada waktu dan uang, ia harus mengajak Jun ke sini.

Samar lonceng yang berada tepat di atas pintu masuk berdenting. Seorang gadis yang tengah mengenakan gaun berwarna merah muda setinggi lutut baru saja pergi. Membuka payung di depan, lalu masuk ke dalam mobil berwarna kuning cerah. Seokmin terus memperhatikannya, hingga mobil itu menghilang dari jangkauan mata. Merasa tidak asing. Ia pernah melihat mobil itu, entah kapan.

"Tuan, kenapa tidak dimakan? Apa Tuan tidak menyukai menu ini? Ingin menggantinya dengan yang lain?" Pelayan yang sama mendatangi Seokmin lagi.

Seokmin senyum. "Tidak perlu. Ini sudah lebih dari cukup. Tapi... Aku tidak memesan semua ini sebelumnya. Bagaimana bisa?"

"Seseorang telah memesankannya untuk Tuan. Kami diminta melayani Tuan. Jadi, Tuan tidak perlu ragu jika menginginkan sesuatu. Pesan apa pun yang Tuan mau."

"Seseorang?" tanya Seokmin lagi.

Satu-satunya orang yang dekat dengan Seokmin adalah Jun. Laki-laki perantauan China itu tidak mungkin melakukan ini. Mereka senasib. Saling berbagi makanan jika kehabisan uang. Kalau dompet sedang penuh, sering berburu makanan instan bersama di mini market dekat goshitel. Cadangan untuk beberapa minggu ke depan.

"Maaf, kami tidak bisa memberitahu siapa. Tapi Nona itu adalah salah satu pelanggan kami."

"Nona?" Spontan Seokmin melirik seluruh pengunjung yang ada. Diintimidasinya satu per satu, hingga merasa ketakutan sendiri. Tidak ada satu orang pun yang ia kenal. "Apa dia masih berada di sini?"

"Tidak... Nona itu baru saja pulang, Tuan. Kalau menginginkan sesuatu, silakan beri tahu kami. Saya permisi."

-Fùzá-
16 Juni 2019
© tirameashu

Fùzá (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang