26. Sahabat

907 137 118
                                    

Kepala Wonwoo menunduk. Memperhatikan telapak tangannya yang tergeletak di atas paha. Putih, namun pucat. Padahal sebelum ia pergi untuk mendatangi Jisoo, tidak putih pucat seperti ini. Entah sejak kapan dan kenapa warnanya menjadi berubah.

Mobil yang dikendarai Jisoo melaju dengan cepat, membelah jalanan gelap dan menjadi terang berkat lampu kendaraan yang berlalu lalang. Dengan gesit Jisoo menyalip beberapa mobil sekaligus. Sebenarnya, bukan seperti ini cara Jisoo mengemudi biasanya. Akan tetapi, Jisoo terpaksa menjadi lain dari yang seharusnya karena sempat Wonwoo marahi. Terlalu lamban, katanya.

Mobil berwarna kuning cerah itu berhenti tepat di area parkir club malam Onezi. Ini bukan pertama kalinya Wonwoo datang ke sana. Sebelumnya sudah pernah, saat merayakan ulang tahun Hansol. Wonwoo, Jihoon, dan Seungkwan, juga bersama pasangan mereka masing-masing. Berpesta dengan mewah di sana. Wonwoo sama sekali tak menyangka kalau kedatangannya ke sana untuk yang kedua kali malah bertujuan buruk. Atau mungkin, malah bertujuan baik. Pembongkaran kebohongan Kim Mingyu selama ini.

Jeonghan menghubungi Seungcheol lagi. Didapatlah detail keberadaan beberapa anggota tim basket yang berkumpul untuk merayakan ulang tahun salah satu anggotanya.

"Lantai tiga," ujar Jeonghan.

Tanpa harus menunggu Jeonghan dan Jisoo yang ribut memintanya agar menenangkan diri terlebih dulu, Wonwoo malah melenggang begitu saja turun dari mobil dan masuk ke dalam club. Wajahnya merah akibat menahan marah. Tidak tahu lagi bagaimana harus mengekspresikan perasaan sendiri. Untungnya Jihoon dan Seungkwan dapat mengerti. Dengan sabar mereka mengikuti langkah laju Wonwoo dari belakang.

Lantai tiga didominasi oleh warna hitam dan abu-abu. Terkesan mewah dan elegan. Senada dengan pengunjungnya. Mengenakan pakaian semi formal, namun tidak sedikit pula mengenakan pakaian non formal tapi tetap terlihat mewah. Untuk sejenak Wonwoo menghentikan langkahnya. Memutar pandangan, mencari keberadaan kekasihnya.

"Wonwoo-ya," tegur Seungkwan.

Menyambut panggilan tersebut, Wonwoo menoleh. Mengikuti ke arah mana tangan Seungkwan menunjuk. Tanpa segan ia mendatangi. Jeonghan dan Jisoo dibuat kewalahan olehnya.

Mingyu duduk diapit oleh dua orang perempuan sekaligus. Nampak bahagia. Sungguh berbanding terbalik dengan kondisi hati Wonwoo sekarang. Napasnya tersengal. Ingin segera mengakhiri permainan lelaki Kim itu.

"Kim Mingyu!" panggil Wonwoo. Meski tidak begitu nyaring, namun dapat didengar oleh Mingyu dengan baik. Juga menarik perhatian semua orang. Ini tempat umum. Biar bagaimanapun juga, ia harus tetap bersikap elegan di depan banyak orang. Tidak boleh lepas kendali. Diselingkuhi bukanlah image yang bagus.

Raut wajah Wonwoo yang tidak memberikan ekspresi sama sekali menimbulkan kekhawatiran yang teramat sangat bagi Mingyu. Laki-laki Kim itu segera menjauhkan Seunghee dari sisinya. Berdiri. Mendatangi. Dengan pelan memanggil Wonwoo, hendak menjelaskan.

"Sayang..." lirih Mingyu. Namun, genggaman tangannya segera ditepis. Tidak mau disentuh sedikit pun. "Dengarkan aku dulu... Aku bisa..."

Ucapan Mingyu terhenti, begitu tangan Wonwoo menyambangi pipi kirinya dengan keras. Menimbulkan suara tamparan yang nyaring. Membuat siapa saja yang melihatnya turut mengaduh kesakitan. Tubuh Wonwoo menegang, saking marahnya.

Banyak hal telah ia korbankan untuk seorang laki-laki bernama Kim Mingyu. Termasuk sahabat terbaik yang pernah ia dapatkan, selain Jihoon dan Seungkwan tentunya. Namun, apa yang ia dapatkan? Apakah pengkhianatan masuk ke dalam daftar balasan terbaik atas semua itu?

"Kita putus."

Bersamaan dengan kalimat itu, sebutir air mata akhirnya meluncur bebas. Jatuh membasahi lantai. Wonwoo sudah berusaha keras untuk tidak menangis selama perjalanan. Menyaksikan sendiri pengkhianatan yang dilakukan oleh orang yang selama ini begitu ia percayai. Sekarang, Wonwoo sudah tidak tahan. Menangis adalah satu-satunya cara untuk meringankan rasa sakit yang diderita.

Fùzá (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang