22. Bukan Playboy

717 153 156
                                    

Jeonghan terpaksa menjadi tumbal. Bukan tumbal yang tubuhnya dipotong menjadi beberapa bagian, lalu dimasukkan ke dalam tong tanah liat dan menjelma sebagai makhluk pemakan bunga mawar putih. Namun, menjadi tumbal agar Seungcheol bersedia ikut dalam misi penyelamatan. Penyelamatan hati Jeon Wonwoo.

Seungcheol bilang, seperti permintaan maaf sebelumnya, bukannya ia dan Chan tidak mau lagi berteman dengan Seokmin dan Jun. Namun, ia menjadi sangat amat sibuk akhir-akhir ini. Pertandingan basket akan dilaksanakan bersamaan dengan ujian akhir semester. Benar-benar menguras habis tenaga mereka berdua. Bahkan Seungcheol tidak lagi sempat berpikir untuk mengirimi pesan pada beberapa gadis targetnya, seperti Jeonghan, Jisoo, dan juga Minghao. Begitu tiba di apartemen, ia langsung tertidur pulas.

Seokmin dan Jun coba menghubungi laki-laki Choi itu. Jika Chan ingin ikut, tidak masalah. Minta bertemu di atap gedung kampus, seusai ujian besok. Seungcheol bersedia, namun tidak bisa lama. Harus segera latihan. Jadwal tanding mereka adalah satu minggu mendatang.

Begitu datang, Seungcheol dan Chan membawakan dua sahabat baru mereka itu minuman kaleng dingin. Sebagai permintaan maaf, katanya. Seokmin dan Jun menerima dengan senang hati. Lumayan untuk mengisi tenaga, setelah bergulat dengan puluhan soal ujian. Selain itu, sempat juga menawarkan apakah ingin bicara di dalam markas atau tidak. Jun menolak. Khawatir Seungcheol ingin merahasiakan keberadaan markas tersebut, sedangkan Jeonghan dan kawan-kawan sebentar lagi datang tanpa sepengetahuannya.

"Sebentar lagi ada pertandingan basket? Apa Mingyu juga ikut?" tanya Seokmin, setelah hanya diam beberapa saat. Memberi waktu agar Seungcheol dan Chan beristirahat terlebih dulu. Mengeringkan keringat yang ada di kening dan leher.

Seungcheol mengangguk lamban, lalu mendongakkan kepala. Meneguk minuman kalengnya hingga habis tanpa sisa. "Dia salah satu andalan di tim kami. Tidak pernah ketinggalan kalau ada pertandingan."

"Seungcheol hyung saja pernah kalah tanding dengannya," Chan menimpali. Disambut dengan pukulan Seungcheol tepat mengenai belakang kepalanya. Meringis. Bibir ditekuk ke bawah.

Seokmin dan Jun saling memandangi satu sama lain. Mengangguk bersamaan, kala menyepakati bahwa inilah waktu yang tepat. Membuat Seungcheol dan Chan kebingungan memandangi keduanya. Seperti merencanakan sesuatu.

Seokmin meggeser posisi duduknya. Lebih mendekat pada Seungcheol. Tidak peduli dengan alas duduk yang terlalu tipis hingga kerikil pecahan semen yang ada di atap gedung menusuk bokongnya. Bicara pelan. "Boleh kami minta bantuan padamu? Ini sangat penting. Menyangkut masa depan orang lain."

Terdengar amat berlebihan. Kening Seungcheol berkerut mendengarnya. Mengangkat dagu, mempertanyakan. "Maksudmu?"

Chan ikut penasaran. Sedikit mencondongkan badannya ke arah Seokmin. Ingin ikut mendengarkan. Namun, Jun malah menariknya. Kembali ke posisi semula. Lagi-lagi bibirnya ditekuk ke bawah. Lama-lama kesal juga dengan tingkah ketiga seniornya ini.

"Begini," Jun ikut merapat. Melirik tangga sekilas, memastikan apakah para gadis sudah tiba atau belum. Tidak ada tanda-tanda orang lain di sana. "Kami tahu Mingyu itu playboy. Sama seperti dirimu. Jadi... Kami hanya ingin tahu, apa sekarang Mingyu sedang berselingkuh?"

Sempat hampir dibuat mati penasaran akibat gelagat mencurigakan yang ditunjukkan oleh Seokmin dan Jun, Seungcheol tertawa lepas mendengarnya. Menepuk bahu Jun. Segera meralat. "Wah... Ternyata ada kesalahpahaman di sini. Aku bukan playboy, tidak sama dengan Mingyu. Sekarang aku memang mendekati tiga gadis sekaligus, tapi bukan berarti aku hendak mengencani ketiganya secara bersamaan. Siapa yang membuka peluang besar untuk didapatkan, dialah yang aku ambil. Aku tidak pernah berselingkuh, tahu? Kalau tidak percaya, tanya saja pada Chan."

Fùzá (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang