24. Terakhir Kali

732 133 54
                                    

"Kamu yakin Wonwoo akan datang?" tanya Jeonghan, mungkin sudah belasan kali ia mengajukan pertanyaan yang sama. Begitu resah. Tidak bisa tenang. "Meski sudah lama menjadi musuh, aku masih sangat ingat dengan sifatnya. Kalau menyangkut misi yang menurutnya sangat penting seperti ini, biasanya dia yang paling bersemangat. Tidak mungkin terlambat datang."

Jisoo melirik jam tangannya lagi. Sudah pukul sembilan, lebih tiga belas menit. Wajar saja jika Jeonghan terus mempertanyakan kedatangan Wonwoo. Kenyataannya memang benar. Gadis Jeon itu tidak pernah terlambat sebelumnya. Setidaknya, setiap kali Jisoo minta bertemu untuk membicarakan misi rahasia nan kejam yang dibebankan padanya.

Tidak berhenti sampai di situ, Jisoo pun terus coba mengecek ponsel genggamnya. Memeriksa isi chat terakhir ia bersama Wonwoo. Pesan terakhir adalah satu jam yang lalu. Jisoo menanyakan apakah mereka jadi hendak bertemu atau tidak. Jawaban Wonwoo begitu singkat, padat dan jelas. Ya, ujarnya. Setelah itu, tidak ada percakapan lagi.

"Mungkin jalanan hari ini macet?" Jisoo mencari jawaban sendiri. Menduga-duga. Berusaha menenangkan Jeonghan.

"Ya... Atau mungkin lagi, dia sedang bersama Mingyu."

Mendengar dugaan Jeonghan, malah membuat Jisoo tersandar di sofa. Ikut gelisah. Pandangan matanya berlarian ke mana-mana. Ruangan yang disebut sebagai markas ini memang tergolong nyaman. Terdapat sofa empuk dan jauh lebih luas dari markas milik Seungcheol yang sekarang menjadi markasnya juga, dengan satu ranjang king size yang bersembunyi di balik beberapa tumpukan kardus entah apa isinya. Sedikit aneh kenapa pihak kampus membiarkan ruang kosong seperti ini dijadikan markas beberapa mahasiswa dan siswinya. Namun, tidak aneh jika tahu siapa pelakunya.

Sebenarnya, Minghao dan empat laki-laki yang membantu misi ini sempat bersikeras hendak ikut bertemu dengan Wonwoo. Akan tetapi Jisoo menolak rencana tersebut. Cukup ia dan Jeonghan saja. Khawatir akan disangka mereka telah melakukan penyerangan. Cukup menunggu hasil yang akan diberi tahu oleh Jisoo dan Jeonghan sesegera mungkin.

Dilihatnya Jeonghan terus memperhatikan foto banyak gadis yang diserahkan secara cuma-cuma oleh Seungcheol. Seketika Jisoo teringat lagi dengan Minghao. "Apa tidak masalah Minghao perempuan sendiri di sana? Bagaimana kalau..."

"Tidak usah khawatir, Jun akan menjaganya," sela Jeonghan, tanpa membalas tatapan khawatir Jisoo.

"Jun? Kenapa dia?"

"Kamu tidak sadar? Dari cara dia memperhatikan Minghao saja sudah sangat jelas kalau dia menyukai Minghao. Harusnya kamu mengkhawatirkan kita berdua. Bagaimana kalau bukan hanya tiga gadis itu yang datang? Bagaimana kalau kekasih mereka juga? Enam melawan dua. Kita berdua akan mati konyol di tempat ini."

"Hong Jisoo! Kamu sudah melanggar perjanjian!" amarah Wonwoo menggema, membuat dua sahabat itu terkesiap.

Nampak jelas gadis Jeon itu sangat marah. Wajahnya berubah warna menjadi merah, saking marahnya. Tidak hanya itu, Seungkwan dan Jihoon yang berada di tepat belakangnya ikut memberi reaksi. Melihat ke arah Jeonghan dan Jisoo dengan sinis.

"Wonwoo-ya," Jeonghan coba mendekat. Namun, belum sempat meraih tangannya, Wonwoo sudah mundur. Tidak mau disentuh. "Mingyu tidak baik untukmu, Wonwoo-ya... Untuk kali ini saja, aku mohon, percayalah padaku."

Mendengar ucapan Jeonghan, Wonwoo hampir tertawa terbahak-bahak dibuatnya. Gadis itu tidak menyangka kalau Jeonghan sama sekali tidak berubah. Masih sok peduli. Pura-pura. Bermain drama dengan sangat apik. Karena ia yakin, Jeonghan pasti memiliki maksud lain di baliknya. Merebut Mingyu darinya? Mungkin saja. Gadis keji itu pasti akan melakukan apa pun jika sudah berkehendak. Wonwoo yakin itu.

"Jangan bawa-bawa Mingyu, masalah ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan dia!" kata Wonwoo, begitu tegas. Berkacak pinggang. Merasa amat murka.

Fùzá (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang