21. Privasi Antar Sahabat

745 137 75
                                    

Jeonghan menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Meniup-niup poni rambut. Berusaha menenangkan diri sendiri. Ia tidak boleh mengamuk di apartemen orang lain. Setidaknya, hingga Seokmin dan Jun sudah tidak berada di sana lagi. Hanya Jisoo dan Minghao yang boleh melihat bagaimana beringasnya seorang Yoon Jeonghan jika sedang mengamuk dan lepas kendali.

"Jadi, sumber masalahnya adalah Wonwoo?" tanya Jeonghan lagi, untuk memastikan.

Jisoo menggeleng pelan. Amat pelan. Saking pelannya, hampir tidak disadari oleh satu orang pun. Menunduk, namun tidak sepenuhnya menyesal. Ia hanya menyesal karena sempat berpikir untuk meninggalkan kedua sahabatnya sesuai perintah Wonwoo. Tidak menyesal karena semua itu ia lakukan demi Lee Seokmin. "Menurutku, aku adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam masalah ini. Aku yang mendatangi mereka lebih dulu. Mereka hanya memanfaatkan kebodohanku. Kalau aku tidak melakukannya, ini tidak mungkin terjadi, Jeonghan-ah..."

"Jisoo-ya, kamu tahu sendiri bagaimana mereka. Kenapa tidak bilang sejak awal kalau kamu menghadapi mereka semua seorang diri? Tiga lawan satu itu tidak adil! Apalagi masalah ini juga berhubungan dengan kami semua!" protes Minghao. "Sebenarnya kenapa kamu sampai berani mendatangi mereka, hng?"

Tertunduk lagi, Jisoo kehabisan kata-kata. Kalau ia mengatakan alasan sebenarnya, maka terbongkarlah apa yang selama ini secara diam-diam ia lakukan. Baru saja membuat pengakuan pada Seokmin, rasanya sangat melegakan. Namun, tentu akan berbeda kisahnya jika juga diketahuan oleh orang lain. Jisoo belum siap. Suatu saat nanti, pasti akan Jisoo beri tahu. Tapi tidak sekarang. Ia butuh waktu untuk membuat pengakuan. Sama halnya dengan pengakuannya pada Seokmin tadi.

Seokmin berdehem pelan. Mengambil alih pembicaraan. Ia mengerti. Sempat membuat kesepakatan pula bahwa pengakuan Jisoo sebelumnya adalah rahasia. Kecuali pada Jun, karena laki-laki Wen itu sedikit banyak sudah tahu bagaimana Seokmin dan Jisoo berinteraksi. "Kalian ingat dengan kejadian saat aku tidak sengaja menabrak Wonwoo di kampus? Itu adalah awalnya. Sebagai permintaan maaf, aku harus melakukan apa pun yang diperintahkan oleh Wonwoo. Tugasku sama seperti yang Jisoo emban. Menghancurkan persahabatan kalian. Jun terbawa gara-gara aku. Mereka berjanji akan mengangkat status kami, sampai berhenti di-bully lagi."

"Aaa! Aku pusing!" Jeonghan mengerang nyaring. Pipi mulusnya tertempel sempurna di atas meja makan. "Kenapa dia tidak pernah berubah?"

Suasana apartemen Jisoo sepi sejenak. Hingga terdengar suara geseran salah satu bangku. Jun lebih mendekat. Bertanya dengan amat sangat hati-hati. "Jeonghan-ah, apa sebenarnya kamu sudah kenal lama dengan Wonwoo?"

Jun tahu bahwa pertanyaan ini sedikit sensitif. Apalagi ditanyakan pada saat Jeonghan frustrasi seperti sekarang. Namun, setelah sedari tadi ia hanya diam untuk mendengarkan, rasanya gatal juga. Nampak jelas pertanyaan itu berhasil membuat Jeonghan menahan napas sejenak. Ia yakin akan tepat sasaran.

Melihat gadis itu tidak bergeming, Jun kembali mengajukan pertanyaan lain dengan tidak kalah hati-hatinya. "Kamu bilang tadi kenapa Wonwoo tidak pernah berubah. Apa itu artinya ... Kamu sudah kenal Wonwoo sejak lama?"

Jeonghan mengangkat kepalanya. Duduk tegak, memperhatikan Jun, Seokmin, Minghao, dan Jisoo, satu per satu. Bergantian, dengan wajah yang ditekuk ke bawah. Perasaan asing berkecamuk dalam kepalanya. Marah yang tidak tertahan, hingga membuatnya ingin menangis. Tidak menyangka kalau masalah yang dulu ia anggap kecil malah berubah menjadi besar. Bahkan sangat besar. Sampai mengancam persahabatan yang baru dibangun sejak semester pertama perkuliahan.

Gadis Yoon itu menelan ludah sebelum membuat pengakuan yang amat sangat mengejutkan. Setidaknya, bagi Jisoo dan Minghao seperti itu. Karena selama bersahabat dengan Jeonghan, mereka tidak pernah mendengar fakta ini sebelumnya.

Fùzá (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang