23. Perayu Ulung

748 143 75
                                    

"Dia pikir aku perempuan apa? Murahan? Bisa dibeli dengan perjanjian? Heol! Kalau bisa, aku patahkan kaki dan tangannya detik itu juga, lalu aku lemparkan setiap potongannya dari atap gedung!" Jeonghan tidak bisa berhenti memaki Seungcheol, meski sudah tiba di apartemennya sendiri. Jisoo dan Minghao pun memutuskan untuk ikut mampir ke apartemen gadis Yoon itu. Berusaha menenangkan. Setidaknya jangan sampai Jeonghan membakar gedung apartemen mewah berlantai 13 tersebut. "Aku tidak terima! Sudah syukur aku mau meminta maaf, sekarang dia malah bertingkah semau hati!"

Beberapa detik setelah syarat yang diinginkan oleh Seungcheol terucap, tanpa banyak berpikir Jeonghan melayangkan sebuah tamparan. Mengenai pipi kiri laki-laki Choi itu. Seokmin, Jun, dan Chan ternganga menyaksikannya. Gerakan Jeonghan begitu cepat dan gesit. Seungcheol tidak bisa menghindar. Tidak hanya itu, Jisoo dan Minghao segera mendatangi Jeonghan. Memegangi kedua tangan gadis Yoon itu kuat-kuat untuk mencegah kekerasan fisik berikutnya.

Seungcheol tersenyum masam. Meringis kesakitan. Ia juga sempat meminta maaf, namun Jeonghan sudah terlanjur murka. Dimakinya lagi laki-laki berlesung pipi itu hingga puas.

"Dia hanya berusaha mencari kesempatan supaya bisa mendapatkanmu, Jeonghan-ah... Dia kan memang menyukaimu sejak sekolah menengah atas," ujar Minghao, setengah ketakutan.

"Sekali tidak, ya tidak! Makanya aku melarang kalian dekat-dekat dengannya. Kalau bisa jauhi Seungcheol sampai sejauh-jauhnya! Dia sudah handal mempermainkan perempuan. Aku tidak mau menjadi korbannya. Tidak sudi! Menjadikan acara kencan sebagai syarat membantu seseorang adalah cara paling murahan yang pernah aku temui!"

Jika sudah seperti ini, hanya ada satu cara agar mulut Jeonghan berhenti memaki. Yaitu memasukkan makanan lezat ke dalam mulutnya. Jisoo dan Minghao saling memandangi. Sepakat kalau mereka akan menjalankan misi tersebut. Pesan makanan yang banyak, agar Jeonghan berhenti meracau.

Jisoo memberikan ponsel genggamnya pada Jeonghan. "Aku punya voucher makanan. Diskon 30 persen. Pilih makanan apa pun yang kamu mau."

Dan, benar saja. Dalam hitungan detik pula Jeonghan merebut ponsel tersebut. Menggulirkan layar ponsel Jisoo dengan jari-jarinya yang lentik. Namun, ketenangan tersebut hanya dirasakan beberapa saat. Karena setelah Minghao kembali dari toilet dan duduk tepat di samping Jeonghan, bertepatan dengan berderingnya ponsel genggam Jisoo. Menampilkan nama Wonwoo pada layarnya.

"Jangan diangkat!" Jisoo berteriak spontan. Begitu nyaring dan melengking, saat menyadari siapa yang menelepon. Merebut ponselnya. Sedikit menjauh dari Jeonghan. "Aku saja. Jika kamu yang mengangkat, masalah ini akan semakin rumit."

Jeonghan dan Minghao setuju. Mengunci mulut, membiarkan Jisoo bicara dengan Wonwoo dengan di-speaker.

"Kamu sedang sendiri?" tanya Wonwoo tanpa basa-basi, begitu Jisoo menerima panggilannya.

"Ya... Aku sendirian di apartemen. Ada apa?"

"Aku baru saja mendapat laporan. Kamu, Jeonghan dan Minghao sempat makan siang bersama di kantin. Bagaimana bisa? Bukankah aku menyuruhmu supaya menghindari mereka? Mau aku batalkan perjanjian itu?"

Mendengar ucapan Wonwoo, Jeonghan marah seketika dibuatnya. Beruntung Minghao belum beranjak dari posisinya. Masih berada tepat di samping Jeonghan. Dengan sigap ia membekap mulut gadis Yoon itu, sebelum mengeluarkan suara dan memaki Wonwoo dengan lantang.

"I-itu... Taktikku supaya terkesan mereka lah yang meninggalkanku. Di kantin tadi aku melakukan banyak hal yang tidak mereka sukai dan membuat mereka jengkel," ujar Jisoo, membuat alasan. Berdoa agar alasannya masuk akal dan tidak membuat Wonwoo curiga. "Sebelumnya aku sudah bilang padamu, Wonwoo-ya... Aku tidak bisa melaksanakan tugas ini dengan cepat. Butuh waktu agar pertengkaran kami terlihat alami. Aku khawatir mereka malah menyerang Seokmin dan Jun."

Fùzá (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang