Cek Ombak... ada yg mau baca nggak?
Insyira lemas, menatap mobil pikap polisi yang kini tengah melaju menjauh, membawa motor matic miliknya dengan mata yang mulai memanas. Ingin mengumpat, tapi sayang, semenjak kecil orang tuanya telah mendidiknya untuk lebih baik menggunakan kalimat istighfar saat sedang dirudung kemalangan atau kemarahan. Jadi yang bisa dilakukannya kini adalah duduk dengan posisi jongkok di trotoar jalan tepat di perempatan yang harusnya ia lewati dengan mulus.
Ini memang posisi duduk yang tidak lazim, bahkan cenderung memalukan. Namun, Insyira benar-benar merasa kalut sekarang, bahkan untuk sekedar memikirkan posisi duduk yang pantas agar dirinya tak terlihat terlalu mengenaskan.
Ia bukanlah wanita ceroboh, malah ia adalah wanita muda yang sangat teliti dalam segala hal, jadi saat menemukan bahwa kini dirinya terkena masalah besar ketika tak menemukan dompet yang berisi surat ijin mengendari miliknya, membuat Insyira merasa begitu kesal sekaligus frustrasi- tentu saja. Ia adalah pribadi yang senang merencanakan dan mengatur sesuatu. Ia pemuja kesempurnaan dan sangat tidak mentolerir kecerobohan apalagi yang dilakukan dengan sengaja. Jadi saat dirinya menemukan ada cacat sistem yang menghasilkam kerugian dalam hidupnya pagi ini, tentu saja Insyira rasanya ingin... meledak!
Insyira telah menemukan manusia yang tentu sangat pantas untuk disalahkan, dan itu bukan berdasarkan prasangka semata. Oh, ia juga bukan tipe orang yang dengan sangat mudah menuduh siapapun, apalagi tanpa bukti dan hasil pemikiran yang kuat. Ibunya, wanita yang masih cantik di umur lima puluh tiga tahun itu, adalah dalang yang menyebabkan motor matic Insyira kini diangkut polisi, setelah wanita muda itu tidak mampu menunjukkan surat izin mengemudi ketika melewati operasi gabungan di perempatan jalan yang biasa ia lewati untuk pergi mengirim barang pada pembeli barang dagangannya.
Insyira telah memasukkan dompet dan ponselnya ke dalam tas selempang yang ia bawa hari ini, sesaat sebelum wanita muda itu beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini, di minggu pagi yang cerah, berubah menjadi minggu pagi nahas, Insyira memiliki janji mengantar empat buah gamis dan tujuh jilbab pesanan tiga orang pembelinya. Oh, jangan lupakan dua buah kotak sepatu yang kini teronggok di samping Insyira yang tengah berjongkok lengkap dengan ekspresi mengenaskan.
Insyira adalah salah satu pedagang online yang memiliki jaringan cukup luas dan pelanggan setia. Sebagai pedagang, Insyira memiliki selera fashion yang bagus dan up to date akan model yang sedang digandrungi, selain itu ia juga sangat aktif di media sosial, tentu saja dengan tujuan untuk mempromosikan barang yang ia pasarkan. Wajahnya yang cantik dan sangat manis dengan postur tubuh yang merupakan idaman sebagian besar kaum hawa membantu Insyira dalam promosi.
Tak jarang ia menjadi model untuk barang yang ia perjual belikan. Selain itu, sifat amanah, komunikatif, dan tepat waktu yang selalu berusaha Insyira jaga, membuat para pelanggannya selalu suka memesan pada wanita itu.
Namun, sekarang salah satu dari sifat itu sepertinya tak akan bisa Insyira tepati untuk saat ini. Tepat waktu jelas tidak mungkin karena saat membuka ponselnya Insyira tahu bahwa ia telah terlambat dua puluh menit dari waktu yang ditentukan. Sekarang yang bisa Insyira lakukan adalah terus menerus menelepon ibunya, berharap agar wanita yang telah melahirkannya itu segera menjawab telepon hingga bisa menjemput Insyira atau memberikan solusi yang paling efektif untuk situasi 'genting' ini.
Ia tak bisa pulang ke rumah atau mengantar pesanan dari pelanggannya dengan kendaraan umum sementara ia tak memiliki uang sepeserpun. Ia juga tak bisa memilih berjalan kaki mengingat jarak tempuh yang masih cukup jauh. Hanya ponselnya lah yang menjadi satu-satunya harapan penyelamat bagi Insyira.
"Asslam'mualaikum...."
"Waalaikumsalam. Ibu, dompet Syira mana?" Insyira langsung menyemburkan tanya begitu ibunya mengangkat telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR WEDDING
Romance(SUDAH TERBIT/SUDAH DIHAPUS TGL 11 NOVEMBER) "Kakak udah nggak ada pilihan ya sampe aku banget yang harus jadi istri Kakak ?" --INSYIRA- " Bukan nggak ada pilihan, tapi malas milih. Jadi kamu pasrah aja, nentang juga percuma kan?" --SABIHIS-- Sela...