Dirgahayu Republik Indonesia 💪💪💪💪💪💪
Mari kita baca alfatehah untuk para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan tanah air ini😊😇
Insyira menghela napas lega, memandang keseluruhan bangunan yang merupakan rumah baru untuk ibunya. Bangunan dua lantai ini tampak terawat dan hangat, meski yang tinggal hanya om Rahmat seorang, karena ketiga anaknya telah berkeluarga dan memiliki rumahnya sendiri.
Suara berisik dari keluarga yang ikut mengantar bu Rahmi hari ini ditambah dengan beberapa wanita paruh baya yang melabeli diri sebagai sahabat ibunya sama sekali tak menganggu Insyira. Alih-alih merasa tertarik untuk ikut bergabung, Insyira memilih untuk mengitari dan mengamati rumah setelah dipersilakan oleh om Rahmat-ayah tirinya sekarang.
Insyira mau tak mau kembali menghela napas. Rasa syukur melihat fasilitas lengkap di rumah suami ibunya, membuat ia bisa tenang. Ibunya jelas tak akan membutuhkan perlengkapan yang ia belikan kemarin, karena baik dari barang elektronik hingga perlatan rumah tangga lainnya telah tersedia dan masih dalam keadaan cukup bagus. Sepertinya lelaki yang telah mengikat bu Rahmi dalam janji suci itu benar-benar mencintai ibunya.
Insyira mengetahui bahwa om Rahmat merupakan pengusaha yang bergerak di bidang jual beli kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Dia adalah seorang pengepul, dengan usaha yang berjalan cukup lancar.
Asal muasal perkenalannya dengan bu Rahmi adalah ketika ibunya membantu bu Siska menjual kendaran roda empat milik suaminya karena terlilit hutang pada om Rahmat. Perjumpaan yang berawal dari bisnis itu berubah menjadi romansa karena om Rahmat menyukai 'kecerewetan' bu Rahmi untuk mengisi hidupnya yang sepi setelah ditinggal mati istrinya tujuh tahun yang lalu.
Dan benar saja, meski sering diakali bu Rahmi dan dimintai uang, lelaki itu tak pernah keberatan. Bahkan saat akhirnya mengetahui fakta yang berusaha bu Rahmi sembunyikan mati-matian tentang hobi berhutangnya, lelaki itu tak pernah mundur. Alasan yang sama yang akhirnya membuat Insyira luluh dan membiarkan ibunya menikah kembali. Mungkin selain om Rahmat, tak akan ada lagi lelaki yang menginginkan ibunya untuk dinikahi dan menua bersama.
"Syira, ke sini kok bengong aja." Panggilan dari tante Widi membuat Insyira yang semenjak tadi memandang kolam ikan di taman samping rumah om Rahmat akhirnya beranjak dan menuju teras depan, tempat karpet digelar dan dijadikan alas duduk keluarga yang ikut rombongan mengantar bu Rahmi.
"Kenapa, Tante?" tanya Insyira yang telah mengambil tempat duduk di samping tante Widi.
"Kamu ini kenapa bengong di sana? Penganten baru malah suka bengong, kangen suamimu, ya?" tanya tante Widi menggoda.
"Oh, iya, kenapa suamimu nggak ikut, Insyira?" Kali ini bu Siska lah yang mengambil suara.
"Kak Sabi ada kerjaan di kantor yang nggak bisa ditinggal, Bi." Memang benar bahwa Sabihis sedang benar-benar sibuk hari ini, sampai-sampai dia tak bisa ikut mengantar ibu mertuanya yang sedang pindah rumah.
Sabihis hanya bisa memfasilitasi Insyira dengan menyediakan mobil yang akan digunakan sang istri menuju rumah baru ibunya, tentu saja dengan sopir salah seorang sepupu sang istri, mengingat Insyira belum bisa mengendarai kendaraan roda empat.
"Sibuk banget ya dia?" tanya salah satu teman ibunya bernama bu Yul.
"Iya dong, dia kan komisioner KPUD, apalagi ini Pilkada tinggal hitungan bulan, duh tambah berat deh kerjaanya," timpal bu Rahmi yang semenjak tadi duduk di samping om Rahmat dan terlihat tak ingin berpisah.
"Duh, padahal masih penganten baru. Biasanya kalo baru bulan-bulan awal, beratttt banget ditinggal, maunya nemepelan mulu, iya kan ibu-ibu?" Pertanyaan dari bu Siska mengundang gelak tawa dari semua orang yang hadir, kecuali Insyria yang hanya tersenyum tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR WEDDING
Romance(SUDAH TERBIT/SUDAH DIHAPUS TGL 11 NOVEMBER) "Kakak udah nggak ada pilihan ya sampe aku banget yang harus jadi istri Kakak ?" --INSYIRA- " Bukan nggak ada pilihan, tapi malas milih. Jadi kamu pasrah aja, nentang juga percuma kan?" --SABIHIS-- Sela...