Our Wedding 26

28.1K 4K 458
                                    

Kejutannnnn🎉🎉🎉🎉

Double update, uhuk.

WARNING! SAYA TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS RONA MERAH DAN DADA ANDA YANG BERDETAK LEBIH CEPAT, ATAU SENYUM YANG MEMBUAT PIPI ANDA PEGAL.

NB. BACALAH DI TEMPAT SEPI. USAHAKAN JANGAN DITEMANI LAWAN JENIS (BAGI YG BLOM HALAL😜)

Insyira tersentak saat merasakan elusan di kepala. Ia menurunkan kedua telapak tangan yang sejak tadi menutup wajahnya, lalu terkejut saat menemukan Sabihis kini telah berjongkok di samping sajadah yang ia duduki. Memandangnya dengan senyum simpul yang selalu bisa menenangkan Insyira.

"Kak Sabi udah selesai kerjanya?" Suara Insyira serak dan lemah, masih ada getaran yang merupakan sisa tangis teredam saat berdoa setelah sholat dua rekaat tadi.

Sabihis hanya memberi anggukan. Pekerjaannya untuk mempelajari beberapa berkas yang membuat lelaki itu terpaksa begadang memang sudah selesai. Dia memutuskan untuk beristirahat dan menemukan bahwa istrinya telah bersimpuh di atas sejadah dengan kedua belah tangan yang menutupi wajah, jangan lupakan punggung gemetar yang tertutupi mukenah putih bersih miliknya.

"Kamu bangun sholat tahajjudnya terlalu dini, ini masih jam dua Insyira."

"Syira nggak bisa tidur, Kak?"

"Jadi nggak pernah tidur dari tadi?" tanya Sabihis dengan nada tak suka.

"Tidur, kok, Kak. Tapi cuma bentar."

"Bangunnya dari kapan?"

"Sekitarr jam satu lebih seperempat."

Jawaban Insyira membuat Sabihis berdecak. Itu berarti bahwa istrinya bangun hanya beberapa saat setelah lelaki itu meninggalkannya di kamar untuk bekerja. Mereka memang memiliki kebiasaan baru sekarang. Sesibuk apapun Sabihis, ia akan menghentikan pekerjaanya jika waktu beristirahat malam tiba. Sabihis akan memeluk Insyira, membelai kepalanya dan membagi cerita tentang aktifitas mereka sepanjang hari. Setelah Insyira terlelap, biasanya Sabihis akan menuju ruang kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.

"Itu berarti kamu cuma tidur setengah jam, Insyira." Sabihis tidak menyembunyikan nada kesal dalam suaranya. Sebelum meninggalkannya bekerja, Insyira membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa terlelap malam ini. Dan menemukan istrinya telah terjaga denga air mata tergenang serta wajah kuyu yang jelas sangat kelelahan, membuat Sabihis khawatir luar biasa.

"Syira, nggak tenang tidurnya."

"Kenapa?"

Insyira terdiam, lalu memandang Sabihis dan menggeleng lemah.

"Kamu mikirin Ibu?"

"Syira cuma-" Syira kembali terdiam, tidak tahu harus menyampaikan dengan cara apa kegundahan hatinya.

"Cuma sedih karena nggak nyangka kalo Ibu seantusias itu pindah rumah dan pisah dari kamu, anaknya yang nggak pernah ninggalin dia seberat apapun masalah yang dialamin Ibu dulu."

Kata-kata Sabihis membuat Insyira terbelalak, ia tak menyangka bahwa sang suami bisa begitu tepat membaca kegundahan hatinya.

"Kak, Syira ngerasa...." Ia kembali tak mampu menyelesaikan. Rasa sedih membuat sesuatu terasa menggumpal d ttenggorkannya.

"Ngerasa nggak cukup berharga buat dijaga perasaanya?" Pertanyaan Sabihis kali ini sukses menjebol semua pertahanan Insyira. Wanita itu kembali menangis, terisak dengan suara yang luar biasa lirih.

Sabihis merengkuh Insyira, melingkarkan lengannya di punggung sang istri dan memberikan kecupan terus menerus di kepala Insyira.

Lama sekali Insyira menumpahkan laranya, dalam tangis yang telah membasahi kaus depan yang digunakan sang suami. Ketika akhirnya Sabihis melepaskan pelukan, lalu menyelipkan tangannya di bagian bawah kaki dan juga di punggung sang istri, lalu menggendong wanita itu menuju tempat tidur mereka, Insyira sama sekali tak menolak.

OUR WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang