Insyira memperhatikan gadis yang kini tengah membungkus sop kikil pesananya. Tangan gadis itu cekatan dan lincah, tampak benar telah terbiasa mengerjakan pesanan pembeli. Insyira mengetahui nama gadis itu sebagai Nadhira, dia adalah anak tiri dari pemilik warung sop kikil yang terkenal enak dan bersih langganan ibunya.
Nadhira sesekali menyunggingkan senyum untuk Insyira, senyum malu-malu bercampur sungkan. Mungkin karena tadi Insyira sempat menunggu hampir lima belas menit baru pesanannya mulai dikerjakan.
Pelayanan pelanggan di warung milik ayah tiri Nadhira jauh dari kata buruk, hanya saja tadi ada insiden yang tidak mengenakkan terjadi, insiden yang membuka mata Insyira mengenai penyebab mengapa gadis secantik Nadhira tampak tumbuh menjadi pribadi penggugup dan sering terlihat malu saat bertemu orang lain.
Nadhira adalah seorang anak yang harus tinggal bersama ibunya yang telah menikah kembali dengan pemilik warung sop kikil yang telah berdiri sejak puluhan tahun yang lalu, dan dijalankan secara turun temurun ini. Dan tentu sebagai anak tiri yang hanya menumpang hidup dari pernikahan ibunya, Nadhira harus bekerja keras dengan ikut membantu usaha ayah tirinya.
Insyira cukup sering membeli sop kikil untuk ibunya di tempat ayah tiri Nadihra dan tak jarang ia melihat aktivitasnya yang seolah tiada henti di sana. Kadang ia melihat gadis itu sebagai pelayan yang menghidangkan makanan, kadang malah menjadi tukang cuci piring, dan tak jarang pula Insyira melihat Nadhira bertugas memindahkan kardus berisi teh kemasan, kecap dan saus dari mobil pengangkut menuju tempat penyimpanan.
Namun baru kali ini Insyira melihat Nadhira bertugas untuk membungkus pesanan pembeli, seperti saat ini. Ketika Insyira datang tadi, mungkin karena masih terlalu pagi dimana jam di tangan Insyira bary menunjukkan pukul setengah delapan pagi, wanita itu melihat tindakan kasar dari ayah tiri Nadhira pada ibunya. Dari percekcokan yang Insyira dengar sekilas hal itu bermula dari ibu Nadhira yang telat menyiapkan kopi dan sarapan untuk sanga ayah tiri dan anak tertuanya yang pengangguran. Umpatan kasar dan kata hinaan yang mengatakan bahwa ibu Nadhira adalah wanita tidak becus yang membawa anak tak ubahnya benalu dari pernikahan sebelumnya, tak lolos dari pendengaran Insyira.
Kini Insyira begitu paham mengapa Nadhira menjadi sedemikian pendiam dan tampak kurang percaya diri saat berhadapan dengan orang lain. Dan hal itu tak bisa menimbulkan rasa prihatin Insyira saat menatap gadis muda yang kini sedang membungkuskan sambal yang akan melengkapi pesanan Insyira.
"Sambalnya mau banyakan atau dikit, Kak?"
Suara jernih Nadhira membuat Insyira yang setengah melamun semenjak tadi langsung tersadar. "Dikit aja. Aku mau bawain untuk orang sakit."
Insyira menunggu respon dari Nadhira. Gadis muda itu tampak prihatin dan penasaran, tapi seperti yang Insyira duga, Nadhira memilih hanya menyunggingkan senyum tipis lalu kembali sibuk pada pekerjaanya.
Sungguh Insyira merasa iba melihat Nadhira, bukan karena hidup Insyira tak ada masalah dan merasa lebih baik dari Nadhira. Hanya, siapapun yang melihat betapa kurusnya Nadhira dan betapa kurang layaknya pakaian yang ia kenakan, pasti akan terenyuh. Nadhira menggunakan kaus tua dengan warna agak pudar, dengan rok lipit di bawah lutut berwarna coklat tua. Rambutnya yang terikat ke belakang malah mempertegas struktur wajahnya yang demikian tirus. Nadhira memiliki tubuh yang lebih pendek dari Insyira, mungkin karena ia baru berusia delapan belas tahun dari baru tamat SMA tahun ini, jadi masih ada waktu untuk tumbuh. Meski begitu, semua tampilannya yang bisa dikatakan menyedihakan ini tak mampu menutupi wajah mempesona gadis itu.
Nadhira memiliki mata yang sayu yang terlihat lembut, hidung yang mancung dan bibir yang tipis berwarana merah alami. Kulitnya yang kuning langsat adalah jenis kulit yang diidam-idamkan wanita manapun yang memuja kulit putih dan bersih di dunia ini. Insyira jadi membayangjan, jika saja Nadhira diberi kesempatan seperti gadis dari kalangan berada , memiliki keluarga yang lengkap, memperoleh perlindungan, dan mendapat fasilitas layak, betapa dia akan tumbuh menjadi sosok yang demikian berkilau dan dikagumi.
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR WEDDING
Romance(SUDAH TERBIT/SUDAH DIHAPUS TGL 11 NOVEMBER) "Kakak udah nggak ada pilihan ya sampe aku banget yang harus jadi istri Kakak ?" --INSYIRA- " Bukan nggak ada pilihan, tapi malas milih. Jadi kamu pasrah aja, nentang juga percuma kan?" --SABIHIS-- Sela...