💞💞 buat kalian yg kemarin nanyain Pendar, sekarang masih ready ya. Sama novel2ku yang lain, tapi stocknya cuma dikit silakan pesen sebelum habis.💞💞💞"Kak... Syira, m-mau... buat sarapan-" ucapan Insyira terputus saat Sabihis memberikan hisapan di punggungnya. Mereka masih berada di tempat tidur karena sepulang dari Masjid, lelaki itu kembali 'menyerang' istrinya.
Insyira tentu saja tak kuasa menolak, selain karena tahu bahwa ini sudah menjadi tugas sebagai seorang istri, ia pun mulai menyukai sentuhan suaminya. Rasa perih di bagian bawah tubuhnya tentu saja belum hilang, dan meski telah menggunakan sabun pembersih yang memiliki kandungan untuk mengurangi nyeri, tapi 'kekuatan' Sabihis saat sedang menyentuhnya begitu besar dan sedikit liar.
"Aku lebih suka sarapan yang ini." Sabihis memberikan sedikit remasan di dada Insyira dan membuat wanita itu kembali mengerang.
Apa lelaki yang telah menikah selalu semesum ini? pikir Insyira masam.
"T-tapi... kan udah tadi," lirih Insyira yang mencoba menahan desahan saat ciuman Sabihis berpindah ke bagian tengkuknya. Posisi mereka persis seperti sendok yang didempetkan. Sabihis berada di belakang tubuh Insyira dengan tangan yang menggerayangi tubuh istrinya sejak tadi.
"Mau lagi," balas Sabihis yang kini telah memutar tubuh Insyira lalu menindihihnya. "Kamu harum banget, Insyira. Aku suka." Sabihis menyerukkn kepalanya di tulang selangka Insyira, menghidu aroma manis yang nyaman dari tubuh sang istri.
"Kak Sabi... bakal telat ke kantor." Insyira masih mencoba memperingati Sabihis di tengah kewarasannya yang mulai tersandra kecupan sang suami. "Kak...." Insyira mengerang saat ciuman Sabihis turun ke bagian dadanya, mengulum lembut di sana.
"Masih mau berenti?" tantang Sabihis yang telah mensejajarkan wajahnya dengan wajah Insyria yang merona merah.
Insyira menggigit bibirnya, tidak tahu harus membrikan jawaban apa. Ia tahu bahwa suaminya memiliki kebutuhan yang harus segera dituntaskan, tapi dilain pihak ia tidak ingin Sabihis terlambat pergi bekerja dan melalaikan kewajibannya pada negara.
"Kamu terlalu lama berpikir, jadi biar aku yang ambil keputusan." Begitu Sabihis menyelesaikan kalimatnya, dia langsung melumat bibir sang istri dengan keras. Tak lupa tangannya bekerja dengan pintar, melebarkan paha Insyira hingga memudahkan dirinya 'menyentuh' sang istri di titik terdalam.
*****
Sabihis sedang merasa seperti anak nakal sekarang. Ia hanya duduk patuh sambil menekuri piringnya, sementara Insyria mondar-mandir semenjak tadi menyiapkan segala kebutuhannya.
Ini karena 'aktifitas ranjang' mereka ternyata memakan waktu yang lebih lama dari yang diperkirakan lelaki itu. Sabihis terus menyentuh Insyira, meski istrinya telah memperingati agar segera beranjak mengingat lelaki itu yang harus segera bekerja.
Namun, seolah tuli atau mungkin pura-pura tak peduli, Sabihis tak mau melepaskan Insyira. Bahkan acara mandi untuk mensucikan diri kembali, dijadikan ajang meyentuh sang istri dalam gaya berbeda. Alhasil, proses mereka untuk membersihkan diri pun, memakan waktu yang jauh lebih lama dari biasanya.
"Laptop, berkas-berkas di pojok sebelah kanan meja kerja Kakak itu kan yang harus dibawa sekarang?"
"Yang map biru," jawab Sabihis sekanannya lalu kembali memasukan nasi ke dalam mulutnya. Dia sebenarnya tidak ingin merepotkan istrinya, tapi waktu yang tinggal dua puluh menit lagi sebelum jam masuk kantor dimulai, mau tak mau membuatnya pasrah diatur-atur oleh Insyira.
"Tiga kan mapnya?"
"Nggak, empat."
"Lho, Syira cuma nemu tiga, Kak. Apa yang satu warna mapnya beda?"
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR WEDDING
Romance(SUDAH TERBIT/SUDAH DIHAPUS TGL 11 NOVEMBER) "Kakak udah nggak ada pilihan ya sampe aku banget yang harus jadi istri Kakak ?" --INSYIRA- " Bukan nggak ada pilihan, tapi malas milih. Jadi kamu pasrah aja, nentang juga percuma kan?" --SABIHIS-- Sela...