Our Wedding 30

23.8K 3.9K 261
                                    

Spesial part for Mom Shofwantini dan mertuanya si sabi  imtyasyira yg protes kagak pernah ekeh tag. Inihh eke tag emak2.

Oya Gaeeeees, Secret Of Love udah tamat, sialakn dibaca karena akan dihapus (proses penerbitan) 😀

Insyira memandang pashmina berwarna abu muda di depannya dengan kening berkerut. Dilihat dari tekstur, warna, dan model, ini jelas model lama. Dan pashmina itu bukan miliknya, di tambah seingat Insyira bahwa almarhum ibu mertuanya bukan wanita yang berjilbab, mengingat di masa hidupnya yang lebih dari delapan belas tahun yang lalu, tak banyak wanita muslimah yang telah berjilbab. Lalu ini milik siapa?

Ada perasaan asing yang menghampiri Insyira, sebuah keraguan dan prasangka dalam pijar kecil mulai menyusupi hatinya. Insyira masih menatap pashmina yang telah ia bentangkan di atas ranjang, lalu mengalihkan pandangan ke arah lemari Sabihis yang terbuka.

Pashmina ini ditemukan Insyira saat berusaha merapikan sarung-sarung sholat milik Sabihis yang baru saja selesai disetrika. Kain yang bisa digunakan kaum wanita untuk menutupi kepalanya  itu ditemukan Insyira saat sedang mengangkat tumpukan kain sarung Sabihis yang agak berantakan di lemari terbawah lelaki itu. Pashmina yang terlipat rapi di paling bawah, seolah sengaja disimpan atau... disembunyikan.

Rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dada Insyira membuat ia segera melipat kembali pashmina di atas ranjangnya. Dengan gerakan hati-hati sesuai garis lipat yang membekas jelas di kain itu. Dengan ragu-ragu Insyira bersimpuh di lantai, di depan lemari Sabihis yang masih terbuka, meletakkan kembali pashmina itu di tempatnya semula, lalu meletakkan tumpukan lipatan sarung Sabihis di atasnya. Senyum kecil yang terlihat kaku terpatri di bibir Insyira saat melihat pashmina itu kini tak terlihat karena posisinya. Sempurna! Seolah Insyira tak pernah tau keberadaanya.

"Namanya Khayla, dia itu cewek keturunan arab. Dulu satu fakultas sama Kak Sabi-mu, eh, nggak, bukannya cuma satu fakultas, mereka satu jurusan terus satu kelas," ucap bu Rahmi, melanjutkan ceritanya yang tertunda tadi.

Bu Rahmi yang tengah menikmati acara  gosip sore yang disiarkan salah satu stasiun televisi, meletakkan remot di tangannya saat melihat sang putri memasuki ruang tamu dengan nampan berisi teko teh, untuk menemani pisang goreng yang terlebih dahulu disajikan Insyira.

Insyira meletakkan teko teh di atas meja, lalu menyodorkan cangkir berisi teh melati  yang masih mengepul pada ibunya yang bersandar pada sofa sambil mengunyah pisang goreng yang baru dimasak dan disajikan Insyira.

"Duduk sini, kamu mau ke mana, deh?" Bu Rahmi menepuk-nepuk tempat duduk di sampingnya, meminta sang putri untuk di sana. "Kamu ini kalo udah mulai bahas Kak Sabi-mu, pasti mau kabur."

Insyira meringis, tak membantah ucapan ibunya, lalu dengan sedikit enggan mengambil tempat duduk sesuai yang diperintahkan. Memangnya siapa yang tahan harus mendengar pujian setinggi langit dari ibunya yang hanya ditujukan pada satu orang, secara berulang-ulang, terus-menerus, dan bertahun-tahun lamanya?

"Syira mau packing pesanan pelanggan, Bu, besok udah mau dianter," tolak Insyira halus, berusaha mencari alasan yang aman.

"Ck, kan bisa ntar malem, abis makan kamu bisa tuh langsung bungkus-bungkus."

"Tapi lebih cepet, lebih baik, Bu."

"Emang, tapi lebih baik lagi kalo seorang anak nemenin ibunya. Apa sih, istilah kerennya jaman sekarang? Quality time, ya?"

Insyira pada akhirnya tak lagi membantah. Percuma, ia tidak akan bisa menolak keinginan ibunya, apalagi hanya minta ditemani seperti ini.

"Jadi, sebenernya mereka itu sudah pacaran lama, sekiter... tiga tahun lebih, pokoknya dari mereka sama-sama semester dua. Lama, kan itu?" Begitu Insyira duduk di sampingnya, bu Rahmi langsung memulai ceritanya kembali.

OUR WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang