Dua

1.3K 196 25
                                    

"Risyaaaaaa! Ih, sumpah lo udah gila ya anjirrrrrr," teriakan dari kursi paling pojok kelas ini terdengar nyaring. Membuat seisi kelas mendelik ke arahnya. Tapi Kinan tidak memedulikannya. Ia tetap menyambut teman duduknya itu yang baru saja datang setelah seminggu kemarin tidak masuk sekolah.

Risya tertawa. Memerlihatkan jajaran giginya yang rapih, menghampiri Kinan dengan berlarian kecil yang saat ini menatapnya marah. Sesampainya di sana, ia langsung memeluk Kinan erat. Menepuk-nepuk punggung perempuan itu.

"Uluhhhhh uluh kangen, ya?"

Kinan melepaskan pelukannya. "Jangan sering bolos kenapa sih? Kita itu udah kelas duabelas, Sya, bentar lagi....."

"Bentar lagi UN, kalau lo bolos mulu gini lo bakal ketinggalan pelajaran dan nggak lulus, trus tar lo bunuh diri saking frustasinya." Risya melanjutkan ucapan Kinan yang sudah amat ia hapal di luar kepala.

Tangan Kinan terangkat untuk menepuk pundak Risya. Membuat Risya mengaduh. "Dibilangin juga!"

"Iya iya maaf."

"Yaudah nih buru kerjain. Ada pr matematika, bentar lagi Pak Deni dateng."

"Oke, Ibu Kinan. Gue nggak tau gimana kehidupan sekolah gue kalau nggak ada lo." Sering bolos membuat Risya tertinggal banyak sekali materi yang diajarkan di sekolahnya. Tapi ia tidak menjadi murid terbelakang yang buta materi dan tidak tahu apa-apa. Dengan bantuan Kinan, Risya bisa mengejar materi yang tertinggal. Kinan pun dengan senang hati membantu Risya.

"Bacot. Udah kerjain aja."

Risya tersenyum lebar sambil mengangguk. Menaruh tasnya dan mengambil buku yang dimaksud. Tapi perhatiannya teralihkan oleh suara riuh dari teman sekelasnya yang menyahuti Revan saat laki-laki itu masuk ke kelas. Yang disahuti seperti itu hanya mampu terbahak dan membalas dengan becanda.

Di belakang Revan, Arjuna Bayang Nuansa tengah menatapnya sambil tersenyum.

=/=

"Kan, gara-gara lo nih kita telat." Kinan menggerutu dengan sebuah nampan di kedua tangannya. Lehernya ia panjang-panjangkan untuk mencari celah kursi dan meja kantin yang masih bisa disinggahi. Bahkan sebisa mungkin Kinan menjaga kestabilan tubuhnya akibat beberapa murid yang berjalan berdesakan.

"Kok gue?" Risya di belakangnya menyahut.

"Kalau lo ngerjain pr bahasa inggrisnya cepet, nggak mungkin lo dihukum dan gue harus nungguin lo ngerjain hukuman itu selesai."

"Ya lo pikir aja nulis pr bahasa inggris sepolio kelar lima menit emang? Canggih amat tangan gue. Lagian nggak ada yang minta lo nungguin gue."

"Kan kan kan. Udah ditungguin, nggak tau diri lo, ya?"

Mendengar seperti itu, Risya malah menyeringai lebar. Memeluk Kinan dari samping lalu mengecup pipi perempuan itu singkat.

"Kalian nggak dapet meja?" Suara itu memecah percakapan mereka. Keduanya menoleh dan mendapati Juna tengah membawa dua botol minuman bersoda di tangannya.

"Belum nih, Jun. Kantin hari ini penuh amat. Lagi open house apa gimana, sih," balas Kinan bercanda. Sebenarnya ini karena mereka telat ke kantin makanya sulit mendapat kursi dan meja untuk duduk.

Juna tertawa. Membuat matanya terlihat menjadi segaris. "Gabung sama gue aja."

Risya tentu akan menolak. Tapi sebelum kalimat penolakan itu keluar dari mulutnya, Kinan menyetujuinya dan berjalan mengekor di belakang Juna. Membuat Risya di belakangnya mendengus dan mau tidak mau mengikuti.

Meja Juna terletak di paling sudut ruangan dekat dengan koridor sekolah. Dari jauh Risya sudah bisa melihat ada Revan, Sandi dan Alif di sana yang tengah menyantap makanannya.

InersiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang