Tiga belas

1.2K 178 41
                                    

"Makasih yaaa Ricaku sayangggg huhu.” Kinan memeluk Risya dari samping sambil terus melangkah menuju kelas untuk menaruh seragam putih abu milik mereka. Mereka habis berganti kaos olahraga di ruang ganti barusan.

“Geli, Kin, lepasin dah.” Risya mengangkat kedua bahunya supaya tangan Kinan terlepas. Risya bergeser menjauh serta mempercepat gerakan langkahnya.

“Ih kan ini sebagai wujud terimakasih gue karena lo udah bilang bokap lo untuk bujuk Bu Nia, Risyaaaaa….”

“Sama-sama. Udah, ya, panas kuping gue dengernya.”

Kinan menyeringai lebar lalu merangkul sahabatnya itu erat. Tubuh mereka berdua berbelok untuk menaiki anak tangga. Langkah Risya terhenti ketika kakinya menaiki anak tangga kedua. Kinan yang mereasa perubahan itu terjadi pun segera melirik Risya dan mendapati perempuan itu tengah menatap sesuatu yang berada di atas anak tangga ini. Kinan mengikuti arah pandang Risya. Dan menemukan Juna di atas anak tangga, tengah mengobrol dengan Nanda.

Tampaknya mereka membicarakan sesuatu yang serius. Juna terlihat tengah membalikan kertas buku diiringi dengan suaranya yang terdengar serius serta adik kelasnya itu yang dengan sigap memerhatikan. Mereka sesekali saling bersitatap untuk memastikan bahwa salah satu dari mereka mengerti apa yang diucapkan.

Juna memberikan buku tersebut, diiringi ucapan terima kasih oleh Nanda. Langkah Nanda yang hendak menuruni anak tangga terhenti ketika Juna secara tidak sengaja membetulkan kerah seragam Nanda yang terlipat.

Risya buru-buru mengalihkan pandangannya ketika satu momen yang baru saja ia lihat, dilakukan oleh orang yang sama yang memperlakukannya seperti itu hari kemarin.

“Olahraga nggak sih kita?” Kinan membuka topik mencoba menghilangkan kecanggungan yang terjadi sambil melanjutkan langkahnya dengan tangan yang menggamit lengan Risya erat. Ia menanyakan hal ini karena tampak Juna yang belum mengganti seragam olahraganya.

“Olahraga, kok.”

Ketika mereka berdua berhadapan dengan Juna, Kinan bertanya, “kenapa tuh adek kelas?”

Seolah mengerti maksud pertanyaan Kinan, Juna menjawab. “Oh? Biasa, OSIS.”

Kinan mengangguk mengerti.

“Ulangan biologi udah dibagiin. Gue taro di meja masing-masing,” kata Juna memberitahu.

“Oke.”

“Sya?” panggil Juna ketika ia tidak mendapat respon apa-apa dari Risya terlebih lagi perempuan itu menghindari kontak mata dengannya.

Risya menoleh. Ia tersenyum kecil yang malah kelihatan kikuk. “Iya, Jun. Thank you, ya.”

Risya tahu siapa itu Nanda. Nanda Karessa, adik kelasnya—serta Juna waktu SMP. Risya tahu bagaimana hubungan antara Juna dan Nanda, apa saja yang pernah terjadi di antara keduanya karena Juna menceritakannya. Sudah dibilang, dulu hubungan Risya dengan Juna tidak berjarak jauh seperti ini. Dulu, mereka sangat dekat bahkan beberapa murid yang melihatnya menganggap kedekatan mereka karena mereka berpacaran.

Risya sering tidak sengaja memergoki Nanda diam-diam memerhatikan Juna saat mereka istirahat di kantin. Diam-diam menghampiri kelas Juna untuk memberikan beberapa roti dan air mineral tiap pagi, dan melakukan hal apapun untuk menarik perhatian laki-laki itu. Tapi itu dulu sih, waktu awal-awal Nanda kelas 10 yang notabenenya perempuan itu merasa perasaannya pada Juna masih memburu.

Tapi untuk akhir-akhir ini, Risya sudah tidak pernah lagi melihat Nanda yang diam-diam memerhatikan Juna ataupun hal lainnya. Juna juga sudah tidak menceritakan apa-apa lagi tentang perempuan itu. Lagipula dengan kedekatan mereka yang sekarang, kenapa pula Juna harus menceritakan tentang Nanda pada Risya? Memang Risya sepenting itu untuk Juna?

InersiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang