Suara bel berdering nyaring disusul sorakan melegakan dari murid yang berada di dalam kelas. Semuanya tampak membenahi peralatan masing-masing, berdoa dan kemudian berhamburan keluar kelas.
Risyafa Airen mencangklokan sebelah tali tasnya ke bahunya lalu melangkah dengan cepat keluar kelas.
Mata Arjuna mengekori langkah Risya yang terburu-buru.
“Petrus, pele.” Suara Sandi dari samping mengejutkannya sembari menyenggolnya.
Juna mengerjapkan matanya beberapa kali. “Lagi buru-buru dia.”
“Ya, makanya itu. Lagi buru-buru, terus anterin dia balik sekalian.” Sandi duduk di atas meja Juna yang masih sibuk memasukan buku dari kolong mejanya.
Alif berdeham. “Sya, balik bareng gue?” Berlagak menirukan kalimat Juna yang nyaris ditanyakan setiap hari.“Tapi kan rumah kita nggak searah, Jun.” Sandi merespon dengan suara yang berubah seperti wawancara di tv abang bakso yang memakai boraks.
“Nggak apa-apa, Sya. Demi kamu, semua bakal aku lakuin."
“Hihi….iya udah deh, ayok, hihi.”
Yang langsung dihadiahi pukulan keras di kepala oleh Juna. “Risya nggak hihi hihi gitu, goblok. Lo pikir dia kuntilanak?”
“Sekali-kali kek lo ngajak gue balik, Jun. Rese nebeng Sandi mulu pantat gue nonggeng. Gue kan tidak menjualkan bokong seksi gue ini secara gratis.”
Sandi dan Alif adalah tetangga komplek di rumahnya dan mereka nyaris selalu berangkat dan pulang bersama. Tentu saja menggunakan motor Sandi.
“Coba praktekin.” Revan menyeletuk.
“Walaupun barusan gue bilang kalau gue nggak menjual bokong gue secara gratis, tapi demi Mas Revan, aku rela.” Alif naik ke atas meja langsung dihadiahi pukulan bertubi-tubi oleh Sandi dan Juna. Revan sendiri tertawa sambil menarik-narik Alif supaya laki-laki turun.
“Miring semua lo pada.” Juna menggendong tas punggungnya dan berdiri dari duduk.
“Ya, daripada bucin.”
“Namanya usaha, San. Jangan gitu napa. Gitu-gitu temen kita tau.” Alif
“Apa perlu gue didik gimana cara supaya gebetan ngenotice balik?”
“Gimana tuh?”
“Dukun lah. Jaman sekarang cara manaagi yang paling ampuh?”
Alif dan Revan terbahak. Sementara Juna hanya mendengus kesal.
“Gue ke perpus dulu. Mau balikin buku,” kata Revan ketika akhirnya mereka sampai di anak tangga terakhir.
“Ngendep mulu di perpustakaan, dapet jodoh juga kagak.” Alif
“Ya daripada lo. Dapet ilmu kagak, jodoh juga kagak.” Sandi menyeletuk.
“Salah mulu gue.”
“Lo napas aja salah, Lip.”
Sesampainya di perpustakaan, Revan melepas kedua sepatunya. Mengisi daftar hadir di perpustakaan dan menuliskan bahwa ia akan mengembalikan buku yang lusa kemarin ia pinjam.
Setelah mengucapkan terima kasih kepada guru penjaga perpustakaan, tubuhnya berbalik untuk segera pulang.
“Revan?”
Suara itu menghentikannya. Revan membalikan tubuhnya dan matanya mengerjap kala bertabrakan dengan mata hitam pekat milik Risya yang saat ini berada di meja utama untuk menulis di buku daftar hadir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inersia
Teen FictionAwalnya tidak ada yang salah dengan Risyafa Airen. Seorang murid perempuan tingkat akhir di sekolah menengah atas. Eh, ada yang aneh satu hal. Perempuan ini hobi membolos. Sekolah udah seperti punya Ayahnya aja! Satu kejadian di kelas membuat Revan...