Chapter 15

1.5K 139 2
                                    

- masih Flashback -

Adinda termenung didepan makam orang tuanya bersama Nathan yang hanya berdiri dengan tatapan kosongnya, setelah orang yang melayat pergi namun keduanya tetap tidak mau beranjak dari makam orang tuanya

Tuan dan nyonya Aditama tidak terselamatkan kan karena peluru yang telah menembus tulang rusuk hingga merobek jantung mereka, sungguh hebat sekali si penembak hingga pelurunya bisa tepat sasaran

Lima belas menit kemudian barulah mereka beranjak dari pemakaman dengan langkah gontay. Mulai dari langkah ini mereka berdua harus menjadi sosok mandiri, harus kuat menjalani apapun berdua saja dan juga harus saling melindungi dan melengkapi agar keseharian mereka tidak terlalu kosong. Dan mulai dari langkah ini mereka harus siap siap merindu kepada yang dihormati dan kepada yang disayangi.

Setelah masuk mobil, mang Dirman supir keluarga Aditama pun menyalakan mesin lalu mulai menjalankan mobil menjauhi area pemakaman.

***

Penat rasanya seharian bekerja Taeyong pun keluar dari ruangan nya padahal tugas nya masih menumpuk bak cucian di laundry , sang sekretaris yang melihat nya keluar pun menundukan badannya tanda hormat kepada sang atasan
" Yuta, aku pergi mencari udara segar dulu, jika ada yang mencari ku tunggu saja sampai pukul tujuh malam " tegas Taeyong pada Yuta
Yuta pun mengangguk patuh walaupun dalam hati nya misuh misuh, huft lembur lagi berarti jika atasannya akan kembali pukul tujuh malam nanti, padahal ia sudah sangat rindu rumah apalagi kasurnya yang menggoda itu.

" Kalau boleh tau, Anda mau kemana tuan? "Tanya Yuta sesopan mungkin , ia tidak mau jika pertanyaan nya itu menjadi semprotan kemarahan dari atasannya, apalagi kini pekerjaan Taeyong sedang menumpuk

" Aku mau berjalan jalan sekitar Monas saja " jawab Taeyong, lalu meninggalkan Yuta dimeja kerja nya yang berada di depan ruangan nya, rasanya ingin pergi ke pantai, namun ia tidak bisa. Untuk saat ini Monas lah tempat terdekat untuk mengistirahatkan kepala nya yang panas, apalagi matanya yang mengantuk karena ia pulang pukul dua pagi setelah menembak tuan dan nyonya Aditama

Yuta  merasa kesal pada atasannya yang seenaknya pergi padahal pekerjaan nya yang tertunda masih banyak,dan terpaksa jika sudah begini Yuta yang mengerjakannya, Untung atasan. Dumal nya dalam hati

Menghela napas kasar Yuta pun kembali mengerjakan pekerjaan nya, semangat Nakamoto Yuta malam ini kau harus lembur

***

Adinda berjalan dengan langkah gontai sore ini, rasanya tak semangat. Walaupun keadaan ramai tetap saja ia merasa kosong dan sendiri

Sore ini ia memutuskan untuk berjalan jalan sekitar Monas, kenapa harus Monas? Karena Monas adalah tempat kesukaannya bersama sang ayah menghabiskan waktu bersama saat Adinda masih mengenakan seragam putih abu.

Panggilan masuk dari Nathan sudah banyak memenuhi notifikasi di handphonenya namun sama sekali tak ia gubris, ia hanya ingin menyendiri untuk sekejap walaupun tau kakak nya pasti sedang khawatir karena selepas pulang dari makan tadi ia langsung meminta mang Dirman mengantarkan nya ke Monas untuk menghirup udara sore hari di Jakarta yang penuh dengan polusi.

Ia terus melangkah kan kakinya hingga tak sadar ia sudah tersungkur ke tanah karena seseorang menabraknya dari belakang, terlihat sikunya berdarah karena menahan beban ketika terjatuh

" Hey gak apa apa? " Tanya si penabrak, didengar dari suaranya itu pasti ia lelaki

Adinda pun mendongak kan kepala nya melihat si lawan bicara yang menabrak nya, namun ia malah menangis membuat si penabrak terlihat panik

" Hey, jangan nangis dong aduh aku gak sengaja sumpah, tadi aku buru buru. Ayo dong jangan nangis aduh sakit banget ya? " Panik melanda si penabrak, namun alasan Adinda menangis adalah bukan karena sikunya yang terluka namun hatinya yang terasa sakit.

" Udah dong nangisnya, kenalin Namaku Taeyong " pemuda itu pun mengulurkan tangannya guna berjabat tangan, Adinda menatap wajahnya sekilas, tampan. Pikirnya saat melihat wajah Taeyong yang tersoroti sinar matahari sore ini.

" Aku Adinda " sahut Adinda dan membalas jabatan Taeyong, dan sama halnya dengan Adinda, mulai saat itu Lee Taeyong terpana dengan wajah cantik Adinda walaupun matanya sembab namun tidak mengurangi kadar kecantikan nya.

" Ayo aku anterin ke rumah sakit, takut apa apa sikunya " ajak Taeyong, ia merasa tidak enak pada Adinda padahal ia sering membunuh orang namun ketika melihat gadis cantik yang telah ia tabrak membuat ia tak tega, apa pesona Adinda memang sebesar itu?

" Gak usah gak sakit kok " Adinda tersenyum, meyakinkan Taeyong bahwa dirinya baik baik saja

" Gak sakit gimana itu tadi sampe nangis " Taeyong menunjuk siku Adinda yang nampak masih mengeluarkan darah

" Maaf, aku nangis bukan karena sakit tapi aku emang ada masalah " ujar Adinda dengan nada menyesal

" Oh ya, maaf ya sekali lagi. Boleh minta nomor telepon kamu enggak?" tanya Taeyong tiba tiba.

kesempatan emas bagi Taeyong lebih mengenal gadis didepannya ini
Adinda nampak terkejut " eh buat apa?"

Taeyong pun tersenyum sangat manis " kamu luka gara gara aku, aku harus tanggung jawab takut kamu kenapa kenapa "

Dengan terpaksa Adinda pun memberikan kartu namanya pada Taeyong. Setelah itu ia pamit pulang karena merasa kasian menunggu mang Dirman yang menunggu di parkiran, belum lagi Nathan yang menelponnya terus menerus , untung handphone nya dalam mode silent jadi ia tak harus terganggu dengan panggilan dari Kakaknya

Dan pertemuan inilah awal mereka bertemu, Adinda tidak pernah menyangka akan menjalin hubungan dengan Taeyong mengingat ia belum lama kenal padanya.

Namun apakah pertemuan ini menjadi anugerah bagi Adinda, atau malah menjadi musibah baginya?



















- To Be Continue -

The MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang