2 | Pandangan Pertama

5K 548 131
                                    

"Umi, Ikal mana?" Tanya Yeri setelah mengucap salam dan masuk ke dalam rumah.

"Ikal ke rumah Vano tadi," jawab Umi yang tengah menonton televisi di ruang tengah.

"Gimana sih Ikal, gak bertanggung jawab banget. Di suruh anter ke Asia Afrika malah di bawa ke Stasiun. Terus katanya mau jemput di Alun-alun, malah nyuruh naik angkot! Ikal tuh nyebelin banget sih Um!" Keluh Yeri kesal dengan kelakuan adiknya itu. Kalau sudah keasyikan main ya begini, lupa dengan kakaknya.

Umi hanya mengangguk dan memakan kuaci dalam diam, "Kamu kan tau sendiri kelakuan adik kamu kayak gitu. Makannya belajar naik motor, masa kamu yang beli motor Ikal terus yang bawa,"

Yeri mendengus sebal. Memang benar apa yang di katakan Uminya itu. Cicilan motor ia sendiri yang bayar dengan uangnya, namun malah Haikal yang bawa kemana-mana. Tapi bukannya Yeri tak mau belajar bawa motor, pernah satu kali namun ia kapok karena pertama kali belajar justru motornya malah atraksi. Jemping. Setelah itu, ia trauma belajar motor.

Lagipula lebih enak di bonceng. Kan jika punya suami-ehm nanti enak, kemana mana di boncengin suami dan bisa mesra-mesraan di motor. Seperti bunda Rosa dan om Jafar yang setiap sore keliling komplek boncengan naik moge polisi. Ada sedikit perasaan iri jika melihat orang tua Alvano itu. Melihat mereka membuat para kaum jomblo di komplek Suka Makmur ngebet nikah.

Yeri salah satunya.

"Masa baru tadi lahiran udah gede lagi!" Seru Uminya mengomentari tayangan di televisi. Yeri heran, Uminya ini sering komentar setiap adegan di sinetron Kisah Nyata dan Azab di Indosiar tapi masih saja di tonton.

"Assalamu'alaikum calon bidadari syurga! Haikal anaknya Abi Ustad Salman yang tampan ini pulang!"

Akhirnya yang di tunggu tiba.

"Ikalllllll!"

Baru saja Haikal bernafas lega sejak salam panjangnya ia harus merasa sesak lagi karena sang kakak sudah merangkulnya lebih dulu. Kalau sudah begini ia pasti ada salah dengan teteh tercintanya ini.

"Besok sekolah motornya kakak sita ya!"

Pasrah saja Haikal. Inilah akibatnya dari terlalu menguasai sesuatu yang bukan miliknya.

"Umiiiiii!"

"Umi gak ikutan lagi nonton Azab!"









•••








"Kenapa gak minta jemput om aja sih?"

Mark tersenyum tipis, mengambil segelas air teh yang di bawakan oleh bibinya itu. "Aku gak mau ganggu om Jafar, dia pasti sibuk," jawabnya setelah meminum tehnya.

"Ayah emang sibuk. Sibuk syuting 86," sahut Alvano sembari memakan kue lapis Surabaya di depannya. "Susah emang punya ayah terkenal."

Rosa menjauhkan piring berisi kue itu dari putranya dan menyimpannya di depan Mark, "Kalau bukan karena kamu yang upload video nyanyi bareng ayah. Gak bakal sesibuk ini ayah kamu!"

"Ya suruh siapa ayah gantengnya awet?" Cibirnya sebal.

Mark tersenyum kecil melihat interaksi ibu dan anak di depannya itu. Ah, sudah lama sekali ia tak bertemu tante dan saudaranya ini. Terakhir kali, lebaran tahun kemarin.

"Kamu beneran mau di Bandung tiga bulan doang?" Rosa mengalihkan fokus pada Mark.

"Iya tan, lagian aku cuma ngurus sisanya. Kan perusahaan itu mau pindah ke Palembang,"

Diam-diam, Vano mengambil kue di hadapan Mark, "Betah-betah di sini ya bang, siapa tau ketemu jodoh!" Ia terkekeh setelahnya.

"Ketauan gak buka grup WA keluarga nih. Mark kan baru aja ta'aruf minggu kemarin!" Vano yang semula hendak memakan kuenya langsung bungkam. Terkejut.

Melamarmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang