8 | Curhat

3.3K 501 131
                                    

Yeri terdiam setelah mendengar ucapan Mark tadi bahkan ia masuk kedalam rumah dengan salam lirih, Haikal yang duduk di teras dengan teman-temannya saja bingung akan tingkah sang kakak.

Yeri berlari menuju kamarnya, menutup pintu dan mengucinya lalu menangis dalam diam sambil menutup mulutnya menggunakan tangan kanannya.

Gadis itu menangis. Ia tak paham dan tak mengerti, mengapa Mark melarangnya untuk jatuh cinta? Bukankah perasaan itu sudah menjadi fitrahnya seorang manusia? Laki-laki itu tak seharusnya melarang, karena Allah yang Maha membolak balikkan hati.

Yeri sesegukkan. Ia tidak tahu sejak kapan perasaan ini melanda. Pada awalnya ia hanya kagum pada pria itu saat menjadi imam sholat di masjid. Dan dari hasil curi-curi dengarnya dari Haikal cs, Mark yang ternyata lulusan Kairo dan seorang hafidz Al-Qur'an, justru membuatnya semakin mengagumi pria itu. Untuk ukuran orang kaya, Mark terlampau sederhana. Dimatanya, segala hal tentang Mark sangatlah berbeda.

Dari situ ia sadar bahwa dirinya tak akan mungkin bisa meraih pria itu dan hanya bisa mengagumi saja dari jauh. Ia tak pernah berharap lebih yang penting ia bisa selalu mendengar bacaan sholat yang keluar dari mulutnya dengan merdu. Untuk urusan hati, ia pasrahkan segalanya pada sang pemilik hati.

"Ya Allah, jika benar saat ini aku jatuh cinta. Cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya padamu, agar bertambah kekuatanku untuk mencintaimu."


•••


"Teteh kenapa Kal?" Tanya Iyang kebingungan sembari memakan kacang rebusnya. Remaja itu menatap pintu rumah Haikal yang masih terbuka.

Haikal menggedikkan bahu acuh, bahkan matanya tak ikut melirik ke arah pintu sedikitpun seperti temannya yang lain.

"Kayaknya akhir-akhir ini galau banget. Ya gak sih?"

Zainal yang semula menyandar pada punggung Vano meneggakkan tubuhnya begitu mendengar pertanyaan Jundi. "Nah!" Pekiknya membuat keenam orang di sana melirik laki-laki itu. "Itu masalahnya!"

"Langsung aja A, mamah udah nelponin terus nyuruh Irsyad pulang nih," gumam Irsyad sembari melirik-lirik pagar rumah Haikal. Takutnya sang mamah tiba-tiba datang ke sini sambil teriak-teriak memanggilnya, kan malu sama tetangga.

"Kalian inget kan kalau pagi ini bang Mark beli kerudung?"

Keenamnya mengangguk kompak dan Chaerul menjentikkan jarinya tiba-tiba. "Ah, gue paham!"

"Apaaa?" Iyang menatap Chaerul penasaran. Bahkan wajahnya ia dekatkan pada anak itu. Kan Arul geli jadinya.

"Jauh-jauh Yang, cukup Zainab aja yang gitu malem-malem. Lo siang aja kayak gitunya!" Haikal menarik Iyang agar menjauhi Chaerul. Tolong jangan lagi bertambah.

"Kalian liat gak tadi teteh bawa kresek merah?"

Mereka— minus Zainal menggeleng kompak. "Masa kalian gak sadar kalau itu kresek yang sama kayak punya bang Mark? Udah pasti bang Mark ngasih kerudungnya ke teteh!" Ucap Chaerul jengah.

"EH HEUEUH!" (Eh iya)

"GENING URANG KAREK NYADAR?!" Iyang tak jadi memakan kacangnya. (Kok aku baru sadar)

"BOLOHO MANEH!" Vano mendorong kening Iyang. (Bego kamu)

"YEH MANEH GE SARUANA!" Tak mau kalah, Haikal ikut menimpali. (Kamu juga sama aja)

"LAMUN GANDENG DEUI URANG RUQIYAH HIJI-HIJI YEUH!" (Kalau berisik lagi, aku ruqiyah satu-satu nih!)

Dan mereka bungkam begitu mendengar teriakan Jundi. Yang biasa diem sekalinya marah serem cuy.

Melamarmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang